Share

BAB 2

Dzurriya langsung membuka matanya. Ia pun menoleh ke arah lelaki itu, yang juga sedang membulatkan matanya ke arah Alexa.

“Sayang! Apakah kamu sadar dengan apa yang barusan kamu minta?” Eshan berkata tegas, tapi terdengar nada panik dan syok di sana.

Alexa menjawab, “Ya, aku ingin kau menikahinya.”

“Kenapa kamu bicara begitu? Aku memang akan menuruti semua keinginanmu. Semuanya, tak terkecuali. Tapi gak dengan menikahinya.” Eshan menggeleng. “Dia baru saja membunuh anak kita dan membuatmu menderita. Seharusnya—”

“Jadi kamu bohong?” potong Alexa dengan wajah memerah. Dzurriya juga melihat tangan wanita itu terkepal kuat di pangkuannya. “Kamu bilang, kamu akan melakukan apa pun untukku!”

“Bukan begitu, Sayang….”

“KAMU BERBOHONG!” Alexa tiba-tiba berteriak, membuat Alexa yang masih berlutut di depannya pun jatuh terduduk karena kaget. 

“Aku ingin dia membayar apa yang dia berikan padaku!” Alexa menunjuk kasar Dzurriya, kemudian berbalik menatap Eshan lagi. “Kenapa kamu tidak mengerti?!” 

Teriakan wanita itu semakin histeris. Ia berteriak tidak karuan, sampai membuat kursi roda itu mulai oleng. Melihat itu, Dzurriya beringsut mundur dan merapat ke salah satu tembok.

Alexa yang menangis seperti orang gila, ancaman Ehsan, dan tatapan para pengawal di sana membuat Dzurriya semakin tertekan. Ia memeluk lututnya yang gemetar. Napasnya memburu tidak karuan.

Kepalanya mulai sakit, seiring dengan sekelebat bayangan melintas kembali. Ia ingat dirinya sedang berlari, entah dari apa. Lalu, memasuki jalan raya, dan tertabrak sesuatu.

“Ahh!” Dzurriya memegang kepalanya yang sakit luar biasa.

Dan kemudian, pandangannya pun menjadi gelap.

Dzurriya pingsan di sana.

***

“Aku tau kau sangat membencinya, tapi tolong… dia masih pasienku.”

Dahi Dzurriya mengernyit saat mendengar suara lelaki asing masuk ke telinganya. Ia bisa mendengar suara berisik dari sisi kiri dan kanan. Hidungnya pun kembali mencium bau obat-obatan.

Kemudian, terdengar suara dengusan keras. “Masa bodoh. Urus saja dia.”

Dzurriya refleks membuka mata begitu mendengar suara Eshan. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamar berwarna putih. Ini tampak seperti kamar rawatnya yang pertama. 

Dzurriya menoleh, mendapati seorang lelaki berjas snelli yang sepertinya menantikannya siuman. Tidak ada Eshan di sana, mungkin lelaki itu sudah pergi.

“Apa kamu sudah baikan?” tanya lelaki berjas snelli itu. Hanya dia yang tampak agak ramah.

“Ya.” jawab Dzurriya lirih.

Lelaki itu mengambil stetoskop yang sedari tadi tergantung di lehernya untuk memeriksa detak jantung Dzurriya. Kemudian dengan dua jarinya, dia mengetuk-ngetuk bagian perut Dzurriya. 

“Setelah ini, aku akan memberimu obat, minumlah setelah makan ini,” perintah lelaki yang ternyata dokter itu, lalu memberinya  nampan berisi menu makanan lengkap.

Dzurriyya segera mengambil piring nasi tersebut, dan memakannya sesuap demi sesuap.

Lima menit diisi keheningan. Sang dokter tidak langsung keluar, melainkan duduk di depannya dan memperhatikan Dzurriya makan. Mungkin karena menyadari kalau Dzurriya sedang memperhatikannya, dokter itu pun tersenyum.

“Apa ada yang ingin kau tanyakan?”

Dzurriya tersedak. Dokter ini sangat peka. “M-maaf….”

Dokter itu memberikan segelas air kepada Dzurriya. “Santai saja. Apa yang ingin kau tanyakan?”

Dzurriya meminum air putih itu sampai setengah gelas, lalu mulai membuka mulut. “Bagaimana saya bisa ke sini?”

Seolah sudah menduga pertanyaan Dzurriya, dokter itu menjawab dengan lancar. “Kau mengalami kecelakaan bersama wanita yang barusan pingsan di kamar ini. Mereka adalah Pak Eshan dan Bu Alexa, salah satu pasangan terkaya dan paling berpengaruh di Asia.”

Napasnya tercekak.

Orang berpengaruh di Asia? Kenapa Dzurriya bisa berurusan dengan orang-orang seperti itu? Apa yang terjadi sebelumnya?

“Kenapa, apa ada sesuatu yang mengganggumu?”

Dzurriya menggeleng cepat. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan, tapi mendengar dokter itu menyinggung soal reputasi Eshan dan Alexa, membuatnya bergetar ketakutan. Apalagi dokter tersebut tampak dekat dengan mereka.

‘Apakah aku sudah membuat masalah dengan orang yang salah? Tapi… aku tak ingat apa-apa!’

Brak!

Di saat Dzurriya gemetaran, pintu ruangannya kembali terbuka.

“Tinggalkan kami!” Suara parau dan berat itu kembali. Suasana mencekam itu datang bersama tatapan dingin sepasang mata di balik kacamata.

Dokter itu keluar tanpa banyak bicara. Dzurriya juga tidak bisa memohon banyak, walaupun tatapan iba sang dokter tetap mengarah padanya sampai pintu tertutup. Sekarang, Dzurriya hanya berdua dengan Eshan di dalam ruang dingin itu.

Dzurriya memilih diam, dan tiba-tiba Eshan berucap….

“Besok kita menikah.”

Belum sempat Dzurriya menanggapi ajakan menikah yang dingin itu, Eshan sudah mengulurkan selembar kertas ke hadapannya. “Tanda tangan di sini!” 

“A-Apa ini?” tanya Dzurriya memberanikan diri.

“Kau bisa baca, kan?” ucap Eshan dingin.

Dzurriya membaca baris pertama surat yang disodorkan Eshan. Matanya membulat kala melihat tulisan ‘Pernikahan Kontrak’ di sana. Belum lagi ada kalimat yang menyatakan kalau Dzurriya harus jadi rahim pengganti dan melahirkan seorang anak dari Eshan.

Dan tanpa memiliki hak asuh atas anak tersebut.

“R-rahim pengganti?” tanya Dzurriya dengan suara pelan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status