Di lobi, para security dan empat orang yang memakai kedok menutupi yang wajahnya terus baku hantam. Darah yang berhamburan di lantai menciptakan kericuhan. Salah seorang di antaranya sudah terkapar. Tetapi, para pegawai yang mengetahui kejadian ini hanya diam menyaksikan hal itu. Mereka tidak berani melawan ataupun melakukan sesuatu. Terlebih lagi para wanita di sana, mereka hanya teriak histeris sembari berusaha melindungi diri mereka sendiri."Cepat bawa dia ke rumah sakit!" perintah Endrick kepada beberapa karyawan yang lain."Baik!" jawab salah seorang karyawan pria di sana. Meskipun ketakutan, tetapi mereka melakukan apa yang Endrick perintahkan."Jika kalian berani, hadapi saya!" teriak Endrick kepada empat orang yang terus baku hantam dengan para security yang menjaga kantor itu. Ke empat orang yang berkedok itu saling memandang satu sama lain. Dan, tanpa aba-aba mereka langsung menyerang Endrick. Endrick berlari sedikit dan kemudian menahan serta membalas serangan mereka ya
Di depan seorang wanita bertubuh seksi dan berisi, tetapi bertato. Ke empat preman dengan kedok hitam yang menghalangi wajahnya itu terdiam dengan kedua tangan di depan. Mereka menunduk ketakutan kala melihat sepasang mata wanita itu yang tampak merah menyala. Seperti api kemarahan yang kian berkobar."Mana Endrick?!" sentaknya.Mereka terhentak kaget, dengan mulut diam dan untuk sementara mencoba menyembunyikan kebenaran itu."KUTANYA SEKALI LAGI, MANA ENDRICK? KENAPA... KALIAN... TIDAK... MEMBAWANYA KE SINI?!!" Mereka hanya menggelengkan kepala. Sampai salah seorang dari preman itu angkat bicara. "Maafkan kami, Nyonya. Tapi, rupanya membawa pria itu tidak mudah! Ada seorang pria yang selalu berada di disisinya, pria itu selalu melindunginya, dia sampai relakan tubuhnya terluka demi melindungi Endrick!" jelasnya."Apa maksudnya ini?" Wanita itu tampak kesal sekaligus ingin penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang telah mereka lakukan selama di kantor. Sampai pada akhirnya, salah
"Aku tidak punya waktu buat kamu! Lebih baik sekarang kamu pergi saja sana!" usir Zsalsya sembari berusaha melepaskan diri.Arzov celingak-celinguk melihat keadaan, memastikan bahwa tak ada orang yang melihat dirinya di sana. Ia mengeluarkan sapu tangan merah dan mengangkatnya menuju bagian hidung Zsalsya."Ugh! Lepaskan!" teriaknya sembari terus berontak.Di rumah sakit. Dengan tangan yang sudah diperban, ia duduk di kursi lalu berdiri. Ia terus mondar-mandir menunggu kabar keadaan asisten pribadinya yang kini sedang di ruang unit gawat darurat. Sampai seorang dokter datang, ia mengayunkan langkah kakinya pelahan. Membuka masker dan kemudian mendekat ke arah Endrick."Bagaimana keadaannya sekarang, Dok?" tanya Endrick yang berusaha tenang."Ada luka serius pada bagian perutnya. Mungkin, dia perlu menginap beberapa hari di sini sebelum akhirnya boleh pulang!" jelasnya."Saya sekarang saya sudah boleh menjenguknya ke dalam?" tanya Endrick."Boleh, silakan."Dokter yang mengenakan baj
Saat Arzov hendak melangkah ke semak-semak, tiba-tiba ponsel Arzov berbunyi. Ia pun memilih untuk membuka ponselnya sebentar. Dan pada saat yang sama, Zsalsya berjalan jauh dari semak-semak itu ke tempat yang lain."Ada apa lagi dia nelpon begini?" gumam Arzov yang tampak kesal.Arzov mematikan ponselnya. Ia lanjut melihat ke semak-semak yang belum ia periksa itu. Saat dirinya melihat ke arah sana, rupanya tidak ada apa-apa."Zsalsya! Di mana sekarang kamu? Keluarlah sebelum aku melakukan hal yang lebih buruk! Sekarang keluar dari tempat persembunyianmu mumpung aku masih berbaik hati dan mau mengampunimu!"Semakin mendengar Arzov bicara nekat, semakin membuat Zsalsya ketakutan. Ia merasa bahwa akan menjadi mimpi buruk baginya jika sampai menyerahkan dirinya kepada Arzov."Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mau kembali padamu!" batin Zsalsya ketika berada di tempat persembunyian baru. Tetapi, Zsalsya tampak kebingungan. Entah ini saat yang tepat atau bukan, namun dirinya mulai ber
