Share

2. Jebakan

Carissa mengerjapkan matanya, rasa pusing semakin ia rasakan saat kesadaran itu terpenuhi.

“Ayah?!” Terperanjat dari tidurnya, perempuan bertubuh gemuk itu langsung terduduk dengan nafas naik-turun.

“Sudah sadar?” Suara bariton itu terdengar ke dalam telinga Carissa. Dengan spontan ia menoleh.

“Berhenti! Tolong berhenti di sana!” Carissa berteriak. Tiba-tiba matanya mengeluarkan cairan bening.

“Aku ingin pulang!” Carissa dengan sigap menyibak selimutnya. Hendak berlari namun pria tersebut tiba-tiba menahan pergelangan tangannya.

“Kau mau pulang ke mana? Ayahmu saja bahkan sudah mengumumkan bahwa kau sudah mati!”

Deg.

Carissa terduduk kembali dengan pandangan kosong. Sekilas ingatan akan teriakan dan tam*paran dari Ayahnya membuat tubuhnya merasakan lemas. Perempuan itu kembali menangis dengan deras.

“Minumlah, tenangkan dirimu lebih dahulu.”

“Tidak!” Carissa menjawab dengan setengah berteriak. Perempuan itu menatap tajam pria tersebut.

“Kau salah mengenal Ayahku, dia mengatakan itu hanya karena sedang marah. Dia tidak benar-benar mengatakan itu padaku,” ujar Carissa menolak atas penuturan pria tersebut. Ia baru ingat, semarah apapun Fathur padanya pria itu akan memaafkannya. Kejadian tadi tak lain atas dasar kemarahan, membuat Fathur hilang kendali.

Carissa menatap tajam pria tersebut, orang-orang memanggil namanya dengan preman, karena dia memang seperti preman-preman yang ada di jalanan. Lihat saja, rambutnya acak-acakan, celana panjang sengaja disobeki di bagian lutut, terdapat pula anting yang menempel di telinga kanannya. Pria di depannya ini memang tampan hanya saja … menyeramkan.

Jika sudah begini bukanlah julukan pria di depannya ini adalah seorang preman? Yang tak jauh dari lelaki pengangguran yang sukanya memalak orang lain.

Carissa tau kenapa tadi Ayahnya tidak memilih untuk menikahkannya dengan preman itu. Karena memang preman itu tak jelas asal-usulnya, dia tidak punya rumah selain di jalanan, dan … dia lelaki pengangguran yang tak jelas masa depannya. Setiap di sepertiga komplek pria itu sering bediri di depan pohon besar, pohon itu dikenal dengan pohon hantu, dan tanpa takut pria itu sering duduk di sana, sendirian. Tidak sekali dua kali Carissa melihat itu, melainkan berkali-kali. Apalagi setiap malam pria itu sering kelayapan, sering pulang dengan keadaan mabuk dan sering menjadi incaran para polisi.

Daripada menjadikan pria itu menantunya mungkin Fathur lebih memilih tak menganggap Carissa sebagai putrinya. Karena bagaimana pun Carissa tau, bahwa ia sudah benar-benar mempermalukan harga dan martabat nama keluarganya. Ia tahu bahwa Fathur tidak ingin menanggung malu, dengan begitu ia lebih memilih berkata demikian. Namun di balik itu Carissa tau, bahwa Ayahnya tidak benar-benar ingin mengatakan hal tersebut. Dia hanya melampiaskannya sebagai bentuk kekecewaan. Ya, hanya sebagai bentuk kecewa. Kecewa pada putrinya yang telah mempermalukan nama baik keluarganya.

Namun Carissa merasa marah, benar-benar marah karena semua ini terjadi karena tunangannya. Arkan, pria itu benar-benar tega memfitnah dirinya. Hanya karena ingin menikahi adiknya ia rela menjebak dirinya?

Carissa tidak menyangka, tidak menyangka akan keadaan yang menimpanya hari ini. Namun sebagaimana ia adalah perempuan kuat, maka ia harus menerima ini semua. Ia harus kembali meminta maaf kepada Ayahnya. Menjelaskan bahwa semuanya hanyalah ke salah pahaman.

Ya, dia akan meminta maaf kepada Ayahnya. Memperbaiki namanya dan menghapus masalah yang terjadi tadi.

