‘Memalukan! Menyedihkan!”Umpat Dzurriya sambil menatap dirinya sendiri di kaca. Air mata yang mulai mengalir, langsung diusapnya dengan kesal.‘Sampai kapan kau akan terus memikirkan lelaki yang bahkan tak peduli padamu dan terus mempermainkanmu itu’Dzurriya begitu jengah dengan apa yang terjadi, lebih-lebih terhadap dirinya sendiri yang seperti memohon bisa mendengar suara suaminya tersebut meski sejenak. Padahal jelas-jelas suaminya itu tak peduli dan bahkan mempermainkannya.“Mulai hari ini hanya ada Dzurriya dalam perjanjian kita saja,” ujarnya lalu mengambil jaket hitam pemberian Eshan dan melemparnya ke dalam lemari bagian bawah sekenanya.******‘Aku baik-baik saja’Dzurriya bangun pagi-pagi sekali dan segera membersihkan diri.‘Ayo menjadi sibuk dan bahagia, Dzurriya’Ia ke dapur dan mengambil beberapa bahan masakan untuk dimasak.Para pelayan telah melarangnya, tapi sepertinya mereka tidak cukup berani untuk menghalanginya melakukan hal yang ia inginkan. Apalagi Dzurriya
Dzurriya mulai merasakan pening lagi di kepalanya, ia mengernyitkan dahinya kemudian membuka matanya perlahan-lahan.Terlihat atap kamarnya. ‘Apa yang terjadi?’Terakhir kali yang ia ingat ia mau pergi bersama Ryan.Ia kemudian menyiratkan pandangannya ke segala arah, tampak di sampingnya Ryan dengan wajah yang begitu cemas.“Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar,” ucap lelaki itu terdengar begitu lega.Dzurriya tersenyum lemah.Ia mencoba mengangkat tangannya yang terasa lemas, karena ingin menekan kepalanya yang masih pening, saat kemudian Ia sadar, ada selang infus menancap di punggung tangannya tersebut.“Aku kenapa?” tanya Dzurriya heran.“Kamu dehidrasi dan anemia, jadi aku terpaksa menginfusmu. Mulai sekarang kamu harus jaga dirimu baik-baik jangan mudah larut dalam emosi,” saran Ryan terdengar penuh kepedulian.Dzurriya menoleh ke arah lain, ia tak ingin mendengarkan saran apapun dari siapapun.“Kamu tidak boleh ceroboh lagi, Dzurriya.” Lelaki itu terdengar menghela napas panja
“Serahkan padaku!”Dzurriya yang masih tersengal-sengal dengan lemas, terkesiap mendapati suaminya tiba-tiba berada di depannya dengan tatapannya yang tajam ke arah Ryan.“Turunkan aku, Ryan!” pinta Dzurriya yang masih sangat kesal dengan suaminya.Ia tak mau Ryan terkena masalah.Sekilas Eshan terlihat menatapnya hangat.Tapi itu tak cukup mengobati luka Dzurriya.“Pelayan, tolong bopong aku?”Para pelayan wanita yang tadi menghidangkan makanan itu hendak membopongnya, tapi terlihat mengurungkan niatnya. Pasti karena takut pada Eshan yang tengah menatap mereka. Eshan sendiri tampak berusaha meraih tangannya, namun ia menghindar dan menampiknya. Sambil menatap suaminya dingin. Sayangnya, tubuhnya yang lemas belum bisa menopang berat badannya, ia terhuyung hampir jatuh. Untunglah Eshan begitu sigap dan menangkap badannya dari depan.Lelaki itu segera menggendongnya dan membawa masuk kamar.“Turunkan aku,” ucap Dzurriya lemas.“Aku akan menurunkanmu di tempat tidur, jangan keras kepal
BAB 61“Kenapa aku merasa tandanya sama persis seperti saat Alexa awal hamil. Apa kau yakin?” tanya Eshan terdengar tak percaya dengan ucapan Ryan bahwa istri keduanya itu hanya dehidrasi dan anemia saja..“Sebenarnya aku tak ingin mengatakannya.”‘Apa yang mau kau katakan Ryan’Dzurriya benar-benar dibuat was-was dengan percakapan kakak dan adik sepupu di luar kamar barunya itu.“Bukan apa-apa, bisa-bisanya setelah proses inseminasi, kakak malah meninggalkannya untuk liburan.”Dzurriya bertambah cemas mendengar ucapan Ryan tersebut.‘Apa yang mau kau katakan?’“Apa maksudmu?”Rasa-rasanya ia dan suaminya sama-sama penasaran dan khawatirnya dengan ucapan Ryan selanjutnya.Ia remas mangga yang sedang berada ditangannya itu sampai setengah hancur tanpa sadar.“Dzurriya beberapa hari larut dalam tangisan, matanya sembab karena kakak. Makannya tak rutin. Saat mulai ceria, ternyata itu hanya caranya dia berusaha melupakanmu. Ia melakukan semua pekerjaan rumah tanpa istirahat dan makan. Dit
