Jovanka adalah seorang gadis berusia 20 tahun, yang hidup di kontrakan sempit dan harus banting tulang untuk biaya pengobatan adik nya yang sakit-sakitan.
Hari ini adalah hari tersial bagi Jovanka karna dirinya dipecat dari pekerjaannya. Dan pihak rumah sakit pun tak bisa memberikan keringanan baginya. "Dokter, saya mohon jangan hentikan pengobatan adik saya. Jangan lakukan itu Dokter, saya berjanji akan segera melunasinya." Mohon Jovanka dengan menangkup kedua tangan nya di dada. "Maafkan saya Nona, ini semua sudah jadi kebijakan Rumah Sakit. Kami tak bisa memberikan keringanan lagi." Ujar Dokter berusia sekitar 40 tahunan itu sedikit menunduk . "Bagaimana dengan adikku," Lirih Jovanka dengan kepala menunduk . Rasanya ia tak dapat melakukan apa-apa lagi, sudah banyak yang ia kerjakan untuk mendapatkan biaya pengobatan adik nya. Tapi nyatanya tak akan bisa menutupi biaya pengobatan adik nya. Adik nya yang mengidap kanker otak selalu bolak balik Rumah sakit. Sementara kedua orang tua mereka sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Dan beberapa hari lalu saat ia pulang ke kontrakan setelah bekerja, ia mendapati adiknya dalam keadaan tak sadarkan diri. Gadis itu terpaksa membawa kembali adiknya kerumah sakit dan hanya Jovanka lah yang menanggung biaya kehidupan dan juga pengobatan adiknya itu. Bibir wanita itu bergetar hingga tak lama kemudian terdengar suara Isak tangis. Tubuh nya merosot ke bawah dan menenggelamkan wajahnya di kedua paha. Tiba-tiba saja ada seseorang yang menghampiri nya dan memberikan sebuah kartu nama. Jovanka tak langsung mengambil kartu nama itu karena masih dilanda kebingungan. "Kami dari Yayasan yang bekerja sama dengan Rumah sakit, terkait masalah anda kami akan memberikan bantuan dana. Anda bisa temui pemimpin kami lebih dulu Nona." Ujar Pria berpakaian rapi dengan ramah. "Anda bukan sedang bercanda kan Tuan? ini benar kan?" Sangkinkan senang nya Jovanka sampai memegang kedua tangan Pria itu. "Ya Nona." Jawab Pria itu dengan tegas dan langsung melepaskan genggaman tangan Jovanka. "Kapan saya akan menemui Pemimpin anda?" Tanya Jovanka dengan raut wajah penasaran. Sungguh ini adalah kabar baik bagi dirinya yang sedang putus asa memikirkan biaya pengobatan adiknya. Terlebih adiknya hanya sampai besok pagi saja boleh tinggal disana, setelah itu harus meninggalkan rumah sakit lantaran ia tak dapat membayar tagihannya. "Silahkan ikuti saya, Nona." Ujar Pria tersebut dan berjalan lebih dulu mengarahkan jalan pada Jovanka. Jovanka melangkah hingga memasuki salah satu ruangan, yang pastinya bukan ruang rawat. Di dalam sana seorang pria paruh baya dengan seorang pria yang berdiri di depan pintu. "Silahkan duduk, Nona." Ucap Pria itu. "Perkenalkan, nama saya David." Jovanka yang tadinya sudah sangat percaya diri berubah menjadi sedikit takut. Terlebih raut wajah orang yang ada di dalam sana sungguh menakutkan baginya. "Jangan khawatir, Nona. Saya disini hanya ingin menawarkan kerjasama dengan Anda." Jovanka mengerjapkan matanya, merasa bingung dengan keadaan saat ini. Bukankah tadi dia mendapat tawaran dari salah satu Yayasan, lalu mengapa menjadi kerja sama? Bahkan dirinya tak memiliki apapun untuk di kembangkan. "Tapi saya tidak punya apa-apa, Tuan." Ucap Jovanka pelan menatap sebentar ke arah David lalu kembali menundukkan kepalanya. Mendengar ucapan gadis dihadapan nya itu tak ayal membuat pria itu terkekeh. "Saya tak menginginkan apapun kecuali dirimu."Tubuh Jovanka menegang mendengar ucapan Pria paruh baya di hadapan nya ini.
