Share

Kehilangan yang Menyakitkan

"Jadi begitukah aku di matamu, Pak? Hanya robot pekerja? Aku tidak berharga sebagai i-istri?"

Zein melayangkan tatapan tajam ke arah Zahra, mendekat dengan mengatupkan rahang secara kuat. "Kau berharap apa, Humm? Mencintaimu? Kau adalah perempuan licik dan busuk. Karena jebakan mu tiga tahun yang lalu, Kakekku memaksa untuk menikahiku dan sekarang aku terjebak dengan perempuan busuk sepertimu," ucap Zein, berdesis marah dengan tatapan menjatuhkan pada Zahra.

Zahra membatu di tempat, kali ini membiarkan air matanya jatuh. Dia tidak bisa membendung, perkataan Zein sangat menyakitkan. 

Sedangkan Zein, setelan mengatakan itu, dia langsung pergi–menggenggam tangan Belle secara mesra.

Zahra tertunduk sedih, semakin sakit hati ketika melihat Zein pergi dengan menggenggam mesra tangan Belle.

"Aku tidak menyangka jika kamu masih menganggapku menjebak mu. Setelah apa yang kulakukan tiga tahun ini sebagai istri, ternyata sama sekali tak membuatmu luluh, Pak," gumam Zahra, menangis sedih sebab kecewa pada Zein.  Zahra tak menyangka jika ulang tahun pernikahannya akan berakhir sangat buruk, sangat-sangat menyakitkan.

***

Zahra menunduk, menatap lalu mengelus perutnya yang masih rata. Saat ini dia di sebuah taman untuk menangkan pikiran. "Nak, bagaimana cara Mama memberitahu Papamu jika kamu hadir dalam perut Mama? Apa kamu akan marah jika semisal Papa tidak menginginkan keberadaan mu, Sayang?" gumamnya dengan nada bergetar, menitihkan air mata dengan perasaan yang sangat terluka.

Awalnya dia pikir bayi dalam perutnya akan membantu untuk menghangatkan hubungannya dengan suaminya, akan tetapi sekarang dia menyerah. Belle hamil, perempuan itu akan diratukan oleh suaminya. Sedangkan dia? Zein tidak akan peduli pada kehamilannya, sebab dia sudah mendapatkan keturunan dari wanita yang dia cintai.

"Meskipun Papa tidak menginginkanmu, tetapi Mama sangat ingin. Mama mencintaimu dan sangat menunggu kehadiranmu, Sayang. Apapun yang terjadi Mama harap kamu tetap sehat dalam sana, kamu harus kuat. Okey, Sayang?" ucap Zahra kembali pada perutnya, berbicara seolah anak dalam perutnya tersebut bisa mendengarnya.

"Zahra."

Mendengar seseorang memanggilnya, Zahra langsung menghapus air matanya. Dia menoleh pada seseorang itu sembari tersenyum lembut. "Oh, hai, Paman," sapa Zahra dengan ceria, seolah tidak terjadi apa-apa padanya.

"Humm." Raka berdehem lembut, duduk di sebelah Zahra walau sebelumnya dia tak izin. Raka Vinsen Melviano adalah paman Zein. Selain kakek Zein, ada Raka yang selalu bersikap baik pada Zahra. Keduanya sangat peduli pada Zahra.

"Jangan menutup-nutupinya, Zahra. Aku tahu kau sedang bersedih." Raka berucap pelan, menoleh dan memandangi wajah cantik Zahra dari samping, "kau sedih sebab wanita itu kembali pada Zein dan Zein memilihnya?"

"Hehehe … tidak, Paman." Zahra tertawa sumbang, menutupi luka di hatinya. Bagiamana bisa Raka sangat peka pada keadaannya sedangkan suaminya saja tidak peduli pada perasaannya? "Aku tidak mempermasalahkan itu. Jika memang Pak Zein ingin kembali pada Belle, aku tidak peduli sama sekali," bohongnya.

"Kudengar kau sangat mencintai Zein." Raka mengamati guratan sedih di wajah Zahra. Dia tahu perempuan ini sedang berbohong padanya. "So, tidak mungkin kau melepasnya? Bagaimana dengan perjuanganmu selama tiga tahun terakhir ini?"

"Aku berjuang tetapi sekarang aku mulai lelah, Paman. Mencintainya seperti meminum racun sedikit demi sedikit. Awalnya aku kuat, tapi lama kelamaan tubuhku melemah," gumam Zahra pelan. "Ahahaha … jadi curhat. Maaf, Paman," ucapnya kemudian.

