"Rhe, bisa kamu suruh Enzo kemari? Ada yang ingin Papa bicarakan dengannya tentang kalian."
Itu keinginan ayahnya yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Lalu setelah melihat adegan sampah di depannya, apakah Rhea masih harus membawa Enzo ke hadapan ayahnya?Kepalan Rhea semakin kuat karena mendengar suara isakan pelan yang menyakiti telinganya. Ingin sekali dia mencakar Andini atau melakukan kekerasan apa pun padanya untuk meluapkan emosinya.Namun anehnya dia masih bisa mengontrol emosinya dan tidak ingin melakukannya karena ia tahu begitu dia bergerak selangkah saja, Enzo akan melindungi wanita sampah ini dan Rhea akan menjadi hiburan untuknya.“Sebenarnya sudah lama aku ingin memutuskan hubungan kita hanya saja aku belum memiliki waktu yang baik untuk membicarakan hal itu denganmu. Aku kasihan pada Andini karena harus menyembunyikan hubungan kami beberapa bulan ini. Aku harap kamu tidak memarahinya biar bagaimanapun kalian itu bersahabat.”Ah begitu ternyata …, batin Rhea. Enzo menyukainya hanya karena dia dari keluarga terpandang. Dan dia terpikat dengan Andini ketika mereka masih berpacaran.Dengan wajah kesal, salah satu sudut bibir Rhea terangkat dan mendengus. Pasti selama ini mereka menertawakannya di belakang.Apakah Rhea pernah menghubungi salah satu di antara mereka berdua ketika mereka sedang melakukan kegiatan memalukan ini? Memikirkan salah satu di antaranya mengangkat panggilan Rhea ketika bersetubuh membuat perut Rhea bergejolak ingin muntah.Andini melihat Rhea berjongkok mengambil laptop yang sudah terbelah lalu menatapnya dengan dingin, dia dengan wajah pucat dan takut menatap Enzo. “E-Enzo.”Enzo yang juga khawatir akan kondisi kekasih gelapnya yang lemah lembut membuatnya secara naluriah berdiri di depan Rhea, menghalangi Rhea untuk melihat Andini. “Rhea, apa yang ingin kamu lakukan?”"Kau penasaran apa yang ingin aku lakukan?" tanya Rhea pelan. Dia mendongakkan kepalanya dan menatap Enzo tanpa emosi. "Aku ingin membunuhmu."Enzo segera memegang tangan Rhea dan berbisik cepat, “Ikut aku.”Sebelum diseret Enzo, Rhea menatap Andini untuk yang terakhir kalinya. Dan Andini di sisi lain setelah ditinggal sendiri, dia berdecih pelan dengan kerutan tipis di dahinya.Andini bergumam, “Jangankan menjadi gila, dia bahkan tidak emosi sama sekali.” Kenapa bisa ada wanita seperti itu?Di lorong depan pintu unitnya barulah Enzo melepaskan tangan Rhea. Dia menghembuskan napas lelah. Dan dengan perasaan yang penuh percaya diri, dia berkata, “Aku tahu kamu masih mencintaiku dan tidak dapat hidup tanpaku. Kamu pun pasti terluka tapi aku bisa apa? Aku menyukai Andini begitu juga dia.”Oh lihat. Betapa mengagumkannya Enzo! Pria ini bisa mengatakan itu dengan santai seolah sedang menayangkan berita hiburan. Setelah tertangkap basah dia sama sekali tidak menyesal. Dari awal ... dari saat dia memergokinya, saat dia menggunakan celananya, sampai dia berbicara seolah Rhea akan mengemis cinta padanya. Bagaimana bisa ada pria seperti ini di dunia?!“Jadi aku mohon, jangan pernah mencariku lag—”Bruk!Tidak sabar, Rhea yang tanpa emosi memukul wajah Enzo yang tidak siap dengan layar laptop yang dia pegang.“Ugh! Dammit!” Enzo mundur beberapa langkah sambil menyeimbangkan langkahnya. Dia menyentuh wajahnya yang sakit, terlebih lagi hidung dan bibirnya.Dan Rhea berseru seraya menghembuskan napas puas, “Whoo!”Well, tidak juga. Rhea masih belum puas sebenarnya walaupun suasana hatinya sedikit lebih baik. Banyak hal yang ingin ia lakukan pada Enzo sebelum dia beralih ke Andini. Rhea menatap Enzo. Melihat bahwa hidungnya hanya mengeluarkan sedikit darah, Rhea mendengus. Seharusnya dia memukulnya lebih keras. Setidaknya sampai hidungnya patah.“Ah sial, hidungku. Hei, apa kau gila?!”“Kau bertanya apa aku gila? Mau lihat kegilaanku yang sebenarnya? Lebarkan kakimu.”“Apa?”