Share

Hasrat Nyonya Majikan

Sepulang dari kampus, kini Nara sedang menunggu jemputan. Namun, sudah cukup lama ia menanti, sementara Arsen belum juga menampakkan dirinya.

'Tidak tepat waktu. Dia tidak seperti ayah!" geramnya. Sekilas, ia mendapati seorang lelaki yang sedang mengendarai sepeda motor. Ya, itulah seseorang yang ia tunggu-tunggu.

"Lama sekali!" kesalnya.

"Maaf Nona manis, aku membeli ini dulu!" Arsen menunjukkan sebuah kantong plastik besar yang berisikan banyak sekali buah dan bahan-bahan dapur.

"Astaga, Om menghabiskan uang ayah, ya? Ini banyak banget!" 

"Aku sama sekali tidak memakai uang ayahmu. Ini uang hasil kerjaku hari ini. Lumayan, untuk mencukupi kebutuhan kita selama beberapa Minggu," balas Arsen.

Nara menilisik wajah Arsen, lalu kembali berkata, "Nara jadi meragukan, kalo Om itu bukan seorang pria serabutan!" 

"Buang perasaan anehmu tentangku. Cepat naiklah!"

Dengan hati yang bertanya-tanya, Nara pun naik ke motor. Arsen dengan cepat menarik tangan Nara agar berpegangan di pinggangnya.

***

Waktu berlalu begitu cepat. Tidak terasa, malam telah tiba. Dhafian pun sudah bersiap untuk kembali ke rumahnya. Biasanya, jika pulang di jam seperti ini, dia selalu merasa cemas dengan keadaan putrinya. Mengingat kehadiran sahabatnya, ia menjadi tenang karena ia yakin sahabatnya itu bisa menggantikan posisinya sebagai ayah.

Saat sudah menaiki motor, tiba-tiba Lia sang majikan datang menghampiri.

"Dhaf, kau sudah mau pulang ya?" tanyanya.

"Ya, Nyonya. Ada apa? Butuh pertolongan 'kah?" bingung Dhafian.

"Ya, aku sangat butuh bantuanmu."

"Apa itu?"

"Bisa kau ikut aku ke kamar?"

Meskipun bingung, akhirnya Dhafian mengurungkan niatnya untuk kembali ke rumah. Sembari berjalan, pria itu mengetik pesan di ponselnya.

[ Aku akan pulang lebih lambat. Tolong jaga anakku ya ]

Setelah mengirim pesan kepada Arsen, Dhafian pun mengikuti langkah kaki majikannya. Dirinya dibawa menuju kamar. Sepanjang jalan, pria itu terus bertanya, pertolongan apa yang dibutuhkan oleh majikannya itu?

Setelah tiba, ia sempat terkejut dengan aksi Lia yang mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. 

Ia juga menyaksikan Lia duduk di atas ranjang dengan gerakan yang sensual. Dengan mempertahankan kewarasannya, Dhafian akhirnya bertanya pada Lia, "Nyonya sebenarnya kau membutuhkan bantuan apa?" 

Lia berjalan menghampiri Dhafian. Aksi yang mengejutkan selanjutnya, tiba-tiba Lia membuka bajunya di depan mata Dhafian.

"Aku butuh bantuanmu untuk memuaskan hasratku," ucapnya berbisik.

Dhafian menarik sebelah alisnya, kemudian pria itu bertanya kembali, "Kenapa harus aku?" 

"Dhaf, sadarilah. Selama perhatian penuhku terhadapmu itu, karena aku memiliki perasaan kepadamu. Dhaf, di mataku kau begitu menggoda, bahkan kau tidak pantas menjadi satpam!" 

"Tolong ingat status Nyonya!" Dhafian berusaha mengingatkan sang majikan untuk sadar atas tindakannya saat ini.

"Ya, aku tahu aku seorang perempuan bersuami. Namun, apa salahnya aku bermain-main? Suamiku di luar negeri sana saja seakan tak ingat aku. Apa bedanya statusku dengan seorang janda?"

Dhafian bergeming, ia melihat gerak-gerik Lia. Majikannya itu terlihat bagai wanita liar dan nakal. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ia pun tergoda. 

Dhafian hanya sekali bercinta seumur hidup. Itu pun karena kenakalannya dengan mantan istrinya. Apa salah jika ia melampiaskan hasrat yang bertahun-tahun itu dengan seorang wanita bersuami?

Toh, ini bukan kemauannya, melainkan seseorang membutuhkan dirinya, kan?

Lia kembali bergerak. Ia berjinjit untuk menggapai bibir Dhafian, dan ya wanita itu mengecupnya dengan rakus. Dhafian tidak menolak. Tubuhnya respek merespon, tetapi hatinya terus menyangkal.

'Tidak, tidak seharusnya aku melakukan ini. Tetapi, aku tidak munafik jika aku juga butuh penyaluran,' batinnya.

"Simbiosis mutualisme. Sama-sama menguntungkan bukan? Jadilah partner seksku, maka aku akan taikkan gajimu 5 kali lipat dari gaji biasamu."

Dhafian tersenyum, lalu ia menggendong perempuan itu dan mulai mencumbunya dengan kasar. Seakan hasrat terpendamnya selama bertahun-tahun itu, ia akan lampiaskan dengan perempuan ini.

Setelah melucuti pakaian Lia, tiba-tiba Dhafian berhenti bercumbu. "Bagaimana jika kau hamil?"

"Tenang saja Dhaf, aku sering mengonsumsi pil kontrasepsi."

