Sialan!Beraninya dia bicara lancang di sini.Jangankan yang lain, Widia sendiri pun sudah menangis.Benar saja. Ucapan itu langsung membuat Cakra marah. Dia langsung berkata dengan sinis, "Bocah, kamu yang cari mati sendiri.""Kalau kamu mati, jangan salahkan aku nanti."Begitu dia selesai berbicara, dia melangkah maju lagi.Kali ini, gerakannya lebih gesit dibandingkan sebelumnya dan serangannya juga lebih kejam. Apalagi, dia juga mengincar titik vital lawan, yang benar-benar bisa mengambil nyawa seseorang.Namun, dia juga menyadari gerakan lawan bahkan lebih cepat darinya.Joni dan lainnya yang melihat adegan ini tampak diam-diam menggelengkan kepala.Pria ini pasti akan mati. Dasar bodoh dan tak kenal takut. Dia memang pantas mati.Namun, ada secercah harapan di mata Widia. Dia menatap mereka lekat-lekat.Karena dia tahu seni bela diri Tobi sangat hebat, tetapi jika dibandingkan dengan lawan, dia tidak tahu siapa yang lebih hebat.Bruk!Cakra melesat dengan sangat cepat, tetapi tub
"Aku sama sekali nggak butuh bantuannya," kata Tobi dengan dingin."Dasar orang nggak tahu berterima kasih!" maki Tania."Minggir!"Tobi kesal melihatnya."Tobi, apa yang kamu lakukan? Kok kamu bicara seperti itu!"Widia yang sedari tadi melihat itu pun tidak bisa menahan diri lagi.Dia tersentuh Tobi turun tangan menolongnya, tetapi pria itu tidak boleh mengabaikan bantuan Joni selama ini, apalagi memarahi Tania yang selalu mendukungnya itu."Yang kukatakan itu semuanya kenyataan!" balas Tobi lagi."Oke. Meski yang kamu katakan itu benar, Tania juga nggak salah. Kalau kamu memukul Cakra, kita semua akan celaka."Widia tidak setuju dengan kata-kata Tobi, tetapi dia tidak ingin berdebat di sini."Benar. Tobi, Kak Cakra itu siapa? Dia termasuk generasi muda terhebat. Bagaimana kamu bisa memukulnya?" Joni berinisiatif berdiri di depan Cakra, seolah-olah ingin melindunginya."Benar. Tobi, cepat hentikan. Jangan mencelakai semua orang di sini," bujuk Tania.Saat ini, raut wajah Tobi tidak t
Joni tampak pucat pasi. Dia segera menghampiri Cakra dan memeriksanya, lalu memanggilnya dengan pelan, "Kak Cakra, Kak Cakra ...."Cakra masih bernapas, tetapi mungkin mengalami luka dalam. Dia segera berkata, "Cepat panggil ambulans."Dengan gesit, pengawalnya langsung memanggil ambulans.Joni melayangkan pandangannya ke arah Tobi. Diam-diam dia merasa senang.Bocah ini pasti mati kali ini.Dia berharap masalah ini tidak melibatkan mereka. Meski, kejadian ini muncul gara-gara dia.Mungkin Kak Cakra tidak akan menyalahkan Joni sekarang karena tadi dia telah membantunya.Gawat!Berakhir sudah!Wajah Widia kini sudah pucat pasi dan tampak terkulai lemas di kursi.Sebelumnya, masalah seperti ini juga telah terjadi berulang kali.Namun, kali ini berbeda, konsekuensinya terlalu berbahaya.Hanya Tobi sendiri yang masih kelihatan tenang, seolah-olah dia tidak melakukan apa pun. Dia bahkan mengeluarkan ponselnya dan membalas pesan dengan santai.Sementara itu, Hendro dan yang lainnya telah men
"Apalagi, ahli bela diri mereka masih belum turun tangan. Apa ilmu bela dirimu bisa dibandingkan dengan ahli bela diri veteran seperti mereka?"Inilah yang dikhawatirkan Widia. Dia beruntung pernah melihat ahli bela diri dari Geng Naga Hitam mengambil tindakan. Mereka mampu membelah batu besar dengan tangan mereka.Menakutkan sekali, bahkan sepuluh kali lebih hebat dari Tobi saat ini.Semua orang mengangguk, tanda setuju dengan ucapan Widia.Namun, Joni tidak setuju dengan ucapan Widia dan berkata, "Tobi, kamu memang bisa kabur, tapi bagaimana dengan Widia? Keluarga Lianto pasti akan terjerumus dalam masalah besar. Terus, kami semua juga mungkin akan terlibat masalah gara-gara kamu.""Benar, benar, Tobi nggak boleh pergi. Kalau dia pergi, kita bagaimana?" seru Tania sambil membela Joni.Widia mengernyit dan berkata, "Grup Hutama memang sangat kuat, tapi kalian juga harus berpikir logis. Singkatnya, masalah ini nggak akan ada hubungannya sama kalian dan nggak berdampak buruk.""Kalau me
