Share

BAB 4

Dari kolong meja, Dzurriya menebak kalau Eshan ke dapur untuk mengambil minum. Karena suasana yang sunyi, Dzurriya bisa mendengar setiap gerakan lelaki itu dengan jelas. Ia pun terus menegang di kolong meja, bahkan sampai menahan napasnya.

Sampai akhirnya, terdengar suara langkah kaki Eshan yang menjauh. Dzurriya pun menghela napas panjang dan keluar dari kolong meja. Ia harus buru-buru kembali ke kamar sebelum Eshan melihatnya di sini tanpa memakai kerudung.

Namun, ia sama sekali tidak sadar kalau lampu dapur masih menyala terang.

“Ekhem!”

Dzurriya refleks menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Ia ingin segera berlari, tapi seluruh tubuhnya terasa kaku tak bisa digerakkan.

Hanya matanya yang bisa melirik ke arah kanan, di mana Eshan berdiri dengan kimono tidur berwarna hitam dan tangan terlipat di dada. Rambutnya yang biasa ditata ke atas, kini diturunkan dan menutupi dahinya yang indah. 

“Sedang apa—”

“Maafkan aku! Aku lapar, aku hanya ingin makan, sungguh!” ucap Dzurriya cepat dengan mata terpejam rapat. Ia sudah membayangkan ujung pistol Eshan sudah mengarah kembali ke kepalanya.

Karena tidak mendengar balasan Eshan cukup lama, Dzurriya pun membuka matanya. Ia melihat Eshan hanya diam di tempatnya.

Lalu, lelaki itu menggeleng pelan sambil berdecak, dan berjalan mendekat. Sontak, Dzurriya berjalan mundur sampai punggungnya merapat ke pintu kulkas. Ia sudah lupa dengan rambutnya yang tidak tertutup kerudung.

Eshan tidak juga berhenti, meskipun posisi Dzurriya sudah terpojokan.

‘Ya Allah! Apa yang mau lelaki ini lakukan?’ Dzurriya kembali menutup rapat matanya. Tangannya pun disilangkan di depan dada.

Ia bisa merasakan aroma musk itu semakin pekat menusuk hidungnya, desah napasnya pun terasa di atas permukaan kulit pipinya. 

Seketika, bulu kuduk di sekujur tubuhnya bergetar. Apalagi sekarang jemari tangan kekar itu tengah terulur perlahan di bawah bahunya, sambil menjumput untaian kerudungnya dan menyilangkannya di pundak dengan lembut. 

“Bukankah sudah kubilang?” suara rendah lelaki itu menyapu lembut telinga Dzurriya. Sontak wanita itu pun bertambah merinding.

“A-apa?” cicit Dzurriya.

“Kalau butuh sesuatu, panggil pelayan.” Tangan Eshan yang terulur di belakang punggung Dzurriya itupun memencet sebuah tombol di samping kulkas dua kali, sampai terdengar seperti suara bel.

Tikno, sang kepala pelayan, keluar dari lorong di depannya sambil berlari kecil. Napasnya terlihat terengah, seperti buru-buru datang untuk menghampiri tuannya.

“Ya, Tuan,” sapa Tikno sambil membungkukkan badan.

Dzurriya langsung tersadar ketika melihat Tikno datang, dan segera menyembunyikan rambutnya menggunakan kedua tangannya. 

Kemudian, terdengar suara decakan dari Eshan, yang berdiri tepat di depannya. Ketika Dzurriya merasa ia akan mendapat omelan lagi, Eshan justru bergeser ke arah kanan, membuat bayangan tubuh tingginya menutupi sosok kecil Dzurriya sepenuhnya.

“Siapkan makanan untuk nyonyamu. Dan jangan ditinggalkan sampai dia selesai makan, mengerti?”

Dzurriya mengerjapkan mata. ‘Eh? Apa yang baru dia katakan….’

“Baik, Tuan,” jawab Tikno, bersiap untuk berjalan ke arah kulkas.

