Semua Bab Nur Cahaya Cinta (Bahasa Indonesia): Bab 31 - Bab 40
60 Bab
BAB. 31
Saat Ibu Wahyu, nenek, dan ibu Nur datang membesuk di rumah sakit. Wahyu menceritakan secara jujur kenapa Nur sampai sakit."Ya Allah, maafkan kami ya Nur, kami tidak bermaksud membuatmu jadi tertekan dengan keinginan kami. Itu hanya sebuah keinginan, kami tahu kalian sudah berusaha sangat keras, namun semua memang harus dikembalikan pada Yang di Atas. Allah maha tahu, kapan waktu yang tepat bagi kami untuk menimang cucu" ujar Ibu Wahyu dengan penyesalan yang dalam. Ibu Wahyu tidak menyangka jika Nur sampai tertekan karena keinginan mereka."Bukan cuma keinginan Ibu dan Nenek yang membuat Nur tertekan, tapi mulut si Kuntilanak keponakan Ibu itu yang membuat Nur berusaha diet!" Ujar Wahyu kesal."Kuntilanak? Siapa Wahyu?" Tanya nenek."Henny!" "Hhhh, dari dulu kan kita sudah tahu dia bagaimana?""Iya Nek, tapi Nurkan tidak tahu kalau si kuntilanak itu memang begitu sifatnya! Jadilah Nur makan hati, tertekan, stress, karena takut tidak bisa hamil
Baca selengkapnya
BAB. 32
Wahyu berharap Nur mau bercerita, kenapa ia sampai menangis. Tapi, sampai Nur tertidur, Nur tidak juga bercerita kepadanya. Wahyu tidur di atas sofa di ruang perawatan, Nur tidur di atas ranjang. Nur terbangun di tengah malam, tatapannya ia layangkan ke arah Wahyu yang tidur dengan pulasnya. Dua bulir air mata mengalir begitu saja di sudut mata Nur. Ada rasa takut yang tiba-tiba menyelinap di bilik hatinya. Takut akan terpisah dari Wahyu.Takut Wahyu meninggalkannya.Takut Wahyu berubah sikap.Takut ... takut ....Nur menghapus air mata, tatapannya kini lurus ke langit-langit kamar ruang perawatan. Kejadian tadi siang membayang dalam ingatan, membuat air matanya kembali mengalir dengan deras. Tanpa ia sadar, ia sudah terisak pelan. Nur memiringkan tubuhnya, ia berbaring membelakangi Wahyu. Sekuat tenaga ia berusaha menahan tangis, agar Wahyu jangan sampai terjaga. Bahu Nur bergetar kuat, digigit ujung selimut untuk meredam tangis. Ia sen
Baca selengkapnya
BAB. 33
Sudah 1 bulan sejak Nur keluar dari rumah sakit. Nur kembali bekerja seperti biasanya, tapi kali ini ia tak lagi menggunakan sepeda, karena Wahyu membelikan motor matic untuknya. Hari ini Bunda Aira menyerahkan butik kepada Nur, karena beliau harus pergi ke ibu kota.  Sebuah mobil berhenti di depan butik, 4 orang wanita cantik dengan usia sekitar 20-25 tahun keluar dari dalam mobil. Nur menyambut mereka bersama pegawai butik lainnya. Nur menemani mereka melihat-lihat produk dari butik Bunda Aira. "Menurutmu, Mas Wahyu itu pria yang bagaimana, Fe?" Tanya salah satu wanita yang mengenakan dress merah tua."Sempurna!" Seru yang ditanya sembari tertawa."Tapi kasihan ya dia, katanya istri Mas Wahyu itu jelek, gendut, mantan pemulung lagi. Kalau tidak dijodohkan orang tuanya, mana mau Mas Wahyu menikahi wanita yang bukan levelnya" sahut wanita yang lainnya. Wanita yang satu ini sepertinya punya darah bule."Kalau kamu suka, pepet terus aja Lindsy, k
Baca selengkapnya
BAB. 34
