Selagi Diana belajar, Abian bergulang-guling di atas kasur sambil bermain ponsel. Sesekali dia melirik Diana yang fokus menyimak materi yang diberikan oleh Miss Nancy, ternyata gadis itu cukup humble terbukti DIana bisa langsung akrab dengan guru barunya meski baru kenalan beberapa menit lalu.Abian jadi teringat saat mereka bertemu untuk pertama kali. Dia sempat mengira Diana bisu karena wanita itu enggan bicara padanya sama sekali. Klik!Diana mengakhiri panggilan video di ponselnya setelah tiga jam berlalu. Gadis itu tampak merentangkan tangan ke kanan dan ke kiri sembari memijit leher karena sejak tadi terus menunduk ke arah buku."Sudah?" tegur Abian merasa diabaikan dan tidak ada gunanya di tempat itu.Diana menoleh ke samping. Kepala gadis itu mengangguk dengan lugu dan terlihat kuyu."Sudah," jawab Diana dengan suara pelan. Abian yang sejak tadi tiduran segera merubah posisinya menjadi duduk. "Pelajarannya susah?" "Lumayan. Tapi aku sedikit-sedikit mulai paham. Mungkin setel
"Oh shit!" Abian menggeram kesal saat manusia yang paling tidak ia inginkan kehadirannya berdiri tepat di belakang pria itu. Dengan wajah sedikit gugup dia menoleh. Giginya yang rapi menyeringai ramah pada manusia tersebut. Namun tercetak jelas aura kepaksaaan di sana.“Hai,” sapa Abian kikuk. Perasaannya masih diselimuti antara syok dan juga kaget. Sial, kenapa Miranda bisa ada di sini, pikirnya.“Gak usah sok ramah sama aku!” ketus Miranda. Kaki jenjang gadis itu melangkah setengah menghentak kemudian menarik satu biji kursi. Dia duduk di antara Diana dan Abian yang posisinya saling berhadapan. "Jadi ini rapat penting yang lagi kamu kerjain? Rapat yang katanya nggak bisa ditunda sampai kamu nolak antar aku ke tempat kerja?" Dua tangan Miranda terlipat di depan dada. Tatapan gadis itu penuh aura mengintimidasi sampai Diana yang melihat ikut merinding takut."Sorry Mir! Aku bisa jelasin!" ucap Abian cepat-cepat. Nadanya mengayun lembut setengah dibuat merayu.“Jelasin apa? Jelasin k
"Terserah aku mau apa! Lagi pula kamu tidak mau jujur sama aku." Miranda menoleh pada Diana lagi. "Cepat jelas! Kenapa kamu sangat percaya diri sekali bisa menghancurkan hubunganku dengan Abian? Memangnya kamu siapanya dia?"'Siapa aku bukan urusan Mbak Miranda. Tapi yang jelas aku bukanlah pembantu Mas Abian .... aku adalah ...." Diana sengaja menggantung ucapannya supaya makin seru.Ketegangan di antara mereka bertiga semakin tercipta kala Abian menggila sambil memegang dua tangan Diana tanpa sadar. Maksud pria itu sedang memohon tapi sikapnya yang berlebihan cukup menarik perhatian Miranda."Diana please, kita sudah berjanji untuk saling merahasiakan masalah ini," kecam Abian."Maaf Mas! Untuk kali ini aku tidak bisa menuruti permintaan Mas Abian. Aku capek, aku mau jujur," lirih Diana penuh dramatisir. Dia memang sengaja melakukan itu supaya terkesan seperti adegan yang ada di sinetron ikan terbang. "Ya Tuhan! Apa kamu tega sama aku Di?"Diana hanya tersenyum jahat tanpa berniat m
"Ma .. Mas Bian serius?" Gadis itu tergagap. Jemarinya di bawah sana saling bertaut dengan kepala menunduk takut."Serius apanya? Kamu kalau ngomongnya yang jelas dong!" goda Abian sambil menaik turunkan alisnya."Maksud aku Mas Bian seriusan mau nginap di tempatku?"Digoda seperti itu mendadak jantung Diana bertalu-talu tidak jelas. Seperti ada sesuatu yang mau meledak tapi ia tidak tahu itu perasaan apa. "Iya, Diana. Sepertinya efek obat yang kemarin malam muncul lagi. Aku butuh kamu," ucap Abian mengulum senyum. Ia sengaja mendekatkan bibirnya ke telinga Diana. Spontan gadis itu membeliak. Air muka di wajah gadis itu langsung berubah seketika. Ia yang tadinya merona, kini berubah pucat pasi mendengar ucapan Abian yang tak terduga."Mas Abian lagi nggak bercanda kan? Bukannya efek obat itu sudah hilang? Tadi juga Mas Abian nggak kenapa-napa. Apa karena ini sudah malam jadi efeknya datang lagi?"Diana langsung memberingsut takut. Dia sedikit bergeser dan mendorong tubuh Abian supay
