Setelah berpikir selama beberapa detik dan nyaris menghabiskan waktu satu menit. Zsalsya pun akhirnya memutuskan."Nanti saya ngapain saja di sana?" tanya Zsalsya memastikan.Sebelum memutuskan sesuatu, ia berpikir bahwa memang sebaiknya memastikan sesuatu yang membuatnya penasaran."Kita sudah suami-istri, 'kan?" goda Endrick. Tetapi, ia masih jaga imagenya di depan Zsalsya."Jangan sembarangan! Kita ini cuma ...!" Zsalsya menekan suaranya dengan mata melotot ke arah Endrick, seolah memberikannya isyarat bahwa hubungan mereka palsu.Endrick meletakkan jari telunjuknya di bibir Zsalsya. "Ssttt! Jangan berisik! Nanti kalau ada yang dengar bagaimana?" Endrick berusaha memberi arahan kepada Zsalsya.Tentu saja, Zsalsya tidak mau jika sandiwara mereka sampai diketahui oleh orang luar. Tetapi, ia melihat ke sana kemari -- memastikan bahwa tak ada yang menguping pembicaraan mereka di sana."Tidak ada orang di sini. Siapa yang mau lihat?" Lantas, Endrick pun menunjuk pada sebuah sudut ruang
Sambungan telepon yang tiba-tiba saja dimatikan itu membuat Nana seketika merasa kesal. Bagaimana tidak, segalanya menjadi seperti tak terarah. Rencana awalnya terganggu dan kini ia bingung entah harus bagaimana."Ugh! Dia itu benar-benar .... Awas saja, sekarang aku akan menyusul ke sana!" ucapnya dengan kesal. Ia segera bangkit dari tempat duduknya dan langsung pergi.Kala itu, ia sedang duduk di lobi. Sebelumnya, ia memang tengah menunggu Arzov untuk makan siang. Tetapi, rupanya tidak jadi. Rencana yang telah ia atur sedemikian rupa harus ia urungkan.Ketika hendak melangkah keluar, tiba-tiba saja ia berpapasan dengan Firman yang memang baru saja kembali setelah makan siang di luar dengan Arzov."Kamu mau pergi ke mana?" tanya Firman. Nana mendongak, ia menghentikan langkah kakinya. Tangannya agak menggaruk leher seolah tengah mencari alasan atas apa yang akan ia lakukan."Ada sedikit urusan mendadak, Pa. Tidak apa-apa, 'kan, kalau aku mau keluar sebentar?" tanyanya."Sudah waktu
Arzov tersenyum seraya mendekati Zsalsya. "Apa kamu masih belum mengerti?"Arzov melirik ke arah tangan Zsalsya dan mencoba memegang tangannya, tetapi Zsalsya menghindar. "Aku rela datang ke sini cuma buat kamu."Ucapan Arzov ini terdengar seperti kentut bagi Zsalsya. Walaupun ia tahu perjuangannya semacam itu, tetapi ia pun masih ingat bahwa dulu sebelum dirinya meninggal pun Arzov selalu romantis. Meski sesekali keromantisan itu terasa hambar."Lebih baik kamu sekarang pergi kerja saja! Aku juga tidak akan berada di sini!" kata Zsalsya seraya memegang ponsel di tangannya."Maksudmu apa?" tanya Arzov seraya menyeringai tidak mengerti dengan ucapan Zsalsya. Dari gerak-geriknya tampak sekali ingin tahu alasan dibalik perkataan Zsalsya tersebut."Aku tidak akan berada di sini lagi. Kamu jangan buang-buang waktu buat aku."Setelah mengatakan hal itu, Zsalsya pun berjalan keluar dari ruangan itu. Tetapi, dengan gesitnya Arzov langsung menarik pergelangan tangan Zsalsya untuk menahannya p
Melihat Zsalsya memasuki ruang VVIP membuat Arzov mengurungkan niatnya untuk mengejar. "Kenapa dia masuk ke sana?"Saat itu ia belum saat jika ruangan itu adalah ruangan yang ditempati oleh Endrick."Aku harus menghubungi Tante!" ujar Arzov.Tetapi teleponnya tak kunjung ada jawaban, sebab saat itu Kyora menjauhkan dirinya dari ponsel tersebut. Ia merasa kesal atas cara Endrick mengusirnya. Tanpa mempedulikan ponsel yang entah di mana, Kyora terus meneguk minuman yang ada di gelasnya tersebut.Sementara itu, Zsalsya yang berada di kursi hanya diam seraya menenangkan dirinya. "Kenapa dia mengejarku begitu? Langkah kakinya seolah tidak ingin kehilangan jejak diriku," batinnya.Endrick yang tidak mau melihat Zsalsya dalam keadaan demikian pun langsung mengedipkan mata kepada kepala pelayan seolah memintanya untuk mendekat.Kepala pelayan itu langsung mendekat. "Kamu temani dia sampai tenang!" pintanya."Baik!"Endrick mengambil ponselnya kembali. Ia mencoba untuk menghubungi Rosmala y