'Sabar Wahyu, sabar! Nur saja bisa sabar menerima tingkah buruk dan ucapan ketusmu kepadanya selama satu tahun. Kenapa Nur baru diam beberapa jam saja kau sudah putus asa. Tunjukan kalau kau bisa sabar juga menghadapinya, buat dia nyaman agar ia bisa percaya padamu untuk menceritakan apa yang ia rasakan. Bangun kepercayaannya terhadap dirimu Wahyu, agar tak ada lagi yang ingin ia sembunyikan darimu!' Batin Wahyu mengingatkan Wahyu yang mulai merasa kesal dengan sikap Nur.  Wahyu bukan orang yang bisa berpura-pura baik. Kalau tidak suka ia akan mengatakannya, hanya saja kalau ia yang suka ia akan berusaha menyimpannya, sampai ia benar-benar siap dan yakin akan perasaannya, baru ia ungkapkan isi hatinya. "Nur, jangan cemberut begitu dong. Bakpao coklatku nanti jadi lembek kalau terlalu banyak dituangi air mata," Wahyu mengangkat dagu Nur, mata mereka bertemu, Wahyu menghapus air mata Nur dengan kecupan bibirnya. Dan menenggelamkan hidungnya di atas pipi t
Baca selengkapnya
BAB. 35
"Jangan menangis lagi dong Nur. Nanti habis air matamu, sayang air mata dibuang-buang untuk hal yang tidak perlu. Dan itu, siapa tadi nama yang kamu sebut tadi. Aku saja baru satu kali ini mendengar nama itu, siapa dia itu, Nur?" Wahyu mengusap punggung Nur dengan lembut. Nur mengangkat wajahnya dari dada Wahyu. Ditatapnya lekat bola mata Wahyu, Wahyu menaikan alisnya dengan gaya jenaka. Wajah Nur jadi cemberut, dicubitnya dada Wahyu kesal."Awww, sakit Nur. Sumpah Nur, aku tidak pernah kenal dengan wanita yang namanya kamu sebutkan tadi" Wahyu mengangkat dua jarinya."Tapi, mereka bilang mereka makan siang dengan Kak Wahyu, mereka bilang Kak Wahyu suka menatap si Lindsy itu. Lindsy itu bule, daging impor, sedang aku mereka bilang cuma ikan asin!" Seru Nur dengan nada lebih tinggi dari biasanya. Mata Wahyu membesar mendengar muntahan kata yang keluar dari sela bibir Nur."Lindsy? Daging impor? Ikan asin? Ini kita sedang membicarakan apa sih, Nur? Aku bing ...."
Baca selengkapnya
BAB. 36
Wahyu mendekatkan bibirnya ke telinga Nur."Henny" bisik Wahyu dengan mulut usilnya."Enghhh" mata Nur melotot menatap Wahyu, keningnya berkerut dalam, mulutnya terkatup rapat. Ia berusaha menahan mual perutnya. Tapi, Nur tak tahan juga, begitu Henny mendekat, ia langsung masuk ke dalam rumah, dan masuk ke kamar mandi di dekat dapur. Ia memuntahkan sebagian makan malamnya di sana.Nur menarik napas lega setelah ia berkumur, lalu ia ke luar dari kamar mandi, dan betapa terkejutnya ia saat Henny tiba-tiba berdiri di hadapannya."Kamu kenapa, Nur. Takut melihat....""Hoeeekk!!" Nur tak mampu menahan muntahnya, muntahnya muncrat dan mengenai baju, celana, dan kaki Henny. Spontan Henny berteriak dengan histeris, dan Nur semakin banyak memuntahkan isi perutnya. Semua orang yang duduk di teras berlari masuk ke dalam. Sementara yang lain berdiri terpaku dalam kebingungan, Wahyu justru tertawa dengan suara sangat nyaring. "Sudah aku duga, ee
Baca selengkapnya
BAB. 37
"Nur hamil?" Tanya ibu Henny, membuat semua yang tengah mengerubungi Nur mengalihkan fokus mereka."Iya" sahut nenek dengan nada bahagia. Melihat Henny yang berdiri di ambang pintu kamarnya, Nur segera memutar badannya, dan masuk ke dalam kamar mandi. Nur lagi-lagi harus berhoek-hoek ria. Wahyu mengusap punggungnya lembut."Sebaiknya kamu pulang, Henny" ujar Ibu Wahyu sambil mendekati Henny dan kedua orang tuanya."Tante mengusir aku?" Tanya Henny gusar. Pakaiannya tampak basah, karena baru dibersihkan dari muntahan Nur."Bukan begitu, Henny. Si Nur itu tidak bisa melihat wajahmu, jangankan melihat wajahmu. Mendengar orang menyebut namamu saja dia sudah mual""Apa!? Memangnya aku ini sampah yang bau apa!?""Tidak perlu marah begitu Henny. Dalam keluarga kami, hal seperti itu memang selalu terjadi dimasa kehamilan, bahkan sampai melahirkan. Jadi saranku, kalau kamu tidak mau dimuntahin Nur, ya jangan menampakan diri di depannya" Jawab ibu Wahyu membela