Hubungan Raka dan Abian sudah kembali baik. Abian sendiri juga sudah memberi jalan pada Raka untuk mendekati Diana. Tapi untuk Raka sendiri belum ada pergerakan sama sekali.Setelah Raka mengetahui kalau Diana sudah menikah, ia membutuhkan waktu cukup banyak untuk merenung. Sejak kemarin ia ingin sekali mendekati Diana lagi. Tapi bukankah itu artinya Diana sedang mendekati istri orang? Sejenak Raka termenung. Saat pria itu sedang mengendari mobilnya dan hampir sampai di area kantor, mata Raka tak sengaja menangkap sosok wanita yang ia rindukan kehadirannya dari kemarin."Diana?" Raka membeliak tak percaya bisa langsung melihat gadis itu padahal baru saja ia memikirkannya. Apa ini yang dinamakan jodoh? Pikir Raka.Dia semakin memelankan laju kendaraannya. Dia juga sengaja membuka kaca samping dengan niat ingin mengajak Diana masuk ke mobil.Namun tiba-tiba seorang pria paruh baya mendatangi Diana dengan sikapnya yang kasar. Dari mobilnya Raka bisa melihat bagaimana Diana mencoba mempe
Selama mereka di dalam mobil keduanya tak banyak bicara satu sama lain hingga tanpa terasa mobil Raka sudah berhenti tepat di depan restoran milik Doni. Sedikit banyak Raka mengeluhkan diri sendiri yang sejak tadi membungkam seperti dikutuk jadi batu. Memang sialan! Kenapa di saat-saat seperti ini waktu begitu cepat berlalu? Padahal ia masih ada sesuatu yang menganjal dan ingin sekali diutarakan pada Diana."Aku bantu buka seatbeltnya ya, Di." Raka sigap mengulurkan tangan dengan secepat kilat. Iseng kepala pria itu mendongak hingga tatapan mereka saling bertemu. "Kamu cantik sekali Diana ...." Raka melirih dengan suara lembut yang membuat Diana meleleh saat mendengarnya. Senyum pria itu terulas simpul. "Makasih Mas!" jawab Diana singkat.Jantung keduanya saling bersahutan. Ada sebuah rasa yang sulit dijelaskan saat mereka dalam posisi seperti ini.Dari jarak sedekat itu Raka bisa melihat betapa indah dan ranumnya bibir basah milik Diana. Bibir itu terlihat merekah seolah belum per
Tak terasa satu bulan sudah berlalu. Di sore hari yang cukup cerah, Diana sedang makan seblak di dalam kos-kosan saat pintunya tiba-tiba diketuk dari arah luar."Diana buka! Ini aku Abian!"Cepat-cepat Diana membukakan pintu untuk orang yang tidak sabaran itu. Saat kepalanya melongok ke luar, ternyata Diana menabrak sebuah dada bidang milik seorang pria. Yups! Itu adalah dada suaminya sendiri."Maaf Mas! Maaf!" Gadis itu mengusap kepalanya sendiri. Dada Abian ini terbuat dari apa sih? Kenapa rasanya bisa keras seperti tembok?Sementara Abian tersenyum geli melihat tingkah Diana yang gugup dan malu-malu. "Boleh aku masuk?" izin pria itu."Iya Mas. Tapi maaf kamarku berantakan banget. Aku juga baru selesai makan," ujarnya."Nggak papa! Aku datang ke sini cuma mau menagih janji padamu. Kamu harus segera kembali ke apartemen karena ini sudah tanggal 31," ucap Abian.Diana terpaksa membuka pintu lebar-lebar kemudian menyuruh lelaki itu masuk ke dalam saja."Apa tidak ada perpanjangan wakt
Suara kembang api mulai terdengar di mana-mana meski waktu belum menunjukkan jam 12 malam. Tak ikut bergabung, Diana memutuskan untuk belajar di kamar untuk mempelajari materi yang diberikan Mis Nancy kemarin.Dia sangat bersungguh-sungguh ingin membuktikan pada Abian kalau dirinya layak mengemban pendidikan tinggi.Seperti yang dikatakan oleh Kakek Bram. Siapa pun yang menjadi istri Abian harus memiliki kemampuan yang tinggi. Diana harus berpendidikan agar ia tidak direndahkan lagi.Tapi ngomong-ngomong, bukankah suatu saat nanti mereka akan bercerai? Lantas untuk apa pendidikan tinggi itu kalau mereka sudah tidak bersama lagi?Kadang Diana geli sendiri saat memikirkanya. Tapi Diana paham kalau ilmu tidak akan luntur. Ia yakin niat baiknya akan tetap berguna meski ia sudah tidak menjabat sebagai istri Abian lagi.Ceklek .... Pintu dibuka lalu ditutup lagi. Tampak Abian berjalan menuju tempat Diana duduk sambil menyugar rambunya."Di luar hanya ada Doni dan Raka. Yakin kau tidak mau b