Share

Ibu Pengganti Untuk Nara

Arsen mengambil tindakan cerdik. Ia membopong tubuh Nara untuk masuk ke kamar mandi. Pria itu mengguyur seluruh badan Nara sampai gadis itu basah kuyup. 

Walau dirinya merasa sangat tergoda akan kemolekan tubuh gadis itu, tetapi ia masih mempunyai akal sehat. Pemikiran pria itu pun jernih, dan tak mudah terbawa hasrat dalam gairah kelaki-lakiannya.

"Om dingin!"

'Bagus, rangsangan obat itu akan menghilang,' batinnya.

Arsen memberikan handuk, lalu ia membopong kembali tubuh Nara yang menggigil. Nara masih hanya mengenakan dalamannya, dengan sisa bawahan celana ketat yang pendek.

Dalam hati, ia berniat untuk menggantikan baju, tetapi ia berpikir ulang itu akan membahayakan dirinya. Ia pun memilih mengabaikan, walau merasa iba dengan putri sahabatnya itu karena kedinginan memakai dalaman yang basah.

Tiba-tiba di luar terdengar suara deruman motor, ia yakin bahwa itu Dhafian yang baru saja pulang.

Arsen keluar dari kamarnya, ia merasa lega karena pada saat aksi tadi Dhafian tidak sempat memergokinya. Mungkin jika ia pulang tepat di kala itu, kepercayaan duda itu bisa hilang terhadapnya.

"Bagaimana putriku?"

"Aman!" Arsen membulatkan jarinya membentuk huruf O, lalu ia tersenyum tenang. Padahal dibalik semua ini banyak kejadian yang tersembunyi.

"Syukurlah, aku ingin melihatnya sebentar!"

"Sepertinya biarkan saja Dhaf, anakmu baru saja aku jemput, dia sangat lelah lebih baik kau makan dan segera mandi!"

"Baiklah ... oh ya bagaimana dengan pekerjaanmu?"

Tiba-tiba wajah Arsen berubah pias, ia terlihat pucat jika ditanya prihal seperti ini. 

"Ah ya, aku sudah mendapatkannya. Jadi, kita bisa menggabungkan penghasilan untuk kebutuhan hidup bersama," balasnya.

"Syukurlah. Apa pekerjaanmu?"

"Masih tidak menentu. Karena aku masih menunggu panggilan dari PT, jadi aku sibukan diri di pasar menjadi kuli panggul. Lumayan, aku membantu mereka dengan upah yang cukup untuk kita sehari-hari," jelas Arsen.

"Yaa setidaknya, kau menutupi sambil menunggu gajiku. Thanks ya, kau sangat membantu!"

"Tidak seberapa dengan jasa dan kebaikanmu."

Persahabatan mereka merasa semakin kuat, terlebih mereka kini merasa mempunyai tanggungjawab. Ya, Nara adalah tanggung jawab mereka yang akan dipikul bersama.

***

Nara akhirnya membuka matanya. Manik indah itu menatap sebuah jarum pendek yang berada di loker, seketika ia terlonjak kaget. 

Gadis itu bangun dengan tergesa-gesa dan hampir keluar dengan kondisinya yang seperti semalam. Namun, ia tersadar.

Astaga!

Nara menatap dirinya, tiba-tiba memori ingatannya kembali terulang.

'Ya ampun, semalam? Gak mungkin, tapi aku ingat sama Om Arsen.'

Sebelum itu, ia mengingat siapa seseorang yang menciptakan kejadian itu bermula. Ya, Vero!

"Benar kata kak Andrea, Vero gak baik. Nyesel, dan sekarang cuma bisa nanggung malunya."

Nara ingin membersihkan dirinya, tetapi ia masih segan dan belum siap bertatapan dengan Arsen. Sebelum itu pun, ia lebih dulu mengecek keadaan di luar.

"Heyy Sayang, anak ayah baru bangun!" sapa sang ayah yang kala itu sedang menikmati kopinya. Nasib baik, ia tidak menemukan keberadaan Arsen di sana.

"Ayah Nara telat!"

"Ingat, ini hari apa?" 

Tiba-tiba otak Nara berputar. Astaga! Apa ini efek kebanyakan mabuk semalam? Ah ya jadwal mata kuliahnya hanya dari Senin sampai Jum'at, dan ia lupa jika hari ini adalah hari Sabtu.

"Astaga ... Nara lupa Ayah!"

"Ya sudah, mandi dulu sana habis itu sarapan. Ayah sudah buatkan nasi goreng untukmu!"

"Ayah tidak kerja?"

"Majikan Ayah sedang di luar kota, jadi dia perintahkan semua pekerja di rumahnya untuk libur beberapa hari."

"Ohhh ...."

Nara segera membersihkan diri, setelahnya ia berjalan menuju dapur untuk mengisi perutnya. Namun naas sekali, seseorang yang sangat ia hindari dari pertemuannya, kini justru dipertemukan alhasil mereka pun saling menatap.

Seketika Nara gugup, ia masih mengingat perbuatan bodohnya semalam.

Arsen selalu berekspresi datar, pria itu hidupnya selalu tenang seolah dunia berputar sangat lambat, bisa melupakan semua hal apapun dengan mudah.