“Aku bilang lebarkan kakimu, Bedebah.” Rhea kembali mengangkat layar laptop dengan mata terfokus pada selangkangan Enzo namun Enzo yang memiliki firasat buruk dengan cepat merampasnya.“Sial …,” Enzo kembali mengumpat setelah melempar layar laptop sejauh-jauhnya.“Dengar, jangan pernah mencariku lagi. Aku sudah selesai denganmu,” ujar Rhea setelah melemparkan key card Enzo. Dia pun berbalik meninggalkan Enzo yang menggeram di belakangnya.Keluar dari pintu utama apartemen, Rhea berhenti melangkah dan berdiri dalam diam.“Kamu ingat hari itu? Hari pertama kita bertemu di kampus? Kamu tersenyum lebar dan banyak wanita yang mengelilingimu.” Enzo sering membicarakan topik ini ketika mereka berpacaran. “Saat itu aku menyadari aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama ketika melihat senyuman indahmu.”Rhea mendenguskan tawa. “Keparat itu bicara omong kosong.”Rhea menatap langit malam yang cerah. Bulan terlihat jelas dan bersinar terang. Bintang-bintang bertabur menghiasi langit. Tidak ada awan. Tidak ada tanda-tanda akan hujan.Rhea tertawa pelan. Menertawakan dirinya sendiri. “Bahkan langit tidak ingin menangis untukku.”“Kenapa harus?” suara seorang pria bertanya padanya di sampingnya.Tanpa menoleh, Rhea menanggapi, “Aku baru saja ditipu keka— tidak, mantanku. Dia berselingkuh. Padahal hubungan kami sudah berjalan 6 tahun lamanya semenjak kami kuliah. Dan karena aku tidak akan menjadi sosialita lagi, dia mencampakkanku. Tapi … dari banyaknya perempuan di kota ini, kenapa harus dia? Kenapa harus sahabatku sendiri? Dia berkata aku gila, bukankah dia yang lebih gila? Dan sekarang aku menyesal karena tidak bisa menendang bolanya tadi.”Pria itu menatapnya. “Apa kamu tidak sakit hati?”“Yah, jujur saja iya. Aku sakit hati. Tapi, jika dibandingkan dengan kemarahanku yang sangat besar, sakit hati itu menjadi tidak berarti apa-apa.”“Setelah dikhianati, kamu masih bisa mengendalikan dirimu. Itu bagus untukmu.”“Aku harus tetap sadar. Jika amarah menguasaiku, aku akan menjadi badut di depan mereka.”"Sampai melukai tanganmu sendiri?"Ah benar. Tangannya mengepal lagi. Pasti banyak bekas luka berbentuk bulan sabit di telapak tangannya setelah ini. "Itu satu-satunya cara agar aku tidak kehilangan kendali."“Dan kamu akan membiarkan mereka begitu saja?”Rhea menghirup napas dalam-dalam. “Aku pernah memiliki pemikiran bahwa mereka yang melakukan balas dendam itu sebenarnya orang yang lemah karena kalah di pertandingan awal. Dan hidup dengan bayangan di belakangnya hingga dendam teratasi. Bukankah itu menyedihkan? Seharusnya mereka merelakan saja apa yang sudah terjadi dan menatap ke depan. Tapi setelah aku merasakannya sendiri, aku tidak ingin melihat mereka bahagia di atas penderitaanku. Dikhianati itu rasanya menyakitkan, kau tahu? Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk balas dendam. Apa aku harus tidur dengan temannya seperti yang dia lakukan? Tapi itu sepertinya mustahil karena aku tidak akan bisa melakukan hal keji seperti itu ....”Pria itu menatap Rhea yang menunduk sedih. “Tiap wanita akan menangis jika kekasihnya selingkuh. Tapi kamu tidak menangis.”Rhea membasahi bibirnya. “Untuk apa menangisi dua kotoran itu? Lihatlah, langit bahkan memberiku dukungan. Dia tahu bahwa akan menghabiskan waktunya jika menurunkan hujan pada kondisi seperti ini. Dan karena itu aku juga tidak ingin menangis.”Pria itu mengalihkan wajahnya dari Rhea dan ikut menatap langit malam. “Kamu benar. Langit sedang berada di sisimu. Dan untung saja kamu mengetahui sifat asli mereka.”"Benar. Jika kami sampai menikah, mungkin aku akan bunuh diri karena malu dan menyesal menikahinya." Mengerjapkan matanya, Rhea kembali sadar jika dia baru saja berkata hal yang tidak perlu dengan orang asing. Dia terkekeh pelan sebelum mendongak untuk menatap pria di sebelahnya. “Drama ibu kota yang