Share

Bab 05 || Merasa Bersalah

Pagi itu, Ameera sedang berkutat di dapur. Ini adalah hari pertamanya menjadi seorang istri, sebuah peran yang harusnya diisi dengan kebahagiaan dan harapan. Namun, bagi Ameera, ini adalah peran yang dia ambil dengan hati yang berat dan mata yang masih berkabung atas kepergian Alex, cinta pertamanya yang meninggal dalam sebuah kecelakaan tragis.

“Sebaiknya aku membuat sesuatu untuk sarapan pagi.” Sebenarnya, pelayan telah melarang Ameera untuk masuk ke dalam dapur dan membiarkan mereka yang melakukan semua pekerjaan ini. Namun, Ameera bersikeras melakukannya.

Di ambilnya beberapa bahan dan sayuran dari dalam lemarai es lalu mencucinya hingga bersih. Dengan lihai perempuan itu memotong sayuran untuk omelet. Ameera tersenyum penuh arti di sela-sela kegiatannya. Meskipun ini bukanlah pernikahan yang diinginkan, dia telah memutuskan untuk tidak menangis lagi dan mengikhlaskan semua yang terjadi. Sekalipun suaminya saat ini masih belum bisa menerima kehadirannya sebagai seorang istri.

Ameera menghela napas lega sembari meletakkan panci terakhir di atas meja makan yang besar. Tenang saja, sebelum melakukan semua ini, dia telah meminta izin khusus untuk memasak sarapan pagi ini, itulah sebabnya meski tidak diizinkan oleh para pelayan, Ameera tetap melakukannya. Tentu saja, ia ingin menunjukkan kemampuannya dan mungkin, untuk mendapatkan sedikit pengakuan dari keluarga Alvan yang baru.

Brian, orang pertama yang memasuki ruang makan, diikuti oleh David, kakek Alvan itu walaupun telah lanjut usia tetapi tetap terlihat bijaksana. Keduanya tersenyum lebar saat aroma masakan menyambut indra penciuman mereka. “Wah, apa yang kamu masak, Ameera? Sangat menggugah selera,” kata Brian sambil duduk di kursinya.

David, yang sudah jarang menunjukkan ekspresi karena usianya, tampak terkejut dan senang. “Ini mengingatkanku pada masakan mamamu dulu,” ucapnya kepada Brian, yang baru saja bergabung di meja dengan ekspresi yang lebih lembut dari biasanya.

Brian mengangguk. “Aah, Papa benar. Ini pertama kalinya aku melihat seseorang yang mirip dengan mediang Mama,” sambut Brian menyetujui. Tatapan pria paruh baya itu tertuju pada Ameera dengan rasa terima kasih yang tidak diucapkan. Dia tahu betul usaha yang telah Ameera lakukan untuk pagi ini.

Saat semua orang mulai duduk, Bianca—ibu Alvan berjalan memasuki ruangan dengan langkah anggun. Namun, diselimuti aura dingin. Matanya segera menangkap piring-piring yang penuh dengan hidangan buatan Ameera tanpa minat. “Oh, jadi kita tidak menggunakan layanan pelayan hari ini?” tanyanya dengan nada bicara ketus.

Ameera menelan ludah, mencoba untuk tidak terpengaruh oleh sikap Bianca. Dia tahu betul, kepergian Alex merupakan pukulan besar bagi ibu mertuanya itu. Tidak heran, jika saat ini Bianca membencinya. “Saya hanya ingin mencoba memasak sesuatu, Ma,” jawab Ameera berusaha tetap tenang.

Tidak menghiraukan Ameera, Bianca duduk dengan di kursi yang selalu tersedia untuknya, memeriksa setiap hidangan dengan tatapan kritis. Namun, ketika dia mencicipi omelet yang dibuat Ameera, sejenak ada kilatan kepuasan di wajahnya, sebelum dia kembali menutupinya dengan ekspresi datar. “Biasa saja. Tidak ada yang istimewa,” ucap Bianca sembari meletakkan sumpit ke atas tatakan.

Brian dan David mulai memuji masakan Ameera, mengatakan betapa lezatnya hidangan tersebut. “Kamu punya bakat, Ameera,” kata Brian, sambil mengambil porsi kedua.

David mengangguk setuju. “Ini sarapan terbaik yang pernah aku makan dalam waktu yang lama,” tambahnya, membuat hati Ameera terasa hangat.

Di tengah-tengah kegiatan sarapan yang berlangsung, Alvan berjalan menuruni anak tangga dengan langkah tergesa-gesa sembari mengenakan dasi, matanya sesekali melirik jam di tangan yang berdetak dengan teratur. Pagi ini, dia terburu-buru hendak menuju kantor. Ada rapat penting yang menunggu dan harus dia hadiri guna menentukan arah masa depan perusahaan yang kini berada di bawah tanggung jawabnya.

