Share

BAB 5

Dzurriya langsung kembali menundukkan kepala ketika melihat gestur Eshan. Bukan hanya takut kena marah, tapi karena malu melihat dada Eshan yang terekpos karena ulah Alexa tadi.

Lelaki itu merapikan kancing kemejanya, lalu berjalan menuju pintu. Dzurriya sedikit bergeser dari sana, menghindari kontak dengan Eshan. 

Tap!

Masih dengan pandangan tertuju di lantai, Dzurriya bisa merasakan Eshan berhenti sejenak di depannya. Tangan Dzurriya saling bertaut, ketakutan. Apa kali ini Eshan akan memarahinya lagi?

“Untung saja kau terlihat seperti orang normal hari ini,” ucap Eshan, lalu berlalu pergi.

Dzurriya mengangkat kepalanya dengan cepat. ‘Apa maksudnya?’

Ia menatap punggung suaminya yang kemudian menghilang dari balik pintu lift. 

“Dia tampak tampan dan gagah dengan setelan itu, kan?”

Dzurriya langsung menoleh kembali, dan menyadari ada Alexa di belakangnya.

“I-itu–”

“Tapi jangan coba-coba berpikir ingin memilikinya. Aku akan membunuhmu sebelum dia!” ancam wanita itu sambil melotot tajam ke arahnya, kemudian berbalik meninggalkan Dzurriya yang ragu-ragu untuk masuk.

“Hei, kau bodoh, ya?! Masuk!” teriak wanita itu memanggilnya. 

Dzurriya tersentak kaget dan buru-buru masuk.

Matanya membulat, merasa begitu takjub dengan luas dan mewahnya kamar utama di rumah itu. Mulutnya menganga lebar sambil memperhatikan sekitar. 

Nuansanya minimalis, yang didominasi warna putih dan abu-abu. Dinding kaca lebar memenuhi bagian depannya, sehingga pemandangan langit dan halaman depan terpampang nyata.

“Tutup mulutmu! Menjijikkan!” suara sinis Alexa yang tiba-tiba, membuat Dzurriya langsung menutup mulut. Lagi-lagi kepalanya tertunduk.

“Dengarkan aku baik-baik, karena aku tidak suka mengulang ucapanku.” Alexa berdiri di depan Dzurriya sambil melipat tangannya di dada. 

“Cepat sortir dan bungkus barang-barang amal ini, lalu bawa ke bawah,” lanjut Alexa sambil menunjuk tumpukan pakaian, alat tulis, hiasan, sampai lukisan yang tertumpuk di pojok kamar.

Namun, sebelum Dzurriya bertanya apa maksudnya, Alexa kembali mengoceh panjang-lebar tanpa jeda.

“Habis itu, mandikan Snow.” Alexa menggendong kucing yang sedari tadi ada di atas tempat tidurnya, lalu menciumnya. “Aku tidak suka membawanya ke pet shop, itu sangat beresiko. Entah apa yang akan mereka lakukan padanya. Jadi kau tau kan, kau jangan membuat satu kesalahan pun terhadap Snow!”

“K-kenapa Anda menyuruh saya?” tanya Dzurriya setelah memberanikan diri.

“Kau tanya kenapa?” ulang Alexa sinis, sambil kembali menaruh kucingnya kembali di atas kasur. “Setidaknya buatlah dirimu sedikit berguna di sini. Apa kau berpikir hanya ingin berperan sebagai istri kedua yang hidup enak? Atau kau juga sampai berpikir ingin memiliki suamiku seutuhnya setelah menjadi istri kedua?”

“B-bukan seperti itu–”

“LAKUKAN SAJA APA YANG KUKATAKAN!” teriak Alexa, memotong penjelasan Dzurriya. “Kau mengerti tidak?!”

“B-Baik. Akan saya kerjakan,” ucap Dzurriya akhirnya.

Alexa mendengus, lalu melengos untuk mengambil tas tangan mewah yang ternyata sudah ia siapkan. “Aku akan kembali siang ini, dan semuanya harus sudah selesai!” 

Dzurriya hanya mengangguk, dan Alexa pun keluar dari kamar tanpa menoleh sedikit pun.