Baca selengkapnya
BAB. 38
Siang ini Nur, dan semua karyawan butik, ditraktir makan siang oleh Bunda Aira. Karena pencapaian penjualan mereka yang jauh melampaui target, berkat produk terbaru mereka yang modelnya dipercayakan pada Nur. Pakaian buatan butik mereka untuk wanita bertubuh gemuk laris manis. Mereka banyak menerima order, baik itu untuk pakaian santai, sampai gaun pesta, bahkan sampai busana pengantin juga.Nur duduk di samping Bunda Aira yang menyetir sendiri mobilnya, mereka pergi dengan dua buah mobil. Mobil yang lain disupiri oleh supir Bunda Aira. Mereka bersiap untuk kembali ke butik, setelah makan siang lesehan di Bincau, sebuah tempat wisata pemancingan, dan lesehan yang cukup terkenal di Martapura.Mata Nur menatapa ke luar jendela, memperhatikan jalan yang mereka lalui. Bunda Aira membawa mobil dengan kecepatan sedang. Saat mendekati lampu merah Sekumpul terjadi kemacetan. Mobil berhenti sesaat, dan mata Nur menangkap sosok yang sangat dikenalnya ke luar dari sebuah rumah ma
Baca selengkapnya
BAB. 39
Nur masuk ke kamar mandi, Wahyu memilih menyeduh kopi di dapur. Meski hatinya tengah marah pada Nur, tapi ia berusaha meredam rasa marahnya. Setelah membuat kopi, Wahyu duduk di ruang tengah, dinyalakannya televisi. Sesekali matanya melirik ke pintu kamar, menunggu Nur ke luar dari kamar, baru ia masuk untuk mandi. Tapi cukup lama ia menunggu, Nur tidak juga ke luar dari kamar. Sedang sebentar lagi waktunya maghrib tiba. Akhirnya Wahyu memilih mengalah, dibukanya pintu kamar perlahan, tapi Nur tidak ada di dalam kamar. Suara air shower yang jatuh ke lantai kamar mandi masih terdengar dari dalam kamar mandi. Wahyu mengernyitkan keningnya, jika saat datang tadi Nur sudah masuk ke dalam kamar mandi, maka ini sudah terlalu lama baginya berada di dalam sana. Tiba-tiba kecemasan menyusup di dalam hati Wahyu. Wahyu mendekati pintu kamar mandi, diketuknya perlahan, namun tak ada jawabab. Digedornya pintu kamar mandi dengan kuat, sambil memanggil nama Nur dengan penuh kecemasan. Perlahan pin
Baca selengkapnya
BAB. 40
"Nur, berterus teranglah, jujurlah, katakan ada apa sebenarnya, jangan menyembunyikan sesuatu seperti ini""Kakak yang tidak jujur! Kakak yang menyembunyikan sesuatu! Kakak yang huuuhuuhuu ...." Nur tersedu sedan, bayangan Wahyu dan Lindsy membuat hatinya benar-benar sakit. "Nur, aku tidak mengerti maksudmu" Wahyu mengangkat dagu Nur dengan jari telunjuknya. Dihapusnya air mata Nur dengan lembut."Kakak kenapa bohong!""Bohong apa, aku tidak mengerti Nur!""Kakak bilang tidak kenal dengan daging impor itu, tapi ternyata hari ini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Kakak ke luar dari rumah makan dengan dia. Kakak bohong, Kakak bohong, huuuuhuuu!" Nur memukuli Wahyu dengan kedua telapak tangannya.Wahyu mengerutkan dahinya.'Daging impor!?'"Kenapa Kakak diam?" "Daging impor? Ooh ... Lindsy, masksudmu?""Hoooeek, hoooeek! Jangan sebut namanya!" "Ya, ya daging impor, hhhhhh ... biar aku jelaskan, dengark
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status