Tiba di perusahaan tempat Arzov bekerja, Nana segera keluar dari mobil."Ini, Pak," katanya sembari menyodorkan uang berwarna biru. Setelah itu, ia keluar dari mobil taksi tersebut dan langsung memasuki lobi. Ia berjalan sebentar dan bertanya kepada salah seorang karyawan yang ada di sana."Permisi. Saya mau bertemu Pak Arzov, kira-kira ada di ruangan mana, ya?" tanya Nana."Oh, Pak Arzov, ya? Tadi saya lihat beliau saat makan siang keluar."Nana yang mendengarnya pun langsung kesal. Ia mengepalkan salah satu tangannya dengan bibir mengerut dan tatapan tajam penuh amarah."Beraninya dia membohongiku!" umpatnya.Nana menoleh kembali kepada karyawan tersebut. "Terima kasih." Ia melangkah pergi dari sana dan langsung membuka ponselnya.Kali ini, ia benar-bensr merasa tertipu. "Aku pikir dia sungguh sibuk bekerja, ternyata bohong!" Nana mendengus kesal.Ia mengangkat ponselnya ke telinga setelah menekan tombol untuk menelepon.Saat itu Arzov masih berada di luar ruangan. Dering ponsel y
Kepala pelayan itu mengusahakan sesuai dengan keinginan Zsalsya. Walaupun, pada akhirnya beberapa helai rambut yang nyangkut pada kancing baju Endrick itu harus dipotong paksa."Maaf, Nona," kata kepala pelayan sembari memotong beberapa helai rambut yang menyangkut itu."Argh!" Zsalsya meringis menahan sakit pada rambutnya yang ditarik oleh kepala pelayan tersebut. Memotong bagian ujung rambut susah dilepaskan dari kancing yang membuat Zsalsya kesal.Setelah berhasil, Zsalsya segera berdiri dari tubuhnya yang agak membungkuk."Kamu tidak kenapa-kenapa?" tanya Endrick kepada Zsalsya sembari menatap wajah wanita yang ia targetkan untuk menjadi istrinya itu.Berbeda dengan Zsalsya yang mau menjalin hubungan karena ada tujuan balas dendam yang ingin segera ia tuntaskan sesegera mungkin. Gatal pada tangannya membuatnya kian tidak sabar untuk membuat Arzov menyesal."Sedikit sakit saja.""Selama tidak sampai keluar darah, itu tidak apa-apa," sahut Endrick dengan santainya.Zsalsya semakin t
Sampai di rumah, Endrick dan Zsalsya memasuki kediaman Rosmala. Kepala pelayan mengikuti di belakang mereka. "Haaahh, rasanya menyenangkan bisa menghirup aroma segar!" ujar Endrick seraya menghirup aroma lavender dalam ruangan tersebut.Aroma kesukaan Endrick dan Rosmala memang sama. Mereka sangat menyukai aroma lavender, karena bagi mereka aromanya sangat menyegarkan.Jujur. Zsalsya sendiri juga menyukainya. Ia amat suka aroma bunga yang menyegarkan. "Karena kondisi kaki saya yang seperti ini, kita tinggal di kamar lantai bawah saja."Endrick menoleh ke belakang. "Herny, tolong bersihkan kamar di lantai bawah yang bersebelahan! Kami akan tinggal di kamar itu!"Supaya dirinya dapat dengan mudah memanggil Zsalsya, ia memutuskan untuk tinggal pada kamar berbeda tetapi berdekatan. Sebab, jika jauh, maka Zsalsya akan kelelahan bolak-balik kamar."Apa? Kenapa harus berdekatan begitu?" batin Zsalsya seraya menunjuk ke dirinya sendiri.Zsalsya merasa bahwa jika tinggal berdekatan semacam i
[Tante, mereka tidak ada di ruangannya. Tadi aku sempat melihat Zsalsya dan Endrick pergi!] Arzov yang sedari tadi mengintip pun memberikan laporan kepada Kyora. Kyora yang mendengarnya langsung mematikan rokoknya. Ia menekan rokok itu di asbak.[Kurang ajar! Aku segera ke sana!]Tuutt. Kyora mematikan sambungan telepon itu, ia beranjak dari duduknya dan langsung melangkah pergi. Tetapi, baru saja selangkah, kepalanya sudah terasa pusing. Ia melihat meja yang ada di hadapannya menjadi banyak. "Sialan! Apa aku terlalu banyak konsumsi ganja dan minuman?" gumamnya seraya memegang kepala. Beberapa kali ia memejamkan mata lalu membukanya dengan penuh penekanan. Namun, rasa pusingnya tak kunjung hilang.Ting-Tong!Bunyi pintu terdengar nyaring. Kyora yang tengah di bar dalam rumahnya pun segera berjalan ke pintu untuk membukanya, tetapi kepalanya yang pusing membuat langkahnya tidak beraturan. Ia sempoyongan dan nyaris ambruk. Tetapi, ia buru-buru memegang ujung meja yang berdekatan