"Apa alasanmu sering mengonsumsinya?"

"Karena aku tidak ingin memiliki anak dari suamiku. Sudah cepatlah, aku tidak tahan, tubuh kekarmu sangat menggoda Dhaf!"

Tiba-tiba bayangan wajah anaknya terlintas di benak Dhafian, ini adalah suatu yang tidak wajar. Ia memiliki seorang anak perempuan, pantas kah perlakuan seorang ayah seperti ini? Ya, hati dan pikirannya begitu kalut.

Alhasil ...

"Maaf Nyonya, saya masih ingat kedudukan saya di sini. Saya seorang ayah dan saya memiliki anak perempuan. Sepertinya, perlakuan seperti ini tidak pantas jika diketahui oleh anak saya nanti."

"Tapi Dhaf!"

"Maaf, Nyonya. Tawaran Anda beresiko untuk saya." Dhafian menyelimuti tubuh polos majikannya itu, lalu ia kembali membenarkan pakaiannya. Setelah itu, ia pun pergi meninggalkannya.

Perubahan mendadak Dhafian benar-benar sangat membuat Lia kecewa. Namun, dia mengakui bahwa satpam rumahnya itu terlihat semakin keren.

***

Merasa kepulangan ayahnya begitu lama, Nara terus saja mondar-mandir tak karuan. Ia sangat mencemaskan ayahnya yang sampai tengah malam belum kunjung pulang.

Gadis itu memilih untuk keluar kamar, dan kala itu ia langsung disuguhi pemandangan seorang pria yang sedang tertidur pulas di atas bangku dengan tangan yang bersedekap di dada.

"Dia molornya gampang banget. Gak sakit apa tidur di bangku kayak gitu?" gumamnya.

Nara lebih memilih mengabaikan, dan ia beranjak keluar rumah. Seketika, udara malam yang begitu dingin menembus kulit. 

"Ayah kok gak biasanya pulang telat." Gadis itu berkata sambil memandang ke kejauhan.

"Kenapa di luar?"

Tiba-tiba suara seorang lelaki menggema. Itu Arsen yang baru saja bangun.

"Tidur saja sana!"

"Di luar dingin, kau bisa masuk angin dengan pakaian seperti itu!" tegur pria itu.

Nara menatap dirinya. Ya, ia hanya menggunakan tanktop dengan celana pendek.  

"Nara sedang menunggu ayah. Kenapa lama sekali pulangnya?" 

"Apa kau belum bisa tidur jika ayahmu belum pulang? Atau memang kau harus ditiduri dulu dengannya?" ucap Arsen ambigu, tetapi tidak disadari Nara. 

"Sembarangan. Nara bukan anak kecil lagi!"

"Hmm aku hanya menebak saja. Jika kau butuh bantuan itu, aku bisa melakukannya."

Seketika mata gadis itu langsung memicing tajam, sementara Arsen hanya mengangkat alisnya lalu mengedikkan bahunya dengan acuh. 

'Sepertinya aku harus berwaspada dengan sahabat ayah ini,' batinnya.

Tiba-tiba senyuman gadis itu terulas, ia melihat motor sang ayah sudah menepi di depan rumahnya.

"Ayah!"

"Kenapa Sayang? Kalian kok di luar?"

"Nunggu Ayah. Bisa tidak, jangan sering pulang telat seperti ini?!" omel Nara menatap kesal ayah tampannya itu.

Dhafian menghampiri anaknya, ia mengecup wajah anaknya dengan beribu kecupan. "Kan sudah ada Om Arsen Sayang, kau tidak perlu mencemaskan ayah."

"Tidak bisa, Nara belum bisa tidur kalau Ayah belum pulang!"

"Ya sudah masuklah ke kamar. Besok sekolah, nanti telat karena kau tidur terlalu malam!"

"Tunggu!" Tiba-tiba Nara mengendus-endus bau seragam satpam ayahnya. Ia mencium aroma sesuatu di badan Dhafian.

"Ayah pakai parfum perempuan? Ini bau parfum mahal!"

"Masa sih?" Dhafian ikut mengendus bau badannya. "Oh ya, tadi ayah habis menghantar majikan ayah ke toko parfum. Ya, toko parfum ... dan, ayah disuruh mencocokkan wanginya." Seketika wajah pria itu berubah pias.

"Ohh, Nara kira ayah habis pelukan dengan perempuan."

"Mengada saja. Sudahlah masuk sana, ayah mau mandi dulu!"

"Ya sudah. Makanan ada di meja, sudah Nara siapkan!"

"Iya Sayang ...." Setelahnya, Nara pun bergegas melanjutkan tidurnya kembali.

Sementara Arsen, terlihat terus tersenyum kepada sahabatnya.

"Kau kenapa?" tanya Dhafian.

"Ada lipstik di seragammu," ledeknya.

"Ah, ini bukan lipstik ...."

"Kau habis main kucing-kucingan yaaa?" Lagi-lagi Arsen menggoda, dan wajah sahabatnya itu tidak terlihat tenang. Mendadak wajah Dhafian berubah pias.

"Apa si? Tidak!"

Arsen tampak tersenyum meledek. "Dengan siapa? Majikanmu 'kah? Wahh, bagaimana jika anakmu tahu?"

"Susst diamlah, ini perihal pekerjaan."

"Ya, pekerjaan yang nikmat bukan?"

"Aku tidak melakukan apa-apa!"

"Hanya sedikit 'kan ....?" Arsen terus meledek sahabatnya itu, sampai Dhafian merasa salah tingkah sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status