mengenaskan, bukan?” Begitu pria itu membalas tatapannya, Rhea seketika tertegun. Tatapan dalam pria itu tampak tajam seolah menusuk ke dalam kepalanya. Kenapa dia tidak pernah melihat pria tampan dan panas seperti ini di negaranya? “Tidak juga.” Tatapan itu bertahan lama seperti ada magnet di antara mereka. Tidak ada antara Rhea dan pria asing itu yang ingin berpaling karena masing-masing dari mereka sedang mempelajari wajah di depannya. Namun, sangat disayangkan. Sebelum Rhea bisa selesai mempelajarinya, ponselnya tiba-tiba saja berdering. Melihat nama ibunya di sana, dia yang seketika mengingat maksud kedatangannya kemari segera mengangkat panggilan ibunya dengan khawatir. “Halo, Ma
Prosesi pemakaman pagi itu berjalan khidmat dan lancar dengan diiringi rintik-rintik hujan. Kolega ayahnya, teman ibunya, bahkan beberapa rekan kerja dan teman kuliah Rhea menghadiri pemakaman tersebut. Semua orang yang menghadiri pemakaman mulai pergi secara bertahap menyisakan Ivanka, Rhea, dan 1 tamu mereka. Bahkan paman Rhea, adik kandung ayahnya sudah pergi bersama istri dan anak-anaknya. Ivanka menoleh ke belakang di mana seorang pria asing sedang sibuk berbicara dengan sopirnya di samping sebuah mobil. Tadi malam dia dibuat kaget dengan Rhea karena bukannya membawa Enzo, anaknya malah membawa pria yang tidak dia kenal ke rumah sakit. Dan sekarang pria itu juga datang ke pemakaman hari ini. Dia kemudian menatap anaknya yang duduk di depan makam ayahnya. “Mungkin ini bukan waktu yang tepat tapi Mama ingin kamu menjawab 2 pertanyaan Mama. Di mana Enzo? Andini juga tidak—” “Ma,” potong Rhea pelan membuat Ivanka berhenti bicara. “siapa itu Enzo dan Andini?” “…Rhe.” “Apa mereka k
“Jadi kau punya pacar? Dan dia hamil? Kenapa aku tidak tahu? Segeralah menikah.” “Aku bilang anak, bukan pacar.” Tony menatapnya dalam diam dan seperti biasa Maven tidak terusik sama sekali. Dia dengan santai mengelap mulutnya lalu berdiri. Dia menunduk pada kakeknya lalu berkata, “Hati-hati di jalan nanti, Kek. Aku akan menghubungimu setelah kamu tiba di rumah.” Maven berbalik dan mendekati pintu ruang privasi tersebut. Ketika dia memegang gagang pintu, suara kakeknya terdengar. “Jauhi skandal jika ingin mempertahankan posisimu di perusahaan.” Maven melirik ke samping. “Hanya itu yang bisa aku katakan sebagai kakekmu, bukan sebagai Komisaris.” Dan Maven pun keluar. Berjalan keluar dari restoran, Albar sudah berada di belakangnya dalam diam. Dia kemudian memberi perintah, “Cari beberapa wanita yang unggul yang belum menikah. Mau itu yang masih lajang atau bertunangan.” “Baik,” Albar menjawab seperti robot. Lalu tepatnya di malam itu, 5 hari kemudian Maven pergi ke unit Albar u
Sebelumnya, Rhea berkata dia akan memiliki suatu urusan dengan pria yang baru beberapa kali Ivanka lihat dalam kurang dari dua hari ini. Dan sekarang, begitu Rhea kembali bersama pria itu yang memperkenalkan dirinya Maven, Maven berujar, “Kami akan menikah.” “…?!” Syok dan terkejut, Ivanka tidak bisa mengatakan apapun. Maven mendeklarasikan sebuah pernikahan dengan santai dan tenang di hadapan ibu Rhea. Apa perlu Ivanka ingatkan dia baru saja bertemu dengannya? Belum lagi Enzo masihlah pacar Rhea. Bicara tentang Enzo, semenjak tadi malam Ivanka menghubungi Enzo namun pria itu tidak mengangkat satupun panggilannya. Ivanka ingin tertawa yah mungkin saja Maven sedang bergurau, tapi kedua orang di depannya sama sekali tidak tertawa. Dia bingung, masih kaget, dan kepalanya mulai terasa sakit. Alhasil, Ivanka menatap anak perempuannya menuntut penjelasan. Ketika Maven berujar sebelumnya, Rhea memejamkan matanya dengan mengerang dalam hati. Padahal di mobil sebelumnya Rhea sudah berkata u
