Share

BAB 5

Nancy membaca semua berkas yang diberikan oleh orang bayarannya. Setelah kedatangan Dirra dan keluarganya, dia meminta orang untuk mencari tahu mengenai siapa ayah dari anak yang dikandung oleh Dirra.

Nancy tahu benar kalau anaknya, Janggala. Sudah berpacaran selama dua tahun dengan Dirra, awalnya dia tahu benar kalau Janggala hanyalah menjadikan perempuan itu sebagai bahan taruhan. Namun entah sejak kapan hubungan itu nampak lebih serius dari seharusnya.

“Jadi, Dirra gak ada keluar sama laki-laki lain selain sama Gala?”

“Betul nyonya, dua bulan lalu keduanya pergi ke hotel karena tuan Janggala membuat kejutan acara dua tahun hubungan mereka.” Jawab pria bertubuh besar dan kekar itu dengan suara yang penuh hormat.

Nancy mengecek foto-foto yang diambil diam-diam oleh orang yang menguntit keduanya.

Berarti, ucapan Dirra mengenai kehamilan itu adalah benar. Perempuan itu tidak berhubungan dengan pria manapun selain anaknya, sialan.

“Tetap saja saya gak mau ngakui kalau anak itu cucu saya. Cari tahu mengenai Dirra dan juga rumah yang mereka tempati, kalau ada celah untuk mengusirnya beritahu saya!” Titahnya pada pria itu yang kemudian mengangguk cepat sembari pergi dari hadapan Nancy.

Nancy memberi isyarat pada sekretarisnya untuk membereskan berkas-berkas tersebut sebelum Janggala melihatnya.

Dia tahu, Janggala sedang begitu frustasi mengenai kehamilan Dirra. Tapi dia tidak ingin keduanya bersama bahkan sampai menikah, dia tidak sudi menjadi besan dari seorang miskin seperti mereka.

“Lavani sudah kembali dari New York?” Tanyanya pada Eveline, sekretarisnya.

Eveline menghentikan kegiatannya sebentar kemudian menjawab, “Sudah sejak dua bulan lalu, nyonya.”

“Bagaimana dengan keluarganya? Kamu sudah mengutarakan keinginan saya mengenai perjodohan itu?”

“Sudah dilakukan nyonya, keluarga Hanggara tentunya begitu senang mendengar hal itu dan ingin segera mengesahkan apa yang direncanakan.” Ucap Eveline, menyimpan berkas-berkas tersebut masuk ke dalam laci agar tidak ditemukan oleh orang lain.

Nancy mengangguk-angguk.

Keluarga Hanggara bergerak di bidang kontraktor, PT JANJI HANGGARA masuk dalam sepuluh besar perusahaan kontraktor raksasa di Indonesia. Sedangkan keluarga Tantra bergerak di bidang perusahaan properti yang menangani real estate. Menyakup kawasan komersial, industri, perumahan, fasilitas umum hingga lapangan golf.

Keduanya adalah perusahaan yang termasuk dalam sepuluh besar perusahaan raksasa dan berpengaruh di Indonesia.

Keluarga Hanggara memiliki satu anak bernama Lavani Hanggara, usianya satu tahun dibawah Janggala. Sejak kecil mereka sudah saling mengenal dan akrab.

“Atur jadwal bertemu dengan keluarga Hanggara, bagaimanapun perjodohan ini harus berjalan.” Kata Nancy dengan tegas.

Bagaimanapun dia tidak mengizinkan Janggala dan Dirra untuk bersatu.

Di kantor, Janggala masih berada di ruangannya. Dia menatap seisi ruangan yang akhir-akhir ini sudah begitu familiar dengannya. Semenjak ayahnya meninggal beberapa bulan lalu, semua tanggung jawab sebagai seorang CEO dilimpahkan padanya.

Keputusan menjadi CEO sementara sesuai dengan keputusan para dewan direksi, yang tidak lain petingginya adalah Nancy Iriana. Ibunya. Sedangkan beberapa orang tidak menyetujui hal itu karena tugas seorang CEO begitu besar, mereka tidak melihat potensi itu ada di dalam diri Janggala karena usianya yang masih belia.

“Pak, semua rapat sudah selesai. Bapak mau pulang sekarang atau makan dulu?” Tanya Siska, sekretaris pribadi Janggala yang berada di pintu menunggu jawabannya.

