"Ada apa sih, Ma?" Pak Mansyur yang sejak tadi di telepon sang istri pun sudah sampai di rumah. lelaki yang usianya sudah tidak muda itu pun merasa begitu sangat heran tanda kumat karena istrinya terus saja menelpon dan meminta pulang. Melihat wajah istrinya pun langsung saja membuat ia merasa heran.Wanita berbaju hitam itu menghampiri suaminya dan menarik ke dalam kamar. dirinya tidak bisa berpikir sendirian maka dari itu ia langsung saja menghubungi suaminya, bu Layla benar-benar merasa begitu sangat pusing ia tidak mau jika harus mengorbankan anak kandungnya, lebih baik mengorbankan Anak Tiri yang tidak tahu diri itu.Pak Mansyur semakin bingung dengan apa yang sedang terjadi dengan istrinya "Ada apa, sih Ma?" tanya Pak Mansyur.Pak Mansyur sudah benar-benar merasa begitu sangat bingung, dirinya lelah lalu melihat tingkah istrinya yang aneh. Membuatnya merasa kembali berdenyut nyeri kepalanya."Juragan Teh datang. Dia minta untuk menikahi Zea atau Sella untuk menjadi istri ke 4
Gio meremas ponsel dengan kencang. Bagaimana bisa David muncul kembali. Dirinya tak mau Zea terlibat hal ini. Dirinya ingin melindungi wanita itu, David berurusan dengan dirinya bukan dengan istrinya maka dari itu ia tidak akan pernah membiarkan David sampai menyakiti Zea. "Lebih baik kamu cerai kan saja Zea. Sejak lama bukannya itu alasanmu tak memilih menikah setelah Natalia meninggal." Perkataan Arga membuat Gio terdiam dan kembali teringat peristiwa menyakitkan itu. Namun, Gio menepis bayangan itu dan mencoba untuk melupakan. Memang itu adalah salah satu alasannya kenapa dirinya tidak mau menikah karena kematian Natalia membuatnya benar-benar sangat trauma dan ia tidak mau jika sampai hal tersebut terjadi lagi. Namun, berbeda dengan sekarang setelah ia menikah dengan Zea ia memiliki sebuah harapan baru dan ia tidak akan pernah membiarkan Zea untuk terluka lagi. "Itu sudah lama, aku bisa menjaganya tidak usah cemas dan khawatir." Geo benar-benar ia ingin bangkit dari pasar tr
"Sejak kecil, kalian merampas semuanya. Bahkan, apa yang aku miliki harus aku kasih pada Dara dan Sella. Saat aku dewasa pun, Kekasihku harus kurelakan untuk Dara. Apa kurang pengorbananku?" Zea rasanya sudah benar-benar tidak tahan lagi, mulailah kali ini benar-benar sangat keterlaluan padahal ia sudah banyak sekali berkorban di dalam keluarga ini. Tapi tidak ada satu orang pun yang menganggap pengorbanannya itu ada bu Layla bahkan kedua anaknya pun tidak segan-segan menghina dirinya.Mereka bertiga benar-benar benalu, mereka bertiga tidak memiliki hati bahkan mereka juga sudah merebut ayahnya. Mereka menghasut ayahnya dan membuat ia yang statusnya sebagai anak kandung justru tersisihkan. Ayahnya selalu saja mengutamakan kebutuhan anak-anak dari istri barunya dan mengesampingkan kebutuhannya bahkan ia yang dipaksa untuk bekerja terus-terusan padahal uang-uang itu merekalah yang menggunakannya.Bu Layla menampar wajah Zea, wanita itu tidak terima jika Zea berani melawannya. Apalagi m
"Makanya jadi perempuan jangan sombong, Zea. Pas dilamar juragan teh ditolak, malah milih sama pria miskin dan jelek. Susah sendiri kan sekarang?” "Bayangkan coba kalau punya anak. Pasti di mukanya ada tompel juga, kayak bapaknya.” “Lah, iya. Aduh.” Tawa berkumandang. “Mendingan juragan teh waktu itu. Meski tua, tapi kan dia kaya.” “Bener. Yang ini juga, meski miskin, harusnya ganteng gitu. Paling nggak enak dilihat. Bukannya cupu dan lusuh begini.” “Kayaknya benar kata tetangga. Si Zea diguna-guna, makanya mau sama suaminya.” “Heh, guna-guna juga butuh duit. Suaminya kan miskin!” Zea hanya diam saja sembari menyiapkan nasi untuk Gio, suaminya. Ia mencoba tidak memedulikan ocehan ibu tiri dan kedua saudara sambungnya, sekalipun ia tahu dengan pasti bahwa mereka tengah mengejek sang suami yang baru saja menikahinya dua minggu yang lalu. Pernikahan Zea memang termasuk dadakan dan tiba-tiba. Ia pun sebenarnya belum terlalu lama mengenal Gio. Hanya saja, pria itu pernah menyelamatka
