Share

87. Pamit Kepada Iqbal

Aku tidak bisa membayangkan seberapa gentingnya istana Tukasha sebenarnya. Tapi mendengar suara serak parau Muzammil bisa sedikit mengobati rinduku. Betapa hari-hari sesak menahan sakit cinta dan rindu.

Menyekrol foto-foto kita bertiga di ponselku semakin membuatku tersiksa. Beberapa baju yang tergantung di kamar kubiarkan sebagai pengobat rinduku. Aroma tubuhnya masih bisa kucium, kupeluk bajunya dengan linangan air mata. Betapa beratnya dalam keadaan hamil dan jauh dari suami.

Aku menghubungi Hermin dan mengajak bertemu setelah berbulan-bulan tidak bisa bertemu. Aku menceritakan permasalahan hidup yang menimpa aku dan Muzammil.

"Aku kebetulan juga mau pulang ke Indonesia, Zhee. Ayahku sakit keras, aku tidak mau menyesal bila terjadi apa-apa dengan ayahku," kata Hermin.

"Sekarang kita cari tiket, aku takut orang Tukasha keburu datang dan menemukan aku, Hermin. Kita harus gerak cepat!" usulku.

"Ayo!" ajak Hermin menggandeng tanganku.

"

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status