"Bukan untuk saya, tapi untuk putra saya." Lanjut David dengan cepat. "Putra?" Beo Jovanka. "Saya ingin memberi penawaran. Kau menikah dengan putraku dan seluruh biaya pengobatan dan kehidupan adikmu akan kupenuhi." Ucap David dengan Tegas. Kedua mata Jovanka tampak berkaca-kaca, dirinya sangat membutuhkan uang. Bukan untuk kesenangan tapi hanya untuk kelangsungan hidup adiknya. Ia tak ingin jika keluarga satu-satu nya yang ia miliki pergi meninggalkan nya. Namun haruskah ia menerima tawaran pria paruh baya yang di hadapan nya ini. "Ron, berikan kontrak kerjasamanya," Seorang pria yang menjadi tangan kanan David pun mendekat dan memberikan lembaran kertas di hadapan Jovanka. "Silahkan kau baca terlebih dulu, Jika ada yang tak berkenan di hati mu silahkan di tolak." Ujar David. Dirinya tak akan membuat poin-poin yang kiranya tak masuk akal. Karena yang ia ingin kan hanya orang yang akan merawat putra nya. Namun jika takdir cinta datang di antara keduanya, dirinya pun tak akan melarang hal tersebut. Pastinya pun dia sudah mencari tahu tentang kehidupan Jovanka sebelum membuat penawaran ini. Jovanka membaca satu persatu kata yang ada di sana, tak ingin melewatkan satu hal apapun. karna tak ingin mendapatkan masalah dikemudian hari lantaran kontrak kerjasama itu. "Tapi adik saya akan tetap mendapatkan perobatan kan Tuan?" Tanya Jovanka memastikan. "Ya, setelah kau tanda tangan kontrak ini. Adik mu akan kembali mendapatkan pengobatan nya dan jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan begitu kau menikah dengan putra ku, kau akan mendapatkan tempat tinggal yang nanti nya akan ditinggali adik mu." Ujar David panjang lebar. Tanpa memikirkan dan menunda-nunda lagi. Jovanka membubuhi kertas tersebut dengan tanda tangan nya. Tentu saja David mengulas senyum bahagia melihat nya. Bukan menganggap gadis ini bodoh, tapi ia merasa kagum dengan keberanian gadis ini dalam mengambil tindakan. "Ron, pindakah ruang rawat adik nya ketempat yang lebih baik dan berikan pengobatan terbaik." Perintah David pada tangan kanan nya dengan tegas. Lalu, David kembali kepada Jovanka. "Tiga hari lagi kalian akan menikah, di Gereja milik keluarga kami. Tak perlu memikirkan hal apapun, karna semuanya akan kami penuhi" Ujar David tersenyum tipis.Hari ini Jovanka akan bertemu dengan Pria yang menikah dengannya dua hari lagi. Gadis itu bersiap-siap di ruang rawat adiknya, karna gadis itu memang sudah membawa keperluannya kerumah sakit. Dengan penampilan nya yang sederhana Jovanka tetap terlihat memukau. Memakai dress polos berwarna biru muda dan tanpa polesan make-up. "Semoga saja dia tidak terkejut melihat penampilan ku yang jauh dari kata mewah." Gumam Jovanka sembari menghela nafas pelan. Netra mata indah itu menatap ke arah ranjang dimana adiknya masih belum sadarkan diri. Jovanka melangkah mendekati brankar rumah sakit itu menatap intens adiknya. "Kakak pergi dulu sayang, cepatlah sembuh agar bisa kembali beraktivitas." Ucap Jovanka pelan, gadis itu mendekatkan wajah dan mengecup kening adiknya. Jovanka kembali menegakkan tubuh nya dan melangkah menjauh mengambil tasnya yang berada di atas nakas lalu pergi dari sana. ****** Dua puluh menit di perjalanan dengan menggunakan Bus umum, Jovanka tiba di sebuah resto