***

Kejadian semalam mungkin bisa menjadi satu keajaiban yang dialami Dzurriya. Setelah puluhan malam hidup dalam ketakutan, baru kali ini ia melihat sisi lain Eshan.

Lelaki itu memang masih berkata dingin dan tidak peduli padanya. Namun di satu sisi, Eshan terlihat jauh lebih lembut daripada ketika mereka pertama kali bertemu.

‘Apa dia mulai menerimaku sebagai istrinya?’ pikir Dzurriya sambil merapikan kerudungnya. Dia baru saja selesai mandi.

Tok…Tok…Tok…

“Permisi, Nyonya. Saya Tikno. Apakah saya boleh masuk?” suara ketukan pintu itu diiringi oleh suara Tikno selanjutnya.

Dzurriya segera membuka pintu kamar, dan menghadapi Tikno. “Ya, Tikno. Ada apa?” tanya Dzurriya.

“Nyonya Alexa meminta Nyonya datang ke kamarnya,” jawab Tikno sopan.

“Baik.”

“Mari, saya antar, Nyonya. Ikuti saya.”

Dzurriya sudah lelah berprasangka, jadi ia hanya menurut saja ke mana Tikno akan membawa. Entah apa yang akan wanita perintahkan kepadanya nanti. 

Mereka sampai di lantai lima rumah itu. Pintu lift terbuka, Tikno mempersilahkan Dzurriya untuk keluar duluan. Tikno kemudian mengantarnya ke depan sebuah kamar satu-satunya di lantai tersebut. 

“Silakan, Nyonya,” ujar Tikno sambil membukakan pintu.

Dzurriya hanya mengangguk dengan gugup. 

Pintu mulai terbuka, dan perlahan Tikno menghindar dari depan sana agar Dzurriya bisa masuk. Namun, entah salah Tikno yang tidak mengetuk lebih dulu, atau Dzurriya yang masuk terlalu cepat, pemandangan di depannya sangat membuat dadanya tertohok.

Helaan napas Dzurriya tertahan di tenggorokan. Suara kecapan dan rayuan memenuhi ruangan luas itu.

Di depan sana, Eshan dan Alexa sedang bercumbu mesra.

“Aku mencintaimu, Sayang….” suara serak Eshan bagai tamparan untuk Dzurriya.

Itu bukan ungkapan cinta untuknya, melainkan untuk Alexa, sang istri pertama. Dzurriya merasa dadanya berdenyut nyeri, entah karena apa. Tanpa sadar, ia menggenggam tangannya sendiri.

Dzurriya mematung di tempatnya kala melihat pergumulan Eshan dan Alexa di sofa. Posisi Eshan duduk membelakangi pintu, jadi tidak menyadari kehadiran Dzurriya. Namun berbeda dengan Alexa, yang duduk di pangkuan lelaki itu sambil mencumbunya.

Tatapan Dzurriya bertemu dengan Alexa. Dzurriya bisa melihat senyum tipis wanita itu, sebelum mencium Eshan lebih dalam dari sebelumnya. Tangannya terulur di belakang leher lelaki itu, sambil badannya digerakkan dengan sensual.

Dzurriya memalingkan wajah. 

Ia baru merasakan kebahagiaan semalam, setelah Eshan menyebutnya sebagai ‘istri’. Namun, ia kembali ditampar kenyataan bahwa status itu tidak lebih dari perjanjian di atas kertas.

“Sepertinya kita harus lanjutkan nanti,” suara Alexa terdengar, setelah bunyi kecapan panjang.

“Kenapa….” desahan Eshan tertahan karena Alexa menahan dada lelaki itu, lalu turun dari pangkuannya.

“Kita kedatangan tamu,” jawab Alexa sambil melempar tatapan ke arah Dzurriya di depan pintu, membuat Eshan akhirnya membalikkan tubuh.

Mata Eshan membulat beberapa saat, sebelum akhirnya membuang wajahnya kembali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status