All Chapters of Wonderstruck: Chapter 221 - Chapter 230
281 Chapters
Keajaiban Cinta [5]
Amara lega karena Reuben tak berkomentar apa pun. Hanya menyapa belaka. namun ternyata kelegaan Amara itu terlalu dini. Sebab, esok paginya, dia dicegat oleh Reuben saat baru keluar dari mobilnya. Amara tak mengira jika dia akan bertemu mantan dosennya di area parkir. Entah lelaki itu sengaja menunggunya atau tidak, Amara tak berani menuduh.“Kamu sekarang pacaran sama anak Fakultas Ilmu Komputer ya, Mara?” tanya Reuben blak-blakan. Amara terpana karena tak mengira Reuben akan mengajukan pertanyaan tanpa basa-basi itu.“Iya, Pak,” Amara membenarkan. Jujur adalah yang terbaik. Lagi pula, gadis itu tak melihat alasan mengapa dia harus menyembunyikan fakta itu dari Reuben.“Kenapa dulu kamu nggak ngasih kesempatan untuk saya?”Amara menjawab tanpa bertele-tele. “Karena saya nggak punya perasaan apa pun sama Bapak. Kalau itu bikin Bapak tersinggung, saya minta maaf.”“Kamu nggak perlu minta maaf. Sa
Read more
Keajaiban Cinta [6]
“Baguslah kalau gitu,” aku Sophie. “Aku nggak mau kamu juga berubah jadi kayak Brisha. Pokoknya, kalau ada tanda-tanda yang nggak beres, ngomong sama aku, ya? Jangan disimpan sendiri,” pesan Sophie sungguh-sungguh. “Buatku, cinta itu harus pakai logika. Nggak boleh ada istilah cinta buta.”Amara setuju dengan opini Brisha. “Betul.”“Kalau punya pacar cuma akan nyusahin dan bikin kita harus berubah, buat apa?” kata Sophie lagi. “Masa kita harus bikin pacar hepi dengan ngikutin semua kemauan dia. Sementara kenyamanan kita ada di nomor sekian.”Amara mendesah, “Aku beneran sedih ngeliat Brisha. Baru pacaran satu setengah bulan sama Andaru, udah mulai berubah.”Andaru yang berhasil menaklukkan hati Brisha ternyata seorang pencemburu parah. Brisha tidak leluasa menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatnya karena Andaru boleh dibilang memonopoli waktunya di luar jam kuliah. Per
Read more
Keajaiban Cinta [7]
Amara juga sudah pernah mendengar cerita itu dan benar-benar merasa tidak nyaman karenanya. Gadis itu baru akan berkomentar ketika seseorang tahu-tahu sudah berdiri di sebelah kanannya.“Halo, Heartling.”Amara sudah pernah mengajukan protes