Awalnya, Tania mengira itu hanya karangan Tobi semata dan tidak terlalu ambil pusing dengan ucapan itu.Namun, saat ini dia merasa pikirannya berkecamuk."Widia, aku turun sebentar."Setelah pamit kepada Widia, Tania segera berlari ke bawah dengan cepat. Dia ingin bertanya apa Pak Hendro benar-benar kenal dengan Tobi?Widia terpaku sejenak. Dia mengira Tania ingin mencari Tobi.Namun, sebelum dia menghentikannya, Tania sudah turun ke bawah. Terserahlah, lagian Tania juga tidak mungkin bisa menahan Tobi.Langkah Tania sangat cepat. Tak lama kemudian, dia telah sampai di depan pintu.Dia melihat sekelilingnya untuk mencari sosok Pak Hendro.Tiba-tiba, hatinya terguncang. Matanya tertuju pada satu arah dan dia tampak mematung.Di depannya tampak Pak Damar, Pak Hendro dan Tobi sedang mengobrol bersama.Yang paling mengejutkannya adalah mereka berdua terlihat begitu sopan kepada Tobi. Pak Damar bahkan membuka pintu belakang dan mempersilakan Tobi masuk ke mobil terlebih dahulu.Perlakuan in
Dia langsung mengatakan dia tidak punya solusi untuk membantunya, bahkan menolak untuk menjadi pendamai.Jangan bercanda. Siapa yang berani memohon pengampunan setelah mereka membuat Cakra terluka parah? Apa dia cari masalah sendiri?Tania juga tidak ingin Widia berkorban begitu banyak demi Tobi, jadi dia pun membujuknya, "Widia, aku tahu Tobi itu suamimu, tapi yang kamu lakukan sudah begitu banyak dan kamu sudah berusaha sebaik mungkin.""Serahkan sisanya pada nasib saja."Tania juga ingin melihat, tanpa bantuan Widia, apa Tobi bisa terhindar dari masalah itu. Jika kali ini aman, berarti tebakannya benar.Saat itu, dia harus memikirkan cara agar mengubah kesan Tobi terhadap dirinya.Tania memang sering mengejeknya dan mengatakan hal tidak menyenangkan sebelumnya. Mungkin saat ini dia berada di urutan teratas dalam daftar hitam Tobi.Dia sangat menyesal dan merasa ingin mati. Mengapa dia selalu sibuk menceramahi Tobi dan menyerangnya terus-terusan?"Nggak bisa. Masalah ini terjadi gara
Plak!Terdengar suara tamparan yang begitu keras!Widia tidak menyangka ibunya Cakra begitu sombong dan galak, jadi dia tidak sempat bereaksi. Akibatnya, bekas tamparan itu tampak jelas di wajahnya.Sejak kecil hingga dewasa, dia selalu disayang oleh kedua orang tuanya.Dia belum pernah diperlakukan seperti itu. Sudut matanya tampak berkedut.Tania juga tidak tega melihatnya, tetapi saat dia teringat Widia telah merebut Tobi, dia pun menahan kata-katanya.Widia berusaha bersabar dan tetap tenang, lalu berkata dengan suara datar, "Nyonya Saskia, ini semua kesalahan kami. Aku benar-benar minta maaf.""Kamu pikir dengan minta maaf, masalah ini akan selesai? Kenapa kamu nggak mati saja?"Sembari Nyonya Saskia meluapkan emosinya, tangannya kembali menampar Widia di tempat yang sama lagi.Kali ini, sebenarnya Widia bisa menghindar.Namun, dia bersabar dan menerima tamparan itu. Sekali lagi, wajahnya merasakan sakit yang membakar itu.Setelah menjadi direktur dalam beberapa tahun ini, dia tel
Raut wajah Widia terlihat buruk, tetapi dia tidak berani menjawab dan hanya ingin cepat-cepat keluar dari sana. Karena dia menyadari wanita itu jauh lebih sombong dan tidak masuk akal dibandingkan putranya.Melihat Widia pergi, Cakra tampak kesal dan berkata, "Bu, lihat, mereka sama sekali menganggap remeh keluarga kita.""Aku sudah tahu. Tenang saja. Aku nggak hanya membuat pria yang memukulmu itu berlutut di depanmu dan memohon ampun, tapi aku juga akan membiarkan dia tersiksa sampai mati.""Wanita ini, aku janji akan membuatnya dengan patuh merangkak ke tempat tidurmu. Mengenai keluarganya, kamu bisa mengurusnya sendiri.""Ya!"Cakra tampak bersemangat.Bocah, beraninya kamu memukulku. Nanti, aku akan membiarkan kamu melihat bagaimana aku mempermainkan istrimu.Dia masih belum sadar kalau mimpi buruknya akan segera datang.Setelah meninggalkan rumah sakit, Tania tersenyum pahit dan berkata, "Widia, rasanya kamu bukan hanya nggak menyelesaikan masalah, tapi malah makin menambah masal