Janggala melirik jam diatas meja, sudah pukul enam sore.

“Pulang aja duluan, saya masih mau disini. Tolong bilang pak Riko tunggu di parkiran saja.” Jawab Janggala pada Siska yang kemudian mengangguk dan menutup pintu kantor.

Janggala menatap lagi ponselnya, dia tengah berpikir bagaimana dia bisa menghubungi atau mendatangi Dirra tanpa ketahuan ibunya. Aksesnya pada Dirra benar-benar dibatasi, bahkan supir pribadinya pak Riko enggan untuk membantunya mendatangi Dirra.

“Gala!” Tiba-tiba sebuah panggilan mengejutkannya, Janggala mengangkat kepalanya yang tengah menunduk dan mendapati seorang perempuan dengan wajah campuran berdiri di depan pintu, senyumnya mengembang lebar.

“Lavani!” Janggala kemudian bangun dari duduknya dan mendekati wanita itu sambil memeluknya dengan erat.

“Astaga! Kamu tinggi banget sekarang!” Ucap Lavani sambil berjinjit berusaha menepuk puncak kepala Janggala seperti mereka ketika kecil.

“Tentu! Kamu kembali dari New York?”

“Ya, aku akan tinggal di Indonesia.”

Janggala mengerenyitkan dahinya, seingat Janggala setelah orangtua Lavani bercerai beberapa tahun lalu dia memutuskan ikut dengan ibunya tinggal di New York. Ayahnya belum menikah lagi, tapi semua orang tahu perceraian itu terjadi karena ayah Lavani memiliki banyak wanita simpanan.

“Kau akan berkuliah disini?”

Lavani mengangkat kedua bahunya, “Gak ada yang bisa nerusin perusahaan selain aku, sama seperti kamu ‘kan?”

Janggala hanya tersenyum tipis. Sejak kecil dia dan Lavani sudah menjadi bahan perbincangan oleh para orang dewasa, keduanya adalah anak tunggal keluarga dengan perusahaan raksasa. Semua asset dan perusahaan tentu saja akan jatuh ke tangan mereka.

Janggala kemudian mempersilahkan Lavani untuk duduk dan keduanya mengobrol sebentar, Lavani seperti dahulu masih seorang wanita dengan pribadi yang ceria. Meskipun perbedaan usia mereka satu tahun tapi pemikiran dan sikapnya jauh lebih dewasa.

“Loh, ada Lavani?” Nancy masuk ke dalam kantor Janggala sambil tersenyum lebar, dia berjalan menghampiri Lavani yang menyambutnya dengan senang. Keduanya saling peluk.

“Tante apa kabar?” Tanya Lavani sambil memeluk dan mencium pipi Nancy.

“Tentu baik! Tante baru saja sampai karena mau ajak Janggala makan malam bersama, ternyata kamu disini juga. Ayo kita makan malam bareng-bareng!” Ujarnya sambil mengelus pinggang Lavani yang kemudian menyetujui ajakan makan malam itu.

“Aku gak bisa, ada urusan.” Janggala berkata, membuat Nancy dan Lavani menoleh.

Nancy menatapnya tidak suka.

“Kok gitu sih Ga? Aku baru datang loh, ayo makan bareng-bareng!” Ajak Lavani, dia kemudian mendekat pada Janggala sambil menggamit tangan pria itu manja.

“Ya, kita makan malam bareng-bareng sambil obrolin perjodohan kalian. Ibu gak sabar jadikan Lavani menantu ibu!”

Janggala menoleh dengan cepat, matanya terbelalak mendengar hal itu. Dia sama sekali tidak mengerti apa maksud ucapan ibunya.

“Aduh tante jangan ngomongin itu! Aku sama Gala baru ketemu setelah sekian lama.”

Nancy tersenyum lebar sambil melirik Janggala, “Gak apa-apa, toh Gala juga sedang sendirian. Tante akan sangat senang kalau kalian bisa bareng-bareng dalam pernikahan.”

Janggala terdiam, tenggorokannya seperti tercekat. Dia tidak mampu mengatakan apapun, dia tidak memiliki kuasa apapun. Bagaimanapun usianya masih begitu muda untuk membantah. Tangannya mengepal dengan kencang.

Dia hanya ingin bertemu dengan Dirra.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status