"Assalamu'alaikum." Feiza berucap pelan masuk ke dalam kamar Ririn dan Binta. Ia langsung beringsut mendekati Binta yang tampak berwajah kusut menatap Nisa yang ada di pelukan Ririn.
"Orang salam dijawab dong!" ujar Feiza. Binta menoleh ke arah Feiza sambil mendengkus. "Wa'alaikumussalam. Tadi udah kujawab di dalam hati, Fe," katanya. Feiza mengangguk dan tersenyum dibuatnya. "Nisa kenapa?" kemudian tanyanya. Binta kembali menghela napas. "Bertengkar sama pacarnya, terus katanya mereka putus." Gadis itu menjelaskan. "Ya Allah." Feiza langsung ikut menghela napas. Tidak tahu harus senang atas berakhirnya hubungan non halal temannya atau malah ikut prihatin melihat kesedihan temannya. Di antara mereka berempat, Feiza dan Binta yang tidak berpacaran. Bisa dibilang, prinsip keduanya hampir sama jika menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan. Jadi, Feiza sama se"Aku ingin membatalkan kesepakatan kita." "Hah?" Feiza seperti mendengar bahasa orang Mongolia yang tak bisa dipahami olehnya. Meski Feiza mungkin memiliki ciri fisik yang sama dengan mereka, yakni pada mata mongoloid alias sipit yang dimilikinya, tentu bukan berarti Feiza paham akan bahasa mereka. Dan Furqon, apa yang sebenarnya ingin ia katakan? Laki-laki itu tersenyum tipis lalu melanjutkan, "Aku mau membatalkan kesepakatan kita yang sebelumnya kusetujui." Feiza terbengong selama beberapa saat mendengarnya. "Apa maksud njenengan? Kesepakatan yang mana?" tanya gadis itu. Furqon kembali tersenyum kecil. "Kesepakatan soal menyembunyikan status pernikahan kita, Feiza. Aku tidak ingin lagi melakukannya." Kedua manik mata Feiza langsung terbelalak lebar. "Gus! Njenengan jangan bercanda!" ucapnya penuh penekanan dengan ekspresi terkejut yang
"Aku serius. Aku tidak ingin pernikahan kita disembunyikan lagi." "Apa? Tapi .... Apa maksud njenengan, Gus?! Tadi pagi njenengan sudah setuju! Kenapa tiba-tiba berubah? Njenengan tidak bisa langsung berubah seperti ini?" Dada Feiza terasa sesak. "Aku tidak berubah tiba-tiba, Feiza. Hal ini sudah kupikirkan baik-baik. Aku ingin kita tidak perlu menyembunyikan status kita," ucap Furqon serius namun tetap dengan nada lembutnya. "Tapi apa alasannya?!" sambar Feiza. Gadis itu kembali menatap tajam laki-laki yang ada di depannya. "Alasannya?" Furqon menjeda. "Tentu saja karena kita memang sudah menikah. Aku suamimu dan kamu adalah istriku." Kepala Feiza menggeleng kuat. "Nggak! Aku nggak mau!" tolaknya. "Njenengan nggak bisa seperti itu, Gus Furqon! Njenengan nggak bisa seenaknya begini." Feiza sudah tersulut emosi. "Seenaknya bagaima
"Apa yang kamu bicarakan, Feiza?! Istighfar!" Furqon benar-benar membentak.Laki-laki itu langsung berdiri dari tempat duduknya di sofa sembari berkacak pinggang dengan kepala yang mendongak ke langit-langit. Ia berusaha mengendalikan amarahnya yang terasa langsung memuncak dengan mengatur napasnya. Kata-kata Feiza benar-benar melukai hatinya.Feiza yang baru saja mendapat bentakan langsung menciut di tempat duduknya. Sedikit banyak, gadis itu menyesali kalimat yang baru saja ia ucapkan. Feiza seharusnya tidak pernah mengatakan itu.Tes tes tes.Air mata Feiza kembali menetes satu demi satu."Kamu sadar apa yang baru kamu katakan, Fe?" tanya Furqon setelah beberapa lama, masih berdiri di depan Feiza. Wajah laki-laki itu tampak dingin melihat Feiza dengan tatapan tajam yang seolah menusuknya.Feiza tidak menjawab dan hanya terisak dalam diam.Furqon menghela napasnya kasar. "Allah membenci perceraian, Feiza," ucap Furqon.