"Atau apa, Bu?" "Kupaksa Gio Menceraikan kamu dan kamu harus menikah dengan juragan teh!" Sang ibu mengancam Zea. Zea meremas ujung baju. Dia merasa jengkel dan kesal. Apa yang ibunya katakan membuat dirinya geram. "Bu, cukup! Apa salah aku? Kalian kenapa selalu memperlakukan aku tidak baik. Kalian pilih kasih, harusnya aku yang mendapatkan kasih sayang." Sebuah tamparan mengenai pipi Zea, Bu Layla tidak suka jika anak sambungnya ibu membantahnya. Untuk apa membicarakan kasih sayang jika tidak ada keuntungan. "Tampar saja lagi, aku sudah kebal. Bahkan, aku merelakan calon suami aku untuk Dara. Hanya karena Dara menyukai dia." "Heh, jaga mulut kamu! Farhat itu cintanya sama Dara. Lagi pula keluarga Farhat itu enggak suka sama kamu yang enggak berpendidikan. Dara lulusan S1, berpendidikan. Jauh sama kamu yang lulusan SMA doang," ujar Bu Layla. Zea tersenyum miris sembari memegangi pipinya yang merah. Lucu sekali ibu sambungannya itu, mentertawakan hal yang memang sudah d
"Non, ngapain di sini?" tanya Bi Romlah. "Biasa Bi, mereka kalau enggak nyuruh aku sehari aja kayanya enggak bisa. Apalagi Ibu, senang banget bikin aku repot." Zea menggerutu kesal. "Yang sabar, Non." Zea hanya tersenyum, dia senang berada di dekat Bi Romlah. Asisten pribadi di rumahnya yang sudah dianggap seperti ibu kandung. Bahkan, dulu saat dia sakit Bi Romlah yang merawatnya. "Aku juga enggak tahu kenapa nasib aku kaya gini." Sembari memotong sayur, Zea terus meluapkan isi hatinya. Terlebih saat semua orang mengejek suaminya yang katanya jelek dan hanya kuli bangunan. Zea paham, suaminya jauh dari kata tampan. Dia pun menyadari, tapi setidaknya jangan menghina. "Eh, Zea keluar dulu. Bantuin di depan, tuh ibu nya Farhat sebentar lagi datang." "Bu, di sini belum kelar," tolaknya. "Cepat sudah." Ditariknya Zea ke ruang tamu, dia melihat suaminya pun sudah ada di sana membantu ayahnya menyapu dan mengepel. "Aduh, Bang ngapain si," ujar Zea yang langsung m
Pagi-pagi sekali Zea sudah membuat sarapan , Gio memintanya membuatkan bekal telur ceplok dan nasi karena katanya hari ini ada pekerjaan pagi-pagi sekali. Dia tidak mau membuat suaminya kelaparan pagi hari dan sepertinya pekerjaan Gio akan sangat melelahkan. Zea sejak malam sudah membawa telur satu butir ke kamar agar tidak di sembunyikan oleh Ibu sambungnya atau siapa pun yang ada di rumah itu. Pengalaman yang pernah ada, di rumah sendiri seolah-olah dia yang sendang menumpang di rumah itu. "Non, masih pagi tumben?" Bibi bertanya heran. "Mas Gio meminta aku membuatkan dia telur dadar, mau bawa ke tempat kerjanya. Mungkin ada ngerapiin rumah." Zea tersenyum sembari mengambil minyak untuk menggoreng. Melihat Zea yang seperti bukan di rumahnya sendiri, Bibi merasa iba. Harusnya Zea itu menjadi Nona yang hanya duduk dan dilayani. Namun, semua berakhir saat ibunya meninggal dan ayah kandungnya membawa ibu sambung yang menyeramkan seperti Bu Layla. "Heh, Zea. Kamu lagi ngapain
Zea bingung dengan suaminya, mungkin Gio tidak mau dirinya terlalu lelah dengan pekerjaan baru. Namun, Zea mencoba menangkan suaminya jika dirinya akan baik-baik saja dan tidak lelah. Demi mendapatkan tambahan uang, bahkan agar tidak di hina terus menerus. Jika dia bekerja di tempat bagus pun mungkin gaji akan lebih besar. "Mas, kenapa?" Zea bertanya karena melihat wajah Gio yang berbeda. "Eh, enggak. Kaget aja, bukannya itu kantor besar, kamu mau melamar mau menjadi apa?" tanya Gio. Sedikit masam, Zea pun malah terdiam. Mendengar ucapan suaminya membuat dia sadar jika memang gedung besar itu tempat orang pintar dan berpendidikan tinggi. Mungkin, dirinya hanya pantas menjadi SPG di mall saja. atau buruh cuci Seperi yang sering di katakan oleh keluarganya. Zea tidak jelek, hanya saja mereka selalu meremehkannya. "Kok masam, maksud Mas enggak merendahkan kamu. Tapi, hanya bertanya apa ada lowongan juga buat Mas. Kali aja Mas yang kerja kamu tetap jaga toko di mall," ujar Gio.