Mendapatkan pengobatan terbaik untuk adiknya adalah kebahagiaan tersendiri bagi Jovanka. Tak menginginkan hal lain kecuali kesembuhan adik nya. Walau ada yang harus di bayar untuk itu, yaitu menikahi pria yang baru saja ia kenal dan menjadi istri sekaligus pengasuh Pria tampan itu. Kabar baik nya, setelah beberapa adiknya itu tak sadarkan diri. Akhirnya membuka kedua matanya saat Jovanka kembali dari pertemuan nya dengan Jonas. Dan besok, tepat di hari Minggu adalah hari pernikahan nya dengan Jonas. Dan kehidupan nya yang baru akan segera dimulai. "Besok kakak pergi sebentar ya, kamu disini nanti ada yang temani." Ucap Jovanka pada adik laki - laki nya, Gabriel. Gabriel masih berusia 14 tahun, memiliki sifat pendiam karna memang Jovanka lah teman satu - satunya berbicara. "Iya, Kak. Kakak hati-hati kalau keluar. Aku hanya punya kakak." Ucap Gabriel pelan, mata nya selalu memancarkan kasih sayang yang besar untuk kakak perempuan nya. "Kakak akan selalu ingat pesan kamu,"
Setelah selesai pengucapan Janji Pernikahan, Jovanka harus memenuhi keinginan sang mertua untuk makan siang bersama terlebih dahulu. Setelah itu ia diperbolehkan untuk kembali ke Rumah sakit. Hanya hingga esok hari, karna sore harinya ia harus sudah berada di kediaman itu lagi. "Makan yang banyak Nak." Ujar Delisa dengan lembut menatap ke arah sang menantu. Jujur saja perasaan Jovanka menghangat mendengar ucapan sang mertua. Sudah sangat lama ia merindukan ucapan lembut seperti itu. "Terimakasih Aunty." Ucap Jovanka dengan mengulas senyum manis. "Eh kenapa masih panggil Aunty Nak, kami ini adalah orang tua kamu. Panggil Mommy dan Daddy seperti Jonas." Dengan bibir bergetar Jovanka hanya mengangguk saja. Sementara Jonas hanya melirik sebentar dan kembali menikmati makanan yang ada di hadapannya. Tak berselang lama mereka semua pun telah selesai makan siang bersama. Saat nya Jovanka berpamitan menjenguk adik nya. "Vanka pamit dulu Mom." Pamit Jovanka pada sang mertua yan
Sesuai janji nya Jovanka kembali ke kediaman Smith di sore hari dengan dijemput supir kediaman itu. Setelah menyapa keluarga Smith, sang ibu mertua menyuruhnya membawa Jonas ke atas."Kau mau mandi sekarang?" Tanya Jovanka mengangkat wajah nya menatap sang suami."Hmm." Hanya deheman saja yang keluar dari bibir pria itu."Apa aku juga harus membantumu mandi juga?" Tanya Jovanka polos tak ayal membuat sudut bibir Jonas berkedut .'Menggemaskan.' Batin nya."Hmm." Dehem nya lagi, seperti nya Jovanka akan jantungan jika harus memandikan bayi besar seperti Jonas, lagipula entah kenapa ia harus bertanya seperti itu.Dan teruntuk Jonas sendiri, entah mengapa ia sangat ingin mengerjai gadis yang berstatus istri nya ini.Dengan perlahan Jovanka kembali mendorong kursi roda masuk ke dalam kamar mandi. Lalu membantu suami nya untuk berpindah ke kursi yang sudah di sediakan di sana."Kenapa melamun?" Tanya Jonas dengan mata memicing membuat Jovanka salah tingkah."Ekhm, emm itu ... Harus dimandi
"Selamat pagi Mom, maaf karena Vanka kesiangan." Ucap nya dengan kepala menunduk, begitu sadar ia kembali menarik selimut menutup tubuh nya. "Pagi sayang, kamu bersih - bersih dulu sana. Biar Mom bangun kan Suami kamu." Ujar Delisa lembut mengelus rambut panjang Jovanka. Mendapat perlakuan seperti itu tentu saja membuat perasaan Jovanka menghangat. Sudah sangat lama ia merindukan hal seperti itu, dan kini ia mendapatkan nya dari orang lain yang tiba-tiba menjadi mertua nya. "Biar vanka aja Mom." "Tak apa sayang, kamu bersih-bersih aja dulu." Akhir nya pun Jovanka tak ada pilihan lain selain menurut pada mertua nya. Dengan menurunkan kaki jenjang nya, Jovanka melangkah ke arah kamar mandi. Namun ia menyempatkan diri menoleh ke arah sang suami yang masih setia memejamkan mata nya. Setelah memastikan sang menantu masuk ke dalam kamar mandi, Delisa melangkah mendekati ranjang dan mendudukkan bokong nya di pinggiran ranjang. "Jonas, Mom tau kamu sudah bangun. Ayo, sekarang bangun!"