Seperti di rumah Rhea sebelumnya, Maven tanpa basa-basi mengatakan akan menikah membuat Tony menatapnya dingin.Rhea pernah bertemu Tony Williams di acara amal tahunan di salah satu hotel ternama di ibu kota. Saat itu dia menemani orang tuanya dan menyapa Tony. Itu sudah lama dan Rhea tahu Tony tidak mungkin mengingatnya karena tak sedikit yang ingin menyapa seorang Tony Williams.Seperti kebanyakan para pebisnis, pria tua ini sangat berwibawa dan mengesankan. Namun ada satu hal yang membuatnya sedikit berbeda dengan pebisnis lain yang pernah Rhea temui. Pria tua ini memiliki aura tegas dan dominan yang jauh di atas yang lain. Dia membawa pengaruh yang besar pada sekelilingnya. Dia memiliki tatapan yang tajam walaupun sedang tersenyum atau tertawa. Seolah dia bisa menilai orang hanya dari wajah mereka saja. Yah mungkin karena dia sudah puluhan tahun berkecimpung dalam bisnis tersebut dan juga pengalaman hidupnya sudah banyak.Satu hal yang Rhea pelajari tentang Tony pada malam itu. Jan
“Anda sekarang dapat mencium pengantin wanita.” Rhea melirik ke atas tanpa mendongakkan kepalanya. Tanpa orang lain tahu, dia menggenggam tangannya dengan kuat. Ya, dia gugup. Rhea lupa tentang sesi ini. Dan mereka belum berlatih sebelumnya agar terlihat natural. Dia takut seseorang akan melihat kebohongan mereka. Di balik wajah tenang Rhea, Maven bisa melihat kegugupan yang terbaca di manik mata wanita itu. Dia menangkup wajah Rhea dan bertanya sangat pelan yang hanya bisa didengar mereka berdua saja, “Kamu juga belum pernah berciuman?” Dengan kerutan tidak senang di antara alisnya yang rapi, Rhea menjawab, “Tentu saja sudah.” Maven tersenyum tipis lalu berkata, “Kalau begitu izinkan aku.” Maven menundukkan kepalanya dan mendekati bibir Rhea. Dia mencoba yang terbaik yang dia bisa untuk tetap bergerak lembut agar Rhea bisa menikmati ciuman mereka. Dan nyatanya selang beberapa saat, dia bisa merasakan Rhea kembali santai. Itu ciuman yang menyenangkan. Lembut, tidak terburu-buru
Satu tangan berada di pinggang ramping Rhea, tangan lainnya menggenggam tangan kecil wanita itu. Dan Rhea membawa tangannya yang bebas ke bahu lebar Maven. Dengan lantunan musik yang lambat, mereka mulai bergerak perlahan. Maven menurunkan pandangannya ke bawah dan melihat Rhea yang tersenyum tipis dengan mata terpejam. Wanita ini menikmati dansa mereka. Dari yang Maven pelajari tentang Rhea, Rhea anak satu-satunya dari pasangan Roy dan Ivanka. Dia menjadi seorang kurator begitu menyelesaikan studinya di perguruan tinggi ternama. Dia anak yang populer di masa-masa sekolahnya dan berteman dengan siapapun tanpa pandang bulu. Masa depannya sangat cerah saat ayahnya masih menjalankan perusahaan finansial. Ayahnya Sosok yang patut dicontoh karena strateginya di tiap tahun selalu memberikan hal baru dan berkembang. Ketika Roy mulai sakit-sakitan, perusahaan itu dengan perlahan mulai kehilangan tumpuannya. Ya, kandidat paling kuat memang saudara Roy, Wisnu untuk mengganti posisinya. Tapi Ma
Tadi malam benar-benar hal yang luar biasa hebat. Maven tidak berbohong tentang staminanya. Setelah sesi pertama berakhir, tidak butuh waktu lama untuk Maven kembali bersemangat. Rhea bahkan belum selesai mengatur napasnya, atau paling tidak merapikan rambutnya yang berantakan di dahinya yang berkeringat. Pria itu sudah menariknya untuk duduk di pangkuannya dan kembali bergerak. Ketika Rhea kelelahan, dia hanya kembali membaringkan Rhea dan melanjutkan begitu saja. Yah, Rhea memang lelah, tapi dia sangat puas. Dia tidak tahu bercinta bisa terasa mengagumkan. Saking kagumnya, Rhea tidak menghitung berapa kali kegembiraannya datang. Dan sekarang Rhea merasakan sakit disekujur tubuh. Terima kasih untuk pria itu yang tidak mengerti kata ‘istirahat’. Biasanya, Rhea selalu bangun sangat awal. Namun pagi ini dia kesiangan. Tidak ada Maven, tidak ada Tony, tidak ada siapapun selain Gemma dan pelayan yang menyeduhkan teh untuk Gemma. Rhea hanya menyapa singkat Gemma sebelum pergi ke tempat k