"Kenapa lama sekali, apa jangan-jangan dia salah jalan?" gumam Zsalsya.Lalu, tiba-tiba tangan yang berukuran besar dan hangat menyentuh bahunya. Zsalsya membelalak kala meeasakannya. Ia tidak langsung menoleh, tetapi dirinya malah diam mematung seraya menelan ludah ketakutan."Jangan-jangan ini ...!" batinnya. Ia tak kuasa menoleh karena masih khawatir jika ternyata itu adalah Arzov yang menemukan dirinya.Meskipun ia ketakutan, dirinya mencoba menoleh ke belakang secara perlahan. Kini, kalaupun ini Arzov, maka dirinya mungkin tamat dan tidak tahu harus bagaimana untuk menyelamatkan dirinya. Karena, akan sangat tidak mungkin jika Arzov membiarkannya lepas begitu saja.Setelah benar-benar melihat ke belakang ternyata ....Zsalsya langsung mengusap dada. Perasaan tegang itu pun langsung berubah seketika menjadi tenang. "Aaahh, syukurlah ternyata kamu. Kenapa tidak bilang kalau kamu sudah sampai ke sini?" tanyanya.Wanita itu pun bangkit dari tempat persembunyiannya. Tetapi, ketika meli
"Kita ke rumah sakit dulu, setelah itu baru saya akan mengantarkanmu pulang!" kata Endrick sembari membelokkan mobilnya."Memangnya siapa yang dirawat, Mas?" Zsalsya tidak tahu apa-apa. Walaupun ia sempat melihat darah di lantai yang menandakan bahwa telah terjadi hal buruk yang begitu melukai. Tetapi, ia tidak mengetahui detail pastinya. Terlebih lagi, ia tidak melihatnya secara langsung."Ibram. Dia terkena tusukan pisau karena berusaha menyelamatkan saya. Kalau saja tidak ada dia, mungkin sekarang saya terbaring tak berdaya seperti itu!" jelasnya.Zsalsya mengangguk-angguk. Matanya melihat ke arah tangan Endrick yang terbalut kain perban. "Mas, mau gantian tidak nyetirnya?" tanya Zsalsya.Melihat kondisi Endrick yang juga dalam keadaan buruk membuatnya tidak tega jika terus menyetir, sedangkan Endrick terluka. "Tidak apa-apa. Duduk dan diam saja. Jangan banyak tanya."Endrick melirik ke arah Zsalsya. "Bukannya kamu tidak bisa menyetir."Sebetulnya, Zsalsya bisa menyetir. Ia hany
Langkah kaki terus mengayun, hingga sampai pada sebuah ruangan yang tak begitu luas, tetapi juga tidak sempit.Namun, begitu sampai di sana, Ibram sudah tidak ada di ruangan sebelumnya."Lho, ke mana dia? Kenapa ruangannya kosong?" gumam Endrick keheranan. Sampai seorang perawat memasuki ruangan itu untuk membereskan ruang gawat darurat yang sempat digunakan sebelumnya.Endrick pun langsung bertanya. "Sus, pasien atas nama Ibram ke mana, ya? Kenapa ruangannya kosong?"Perawat itu pun menjelaskannya secara singkat. "Oh, kalau itu dipindahkan ke ruang perawatan intensif.""Bisa saya tunjukkan ruangannya!"Perawat itu pun berjalan keluar dari ruangan tersebut. "Baiklah, mari ikut saya!" ujarnya berjalan di depan mereka.Jaraknya cukup jauh dan memang harus menaiki sedikit anak tangga yang ada di sana.Setelah hampir lima menit, mereka pun berhenti di depan sebuah pintu ruangan. Perawat itu membukakan pintu ruangan tersebut dan ...."Silakan, pasien atas nama Ibram ada di sana!" ujar pe
"Aku tidak akan membiarkan kalian terus bahagia!" ucap wanita yang mengenakan kacamata hitam dengan sweater hoodie itu. Dirinya memerintahkan kepada Rejho untuk menjalankan rencana yang sempat ia beritahukan. Sementara wanita itu memperhatikan dari jarak jauh.Rejho berjalan menuju mobil tersebut. Ia membuka bagian depan mobil dengan membawa sebuah alat di tangannya. Sebelum melakukan itu, ia bersikap seolah-olah dirinya pemilik mobil tersebut. Mengelabui siapapun yang melihat, agar tidak ada yang curiga kepadanya. Setelah Rejho melakukan tugasnya, ia pun menutup kembali bagian depan mobil tersebut. Pada saat tidak ada siapapun yang melihat ke arah sana, dirinya kemudian berlari ke arah mobil lain dan memasukinya."Bagaimana?" Rejho mengacungkan jempolnya. "Aman! Lihat saja, rencanaku tidak akan gagal!" jawab Rejho dengan bangga.Wanita itu tertawa. "Apa? Rencanamu?! Kau itu hanya pesuruhku!" ejeknya kepada Rejho yang awalnya bangga dengan apa yang ia lakukan, tetapi kemudian malu