Share

Bab 139

Qeiza masih belum mampu membebaskan pinggangnya dari lilitan lengan Chin Hwa. Mata mereka pun masih saling melekat satu sama lain. Menyebabkan Qeiza bertambah gusar.

Irama detak jantungnya kini seperti tabuhan Tamatam. Semacam teknik pukulan pada Dol—alat musik tradisional khas Bengkulu. Temponya cepat dan konstan. Hanya saja, kecepatan itu bukan terlahir dari suasana riang, melainkan cemas.

Seseorang mengetuk pintu cukup keras. Qeiza sangat bersyukur. Suara ketukan itu membuat Chin Hwa menarik lepas tangannya. Selekasnya Qeiza melangkah mundur, lalu hendak keluar dari ruangan bosnya itu.

“Selamat pagi, Nona Kim!” Freud menyapa Qeiza. Dia tidak menyangka wanita itu sedang bersama bosnya. Qeiza hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Berdiri di sisi kiri meja kerja Chin Hwa.

“Kau mendapatkannya?” tanya Chin Hwa.

Dia mengalihkan pandangannya dari layar monitor komputer ke wajah Freud. Pintar sekali dia bersandiwara.

“Ini!” Freud menyerahkan sebuah flashdisk kepada Chin Hwa.

“Kau su
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status