"Jonas, aku izin bertemu adikku ya." Seru Jovanka setelah Jonas duduk nyaman di dalam mobil. Jonas yang tadi nya tak memperhatikan wanita itu pun kini menatap ke arahnya. "Kau akan kembali jam berapa?" "Aku akan kembali sebelum kau pulang dari kantor." Jawab Jovanka dengan mengulas senyum tipis. "Baik, dan kau pergilah dengan supir jangan naik angkutan umum."Ucap Jonas mengangguk pelan. Jovanka yang mendengar hal itu pun sontak mengulas senyuman semakin lebar. "Terimakasih Jonas, kau bekerja lah dengan semangat." Ucap Jovanka tersenyum manis. "Hmm."Jonas hanya berdehem, terlebih ia merasakan gelagat aneh kala menatap senyuman istrinya itu. Setelah mobil yang membawa suaminya itu pergi, Jovanka kembali masuk kedalam untuk bersiap pergi menemui adiknya. Sudah satu minggu sejak kepulangan adiknya dari rumah sakit mereka belum bertemu. Jovanka memiliki waktu bertemu adiknya kalau Jonas sedang pergi bekerja. ****** Kini Jovanka sudah berada di salah satu unit apartement mewah m
Sepulang nya Jovanka dari apartemen adik nya, wanita itu langsung membersihkan diri dan turun ke lantai dasar menuju Pantry."Nona, anda istirahat saja. anda kan baru saja kembali dari luar pasti lelah." Ujar Bibi Nancy dengan suara lembut."It's oke Bibi, aku gak capek kok. tadi juga hanya di apartemen adikku saja." Ujar Jovanka, namun kali ini Bibi Nancy sedikit memaksa agar wanita itu tak ikut mengerjakan pekerjaan mereka."Kali ini Bibi tidak mau mengalah Nona, anda harus naik ke atas atau di ruang santai saja bisa menonton drama atau apapun." Seru Bibi Nancy.Pada akhir nya pun Jovanka mengalah. Wanita itu menghela nafas berat, namun tak ayal mengangguk kan kepala nya juga."Yasudah, Aku kedepan saja ya Bibi." Bibi Nancy pun menjawab dengan anggukan kepala nya.Sementara Jovana terus melangkah hingga kaki nya berhenti di ruang santai. Wanita itu mendudukkan bokong nya di sofa panjang, menyalakan TV dan mencari channel yang menyiarkan drama yang akan ia tonton.Namun tampak nya ga
Sementara di negara yang berbeda, pasangan paruh baya itu sedang bercerita memikirkan keadaan pasangan pengantin baru yang ada disana. "Bagaimana kehidupan mereka disana Sayang." Ujar wanita paruh baya yang tak lain adalah Delisa. Wanita itu merasa khawatir meninggalkan putra dan menantu nya hanya berdua saja disana. "Kau tak perlu khawatir Honey, mereka akan baik - baik saja. Dan putra kita itu tak akan melakukan hal yang buruk terhadap Jovanka." Seru David tersenyum kecil sambil menyesap teh nya. "Semoga saja Sayang." Ucap Delisa yang juga mengulas senyum tipis ke arah suami nya. "Fokus pada kesehatan mu saja Honey, ada orang yang aku suruh untuk memantau keadaan di sana. Jadi kau tak perlu merasa khawatir, aku kan sudah berjanji kalau menantu kita akan tetap aman." Ujar David lagi dengan menghela nafas pelan. Walau pernikahan putra mereka atas dasar perjanjian semata. Namun Delisa benar - benar menyayangi gadis yang menjadi menantu nya itu. "Aku berharap pernikahan