Dzurriya terbangun dengan ujung pistol menempel ke arah perban di atas dahinya. Matanya langsung membelalak kaget. “S-siapa kamu—”Suara Dzurriya tertahan kala melihat seorang lelaki asing dengan setelan jas hitam lengkap yang sama sekali belum pernah ia temui. Raut wajahnya terlihat sangat tenang, tapi dingin juga kejam. “Apakah tidurmu nyenyak?” suara rendah lelaki itu membuat tubuhnya seketika berkeringat dan kaku.Dzurriya tak berani bergerak. Ia juga tidak bisa merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya tadi. Bahkan napasnya seakan tertahan di antara kedua bibirnya yang bergetar lirih.Mata lelaki itu menatap tajam ke arah Dzurriya di balik kacamata. Mulutnya tak bergeming. Telunjuk tangan kanannya yang terlihat sigap sedang mencengkram pelatuk, siap menembaknya kapan saja. Tapi bukan itu yang paling membuat jantungnya berdegup kencang ketakutan. Saat ini, ia dipenuhi banyak pertanyaan yang membuatnya terasa bising dalam keheningan. ‘Kenapa aku di sini? Siapa lelaki ini? Apa ya
Dzurriya langsung membuka matanya. Ia pun menoleh ke arah lelaki itu, yang juga sedang membulatkan matanya ke arah Alexa.“Sayang! Apakah kamu sadar dengan apa yang barusan kamu minta?” Eshan berkata tegas, tapi terdengar nada panik dan syok di sana.Alexa menjawab, “Ya, aku ingin kau menikahinya.”“Kenapa kamu bicara begitu? Aku memang akan menuruti semua keinginanmu. Semuanya, tak terkecuali. Tapi gak dengan menikahinya.” Eshan menggeleng. “Dia baru saja membunuh anak kita dan membuatmu menderita. Seharusnya—”“Jadi kamu bohong?” potong Alexa dengan wajah memerah. Dzurriya juga melihat tangan wanita itu terkepal kuat di pangkuannya. “Kamu bilang, kamu akan melakukan apa pun untukku!”“Bukan begitu, Sayang….”“KAMU BERBOHONG!” Alexa tiba-tiba berteriak, membuat Alexa yang masih berlutut di depannya pun jatuh terduduk karena kaget. “Aku ingin dia membayar apa yang dia berikan padaku!” Alexa menunjuk kasar Dzurriya, kemudian berbalik menatap Eshan lagi. “Kenapa kamu tidak mengerti?!”
“Itu harga yang harus kamu bayar karena sudah membunuh anakku dan membuat istriku menderita.”Dzurriya kembali tertohok ketika diingatkan oleh kata-kata Alexa beberapa saat lalu. Perasaan bersalah itu membuatnya merasa sangat kotor. Benar! Ia tidak punya hak apa-apa untuk menolak, dirinya sangat berdosa. Bahkan ini belum seberapa dengan apa yang sudah dilakukannya. “Cepat tanda tangan!” ucapan Eshan yang dingin dan menusuk itu membuat badannya sontak terkejut.Suara dan tatapan Eshan memberikan tekanan untuk Dzurriya. Ia ketakutan, ditambah tidak bisa mengingat apa pun sekarang. Begitu bangun, ia langsung dihadapkan dengan ancaman Eshan dan Alexa.Dzurriya tidak punya pilihan lain. Ia tidak mau mati sekarang.Dengan ragu, ia mulai menanda tangani surat di atas materai itu. Namun, ia menyadari sesuatu.‘Dzurriyatul Jannah... nama di bawah materai itu Dzurriyatul Jannah…“Apa ini namaku?” tanyanya sambil menunjuk tulisan nama itu.“Jangan berpura-pura! Cepat tanda tangani!”‘Jadi bena
Dari kolong meja, Dzurriya menebak kalau Eshan ke dapur untuk mengambil minum. Karena suasana yang sunyi, Dzurriya bisa mendengar setiap gerakan lelaki itu dengan jelas. Ia pun terus menegang di kolong meja, bahkan sampai menahan napasnya.Sampai akhirnya, terdengar suara langkah kaki Eshan yang menjauh. Dzurriya pun menghela napas panjang dan keluar dari kolong meja. Ia harus buru-buru kembali ke kamar sebelum Eshan melihatnya di sini tanpa memakai kerudung.Namun, ia sama sekali tidak sadar kalau lampu dapur masih menyala terang.“Ekhem!”Dzurriya refleks menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Ia ingin segera berlari, tapi seluruh tubuhnya terasa kaku tak bisa digerakkan.Hanya matanya yang bisa melirik ke arah kanan, di mana Eshan berdiri dengan kimono tidur berwarna hitam dan tangan terlipat di dada. Rambutnya yang biasa ditata ke atas, kini diturunkan dan menutupi dahinya yang indah. “Sedang apa—”“Maafkan aku! Aku lapar, aku hanya ingin makan, sungguh!” ucap Dzurriya cepat den