Dzurriya melakukan segala yang diperintahkan Alexa tadi. Tidak ada yang membantunya, mungkin memang Alexa sudah merencanakan semua ini. 

Badannya terasa remuk karena harus turun-naik dengan tangga, bukan lift. Entah kenapa tiba-tiba lift di rumah itu tidak berfungsi, sehingga Dzurriya terpaksa mencari cara lain.

“Hanya tinggal mengurus Snow,” gumam Dzurriya setelah selesai mengurus barang amal itu.

“Meong~!”

“AH!” 

Dzurriya sedikit terperanjat kala kucing berbulu putih itu tahu-tahu sudah ada di dekat kakinya. Ia pun menggeser kakinya. Entahlah, tubuh Dzurriya seakan kaku untuk menyentuh hewan berbulu itu.

“Ayo, Cantik. Kita mandi, ya.” Walaupun sudah merasa pusing, Dzurriya tetap ingin menyelesaikan pekerjaannya. 

Ia sama sekali tidak menyadari kalau ruam mulai menjalar di leher dan tangannya, menciptakan sensasi panas perlahan dan bercampur gatal.

Dzurriya pun menggendong kucing yang baru saja mengeong karena terganggu tidurnya, dan membawanya ke kamar mandi. Namun, mungkin karena tahu akan dimandikan, Snow mulai terlihat tak nyaman.

“Gak apa-apa, Snow. Ini cuma seben–hachi!”

Tepat ketika Dzurriya bersin, Snow pun terlepas dari gendongannya. Kucing itu melompat dan keluar dari kamar mandi secepat kilat.

Dug!

Dzurriya terpeleset di depan kamar mandi, hingga kepalanya terbentur kusen pintu. Ia yang sedari tadi sudah merasa pusing, pandangannya mulai kabur. 

***

Di waktu yang sama, di ruang kerja Eshan.

“Ah! Brengsek! Kenapa aku gak bisa fokus?!” gerutu Eshan sambil menutup laptopnya dengan keras.

Ia pun melempar tubuhnya ke sandaran kursi sambil mendesah panjang. Dadanya terasa berdenyut-denyut tak karuan tanpa sebab. Bola matanya yang sedari tadi menatap langit-langit ruangan pun terpejam, memikirkan apa sebenarnya yang sedang dirasakan dan dipikirkannya.

‘Apa ini? Kenapa aku kepikiran wanita sialan itu?’

Sejak meninggalkan kamarnya, pikiran Eshan jadi tidak tenang. Ia kepikiran, apa yang Alexa lakukan kepada wanita itu. Apakah Alexa kembali tantrum seperti waktu itu–

“Gak! Aku gak mengkhawatirkan dia! Aku hanya takut barangku dicuri saja. Apalagi dia sekarang sendirian di kamarku.”

Eshan memijat pelipisnya beberapa saat, tapi kepalanya tidak berhenti berdenyut. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk beranjak dari kursinya. Ia harus memastikan dengan matanya sendiri kalau wanita itu tidak berulah.

Sampai di depan kamarnya, suasana terasa hening. Tidak terasa ada tanda-tanda kehidupan dari luar sini. Lalu, lelaki itu pun membuka pintunya.

‘Tak ada siapa pun?’

“Meaw~!”

“Snow?” Eshan menunduk dan mengelus kepala kucing berbulu putih itu. “Kok kamu sendiri, mana orang yang tadi di sini?”

Kucing itu seperti mengerti maksud majikannya, dan segera berbalik, lalu berlari ke arah toilet dengan kaki pendeknya. Eshan mengeryitkan dahi, tapi tetap mengikutinya.

“Dzurri!”

Betapa kagetnya Eshan ketika mendapati Dzurriyya terbaring di balik pintu, dekat dinding toilet yang transparan itu. Bajunya tampak sedikit basah. Namun, beberapa kali dipanggil pun Dzurriya sama sekali tidak menyahut.

Segera Eshan masuk dan menggendong Dzurriya dengan panik. Apalagi ketika melihat guratan berdarah di dahi istri keduanya itu. Dibaringkannya wanita itu di atas tempat tidurnya.

“Sial! Apa yang terjadi padanya!”

Saydh5

Wahhh kayaknya ada yang mulai peduli nih hehe

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status