"Tidak apa-apa. Bagaimana dengan mentraktir mu es krim? Mentari belum saatnya terbenam sebab masih ada banyak bunga yang menginginkan sinarmu. Come on, My Queen," ucap Raka dengan begitu lembut dan perhatian.

Zahra terkesima sesaat. Sikap inilah yang dia harapkan dari Zein. Namun sepertinya itu mustahil, Zein akan selalu menjadi bongkahan es dihadapannya.

"Benar, Paman yang akan mentraktir kan? Aku suka gratisan soalnya," celetuk Zahra bahagia, dia sangat suka bersama Raka sebab pria ini sudah ia anggap seperti sosok papa untuknya. Pria ini sangat hangat dan keayahan untuk Zahra yang merindukan sosok ayahnya.

"Ah, kau sangat menggemaskan, Nak," canda Raka, terkekeh pelan sembari mengusap pucuk kepala Zahra. Dia senang jika Zahra tertawa bahagia seperti sekarang.

Namun, baru saja mereka melangkah tiba-tiba saja Handphone Zahra berbunyi.

Zahra menempelkan benda pipih canggih tersebut ke telinga. Tak lama wajahnya pucat, mendengar kabar buruk tentang neneknya.

***

Zahra berlari cepat di lorong rumah sakit, wajahnya pucat pias dan jantungnya berdegup kencang. Neneknya, satu-satunya keluarga Zahra di dunia ini dalam kondisi yang berbahaya.

Air mata Zahra jatuh, tubuhnya gemetaran hebat sebab takut kehilangan neneknya.

"Zahra Aurelia si gadis miskin dan jalang. Cih." Seseorang muncul, menghadang Zahra yang sedang terburu-buru.

"Aku tidak punya waktu untuk meladeni mu. Nenekku sedang dalam kondisi buruk, menyingkir lah," ucap Zahra dingin. Dia cukup kaget kenapa Belle ada di rumah sakit ini, akan tetapi dia juga tak peduli. Neneknya lebih penting untuk saat ini.

"Sayang sekali, padahal aku ingin membagi kabar bahagia untukmu. Aku dan Zein baru saja melakukan cek up kandungannya. Zein menemaniku dan selalu di sisiku saat cek up tadi. Ahahaha … kami begitu romantis. Sedangkan kamu? Menyedihkan sekali, neneknya sudah mau mati tapi tak ada satupun orang yang menemanimu di saat masa-masa sedihmu. Kasihan!" ledek Belle, tanpa memikirkan perasaan Zahra sama sekali.

"Jahat sekali mulutmu," ucap Zahra yang sudah menangis. Keadaannya sangat lemah dan pikirannya sangat kacau. "Aku berharap karma akan segera datang padamu," tambah Zahra dengan penuh perasaan hancur dan sakit.

Zein menemani perempuan ini untuk cek kandungan. Sedangkan Zahra?! Dia sendirian di sini!

"Karma? Apa itu karma?" sombong Belle, tiba-tiba menjatuhkan diri ke lantai. Dia sengaja sebab melihat Zein berjalan ke sini. Persetan dengan kondisi bayi dalam perutnya, yang dia inginkan Zein semakin muak serta membenci Zahra.

"Kamu kenap …-" Zahra terlambat, sebab Belle lebih dulu terjatuh. Perempuan itu mengeluarkan banyak darah dan terlihat meringis sakit.

"Argkkkk … sakiiiiiiit!" pekik Belle kencang, meringkuk di lantai dengan memeluk perutnya.

"Belle," panik Zein, langsung berlari menghampiri Belle. Dia langsung menggendong perempuan itu, tak langsung pergi sebab dia melayangkan tatapan tajam pada Zahra. "Tunggu di sini dan jangan sekalipun berani melangkahkan kaki dari sini. Kau harus dihukum!" geram Zein dingin, segera berlalu tanpa mendengar jeritan serta permohonan Zahra.

"Pak, kondisi Nenekku dalam …-" Ucapan Zahra berhenti.

"Jangan beralasan agar kau bebas dari kesalahanmu!" bentak Zein. Setelah itu benar-benar pergi meninggalkan Zahra.

Zahra tidak peduli, memilih menemui neneknya yang mungkin sangat membutuhkan keberadaannya. Namun, setelah di ambang pintu ruangan neneknya di rawat, tubuh Zahra langsung mematung–melihat seorang dokter menutup tubuh neneknya dengan kain. Dia terlambat!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status