Melihat hal tersebut membuat Ameera berniat menawarinya agar sarapan bersama. Bangkit dari duduk, ia berjalan menghampiri suaminya dengan senyum yang lembut. “Sarapan sudah siap, Mas. Siapa tahu Mas Alvan mau mencicipinya dulu sebelum berangkat kerja,” ajaknya, dengan nada bicara penuh harap.

Menghentikan langkah, Alvan membawa atensinya ke sekeliling dan berhenti pada pemandangan di ruang makan. Di sana semua orang telah berkumpul bersama, dengan hidangan di atas meja. Alih-alih menerima ajakan Ameera, laki-laki dalam balutan jas yang gagah itu justru menggeleng singkat. “Aku tidak punya waktu. Ada rapat penting yang harus aku hadiri,” jawabnya singkat, dingin dan tegas.

Sontak, penolakan Alvan tersebut membuat Brian tidak terima. “Hey, Son. Kemarilah. Istrimu telah memasak. Kau sarapanlan terlebih dahulu!” serunya memerintah.

Menghela napas panjang, Alvan kembali melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Tidak bisa, waktunya sudah tidak sempat. Aku sarapan di kantor saja,” tolaknya tidak berminat. Tanpa sepatah kata lagi, dia mengambil tas kerjanya kemudian bergegas keluar dari rumah, meninggalkan Ameera yang berdiri dengan perasaan kecewa yang mendalam.

Sementara itu di tempatnya, Brian mendesah berat. Sosok jangkung yang kini berjalan menuju pintu keluar itu memiliki pribadi yang kompleks, dia terbelenggu oleh rasa sakit dan kewajiban. Di matanya, Ameera hanyalah bayangan dari adiknya yang telah meninggal, seseorang yang terpaksa harus dia nikahi dan tidak pernah bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan. Dia menikahi Ameera bukan karena cinta, melainkan karena tekanan darinya yang telah menjanjikan perusahaan keluarga sebagai imbalan atas pernikahan tersebut.

“Tidak apa-apa, Ameera. Mas Alvan sedang buru-buru. Mungkin lain kali, Mas Alvan akan sarapan bersama.” Ameera menatap pintu yang baru saja tertutup di depannya dan mencoba menenangkan diri.

Tak pelak, ada kecewa yang mendera relung hatinya. Kehangatan sarapan yang telah ia siapkan perlahan menguap. Ameera telah bangun lebih awal, memastikan bahwa setiap hidangan dibuat dengan sempurna, di mana dia berharap, Alvan akan menghabiskan sedikit waktu untuk menikmati hasil jerih payahnya.

Berjalan menghampiri meja makan, Ameera kembali duduk di tempatnya. Melihat sorot mata yang sendu itu Brian merasa tidak enakan. Berdeham beberapa kali, pria paruh baya itu mencoba membuka kembali topik pembicaraan yang sempat senyap. “Ameera, kau juga sarapan bersama kami. Lihat, masakan ini keburu dingin nantinya.”

Sepasang mata indah Ameera menyipit bak bulan sabit. “Iya, Pa.”

“Terima kasih untuk sarapannya, Ameera. Ini sangat lezat,” ucap David bersungguh-sungguh.

“Sama-sama, Kek,” balas Ameera sopan.

“Ck, masakan biasa saja. Kalian memujinya berlebihan!” ketus Bianca menohok.

“Ma, berhentilah bersikap ketus. Dia menantu kita,” tegur Brian.

Memutar bola matanya malas, Bianca melipat kedua tangannya ke depan. “Mustahil aku bersikap ramah terhadap seseorang yang telah membunuh putraku!”

Ucapan Bianca bak belati yang menyayat-nyayat jantung Ameera. Kebencian wanita paruh baya itu terlalu mendalam dan kental. Meskipun kecelakaan itu bukanlah sesuatu yang mereka inginkan. Namun, Ameera tetap merasa bersalah akan hal itu.

“M-maafkan Ameera, Ma,” ucap Ameera getir.

Deritan kursi terdengar mengiringi David yang bangkit dari duduk. “Berhentilah menyalahkan. Semua ini sudah kehendak Tuhan. Brian, sebaiknya kau bawa istrimu beristirahat, dan Ameera, kau lanjutkan sarapanmu, aku hendak mencari udara segar di taman belakang,” ujar pria senja itu dengan bijak. Setelahnya, Brian pun melenggang pergi meninggalkan ruang makan.  

Tidak membantah, Brian segera mengangguk patuh. “Baik, Pa.” Menoleh ke samping, ia menatap sang istri. “Sebaiknya kita beristirahat,” ucapnya lalu mulai membawa Bianca berjalan ke kamar untuk beristirahat.

Di tempatnya, Ameera termenung dalam diam. Ada banyak sekali hal berat yang dia rasakan. Mulai dari patah hati, menikah dengan laki-laki yang bukan pilihannya dan menghadapi mertuanya yang sangat membencinya dan menyalahkan kematian Alex padanya. Menghela napas panjang, Ameera mencoba menenangkan diri.

“Oh, aku harap aku bisa menghadapi semua hal berat ini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status