Arsen yang mengetahui perasaan yang membalut hati Nara, ia segera menghabiskan sarapannya dengan cepat agar segera menjauh.

'Antara milih malu sama laper. Yaaa aku laper, milih makanlah. Lagipula ini kontrakan ayah yang bayar, walaupun perbuatanku itu mencoreng harga diri, tetapi yang namanya kondisi mabuk itu di bawah kesadaran,' batin Nara berceloteh.

Awalnya ada kecanggungan di antara mereka, tetapi gadis itu lebih memilih cuek. 

"Jauhi lelaki itu, dia tidak baik untukmu," pesan Arsen lalu pria itu pergi.

"Sok ngatur!" ketus Nara, tetapi tak sampai didengar oleh Arsen.

****

Nara melihat Arsen dan sang ayah sedang membersihkan motornya masing-masing. Tiba-tiba, ia melihat kedatangan seseorang yang tidak mereka tunggu-tunggu.

'Aduh, Kak Vika. Pasti dia mau nagih kontrakan,' batin Nara.

"E-eh ada si cantik!" sambut Dhafian menggoda. 

'Ayah kalo menggoda paling jago walaupun itu cuma basa-basi buat nunda bayar,' batin Nara.

Vika adalah gadis yang bisa disebut perawan tua, karena menginjak usianya yang seumuran dengan Dhafian yang sudah mempunyai anak, kini ia masih saja melajang. Dia anak dari seorang pemilik kontrakan ini, selain ibunya ia juga sering menggantikan untuk menagih semua penghuni kontrakan.

"Mas, kata ibu, sudah nunggak tiga bulan," ucapnya lembut. Sejujurnya, wanita itu sudah mempunyai rasa dengan Dhafian, tapi gadis itu hanya memendamnya saja.

"Iya aku tahu, tapi saat ini aku belum gajian. Lusa akan aku lunasi. Bagaimana jika kita jalan saja nanti?" Dhafian kembali menggoda.

"Motorku baru, mau tidak?" Dhafian memberikan senyum pesona yang memabukkan.

Arsen yang melihat sahabatnya itu merasa konyol. Ia merasa bahwa dirinya baru mengenal betul, karakter sahabatnya.

"Beli motor saja kuat, tapi bayar kontrakan kok gak bisa?" sindir Vika.

"Itu motor kredit!" balas Dhafian datar, tetapi tetap berusaha terlihat ramah.

"Ya sudah, kenapa tidak digadaikan saja untuk membayar?" 

Arsen dan Nara diam-diam menahan tawanya, sedangkan Dhafian merasa hilang akal untuk mengelabuhi Vika.

"Baiklah beri aku waktu beberapa Minggu lagi. Bilang kepada ibumu, aku akan segera melunasi!"  

"Janji ya Mas!"

"Hmm."

"Ya sudah, Vika pamit. Nanti jangan lupa ya, ajak Vika jalan-jalan pakai motor baru!" Gadis itupun pergi.

"Iya, kita keliling komplek ya untuk makan angin, sampai kau kembung!" sahut Dhafian berteriak. 

"Sama saja seperti ibunya!" sambungnya menggerutu.

"Maafkan aku karena belum bisa membantumu," ucap Arsen.

"Tak apalah kawan, santai saja. Nikmati saja hidup, walaupun sedikit pahit!" hibur Dhafian.

***

Hari Sabtu ini dilewati dengan cukup baik. Kini, Arsen dan Dhafian sedang menonton televisi. Namun, tiba-tiba Dhafian beranjak dari duduknya.

"Arsen aku ada urusan di luar sebentar, aku titip anakku. Jangan izinkan dia untuk keluar!" 

"Kau jadi jalan dengan anak pemilik kontrakan tadi?" goda Arsen.

Dhafian mendatarkan ekspresinya. "Tidak. Itu hanya membuang waktu!"

Arsen terkekeh. "Kau memang seperti dulu, selalu bisa menggoda dan pandai mengelabui wanita!"

"Mau belajar denganku?" Dhafian menaikkan turunkan alisnya.

"Tidak terima kasih!"

"Ah yasudahlah aku berangkat sekarang!

***

Setelah diberitahu bahwa Lia sudah pulang dan sangat membutuhkannya, Dhafian segera bergegas untuk mengunjungi rumah majikannya

"Dhaf, apakah malam ini kau bisa temani aku?" tanya sang majikan.

"Tentu saja, mau kemana Nyonya? Tapi, bukankah suami Anda sudah pulang?" bingung Dhafian.

"Panggil aku Lia, tidak masalah di jika hanya kita berdua!" 

"Baiklah." Akhirnya, Dhafian menurut.

"Suamiku sudah menceraikanku, aku yang memintanya. Itu semua demi dirimu, Dhaf. Sekarang, sudah tidak ada hal yang menghalangi lagi. Kau mau 'kan menggantikannya jadi suamiku? Mungkin, dengan begitu aku juga bisa menjadi ibu pengganti untuk anakmu."

Mendengar itu, Dhafian terkejut setengah mati. Jadi suami majikannya? Bagaimana ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status