Carissa dengan segera melangkah menuju pintu, namun sebelum itu ia melihat kacamatanya yang tersimpan di atas meja. Dengan segera ia mengambil kacamata tersebut, memakaikannya kemudian melangkah pergi.

“Kau mau ke mana?” Pria yang belum Carissa tau namanya berujar, membuat Carissa menoleh.

“Pulang.” Singkat, padat dan jelas. Carissa menghiraukan pria yang belum ia ketahui namanya.

“Memangnya kau punya tempat pulang?” tanyanya berhasil membuat langkah Carissa terhenti.

Perempuan itu terdiam, mengingat kembali bagaimana cara Ayahnya mengusir dirinya. Yakni dengan berkata bahwa putrinya sudah mati. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Apa ia harus pulang saja dan mengatakan semua kebenarannya? Bahwa semua yang terjadi karena dirinya telah dijebak? Mengatakan kepada Ayahnya bahwa Arkan lah yang telah memfitnahnya?

Tapi, apa Ayahnya akan percaya? Melihat tidak adanya bukti membuat Carissa ragu apa ia bisa mengambil hati Ayahnya atau tidak.

“Menurutku kau diam saja, atau Ayahmu nanti semakin marah melihatmu.” Pria itu kembali berucap, membuat Carissa mendengus.

“Apa kau bisa diam? Dari tadi kau terus berbicara!”

“Aku hanya mengingatkan. Jika tidak mau menerimanya ya sudah, gak usah di dengar.”

Carissa menahan geram. Pria itu benar-benar membuat emosinya sedikit naik. Sudah masalah yang berat menimpanya sekarang ditambah dengan ocehan preman itu!

Menghembuskan napas gusar Carissa kembali bersuara, “katakan padaku, kau tadi mendengar perkataan pria ******* itu kan? Pria gila itu sudah memfitnahku!” ujar Carissa setengah kesal. Lihat saja, perkataan Arkan, akan menjadi boomerang untuknya. Pria itu akan mendapat balasan yang setimpal, dengan dibantu preman itu Carissa pasti bisa melepas fitnahan ini.

Ya, Carissa tau bahwa preman itu mendengar apa yang dikatakan Arkan tadi, membuat ia sedikit lega karena ada saksi yang melihat semuanya. Carissa akan menjadikan preman itu sebagai bukti bahwa ia tak bersalah!

“Oooo, yang itu … aku lupa.” Jawaban berikutnya berhasil membuat Carissa melotot. Jawaban simpel apa itu?

Wanita itu kesal, namun juga tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Ah sudahlah, berbicara dengan preman meresahkan itu hanya akan membuat emosinya kembali tak terarah. Takut juga apabila tiba-tiba pria itu melakukan hal di luar perkiraan. Mau bagaimana pun pria itu harus diwaspadai!

Tidak ingin berlama-lama dengan pria menakutkan itu Carissa lebih baik pergi dari hotel ini. Hotel yang menjadi saksi bisu akan kemarahan sang Ayah. Kamar hotel yang menjadi saksi bagaimana ketidakadilan berpihak padanya.

Jika saja dirinya diberi kekuatan, ingin sekali Carissa membalaskan dendam pada Arkan. Pria itu benar-benar sudah keterlaluan! Memisahkan putri dengan Ayahnya. Lihat saja, ada balasan dari setiap yang dilakukan maka Carissa yakin bahwa Arkan akan mendapatkan balasannya! Ya, lihat saja!

Carissa dengan cepat keluar dari pintu, menutupnya sedikit keras.

“Bisa kupastikan bahwa kau akan diusir lagi oleh Ayahmu!” Carissa mendengar pria itu berteriak. Entah mengingatkan atau memberitahukan yang pasti … Carissa tidak peduli. Intinya ia harus minta maaf dan mengatakan kebusukan dari Arkan dalam memfitnah dirinya.

Ya, atas apa yang terjadi semuanya hanyalah fitnah semata. Ia harus bisa mengembalikan nama baiknya lagi. Membongkar kebenaran dengan mengatakan pada mereka bahwa dirinya masih suci! Masih perawan!

Dan tentu, ia harus mengambil kembali hati Ayahnya. Sangat sakit ketika ia diklaim sudah meninggal. Sungguh, sakit dan menyesakkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status