"Eungh ...." Feiza menggeliat dalam tidurnya.Suara azan Subuh yang samar terdengar di perungunya mengembalikan sedikit demi sedikit kesadaran gadis cantik itu.Saat kesadarannya sudah terkumpul hampir setengahnya dengan kedua mata yang masih terpejam rapat, Feiza yang gagal saat akan mengubah posisi tidurnya secara lebih intens daripada menggeliat tadi---sebelum bangun---langsung mengernyitkan dahi.Sesuatu yang terasa berat menghalangi pergerakannya.Feiza mengucek sebelah matanya dan membuka kelopak matanya itu lantas melirik sesuatu yang ada di bawahnya.Set!Sedetik, mata Feiza langsung membola dengan kesadaran penuh yang langsung menyentak dan memeluknya.Di bawah sana, tepatnya di bagian atas perutnya, ada sebuah tangan besar yang menindih dan memeluk tubuh Feiza.Feiza segera menoleh ke arah sampingnya dan langsung merasa syok saat melihat sosok Furqon berada di situ. Kedua kelopak mata laki-laki itu tam
Sesampainya indekosnya, Feiza langsung pergi ke musala untuk mengerjakan salat Subuh. Ia tidak ingin mengerjakannya di akhir waktu. Jadi alih-alih kembali ke kamarnya dulu yang pastinya akan memakan waktu, Feiza memilih langsung ke musala dan salat Subuh di sana. Toh, di sana disediakan fasilitas beberapa sajadah dan mukena. Sedikit saja, jika Feiza ataupun Furqon tidak bisa menahan dirinya, maka dapat dipastikan, Feiza tidak bisa salat Subuh dengan sebegitu mudahnya setibanya di indekos karena ia harus mandi wajib terlebih dahulu. Itu adalah yang Feiza pikirkan. Sebab kemarin malam, Feiza rasa-rasanya telah tersihir oleh suaminya itu. Setelah pertengkaran mereka dan Furqon yang lagi-lagi mengalah untuknya, juga kejadian saling berpelukan itu, Feiza benar-benar merasa pasrah kepada Furqon. Malam itu ia bahkan mungkin rela memberikan segenap jiwa ataupun raganya kepada Furqon karena keputusan laki-laki itu
Setelah mandi pagi, Feiza langsung berkutat di dapur umum indekos untuk memasak dan menyiapkan sarapan. Beberapa penghuni lain mulai mengantre memasak di sana dan Feiza adalah salah satu orang yang sedang ditunggu kegiatan memasaknya. Ada dua orang yang secara optimial bisa memasak di dapur umum Kos Putri Citra. Biasanya Feiza tidak serajin itu, menjadi orang yang paling pertama menempati dapur guna memasak. Namun pagi ini berbeda, gadis itu berniat memasakkan Furqon untuk ucapan terima kasihnya. Bukan olahan yang sulit. Setelah menanak nasi menggunakan rice cooker-nya yang ada di dalam kamar, Feiza yang sebelum mandi menyempatkan diri belanja di toko penjual sayur dan bahan olahan mentah yang tidak jauh dari indekosnya langsung berkutat di dapur mengolah tumis kangkung dan ayam tahu baladonya. Entah bagaimana cara Feiza memberikan makanan itu untuk Furqon, sekarang yang penting baginya adalah memasaknya t
Feiza menoleh ke samping kiri dan kanannya. Menunggu sosok bernama Salim yang merupakan khodam dari Furqon datang menemuinya, mengambil bekal makanan yang telah dibuatkan Feiza untuk Furqon.Gadis itu menghabiskan waktu menunggunya dengan mengetuk-ngetukkan flat shoes cream yang dipakai kakinya ke lantai. Hingga tak lama kemudian ..."Neng Feiza!"Seorang laki-laki tinggi dengan rambut gondrong yang dikuncir belakang datang menghampirinya.Feiza mengenalnya. Laki-laki itu adalah Salim, seniornya dari jurusan PAI yang belum lama ini ia ketahui adalah santri Abah Furqon dan orang kepercayaan laki-laki yang menjadi suaminya itu.Sebutan Salim yang memanggilnya 'neng' itu sungguh sangat mengganggu. Belum lagi laki-laki itu seolah meneriakkannya ketika memanggilnya, hingga beberapa mahasiswa yang ada di sekitar mereka memberi atensi.Bisa gawat jika Salim mengulanginya lagi. Feiza yakin, banyak dari mahasiswa yang ada di sekitar merek
Feiza dan Fahmi sampai di depan gedung UKM dan sama-sama memarkirkan motor masing-masing di bawah salah satu pohon beringin yang ada di lapangan tempat parkir gedung itu, mencari tempat yang teduh. Setelahnya, keduanya langsung masuk ke basecamp HMJ mereka setelah menaiki lift dari lantai dasar ke lantai empat. "Assalamu'alaikum." Fahmi yang berjalan di depan Feiza berujar salam. "Wa'alaikimussalam," jawab orang-orang yang ada di dalam serentak. "Feiza. Fahmi. Ayo duduk, duduk sini!" suruh seorang perempuan cantik berkacamata kepada Feiza dan Fahmi. "Iya, Mbak Hawa." Feiza mengangguk lalu duduk di tempat yang disuruh oleh Hawa, perempuan cantik berkacamata tadi yang tak lain merupakan senior jurusan Feiza setelah dirinya dan Fahmi saling bersalaman dengan beberapa senior dan teman mereka yang lain, yang kebetulan juga ada di basecamp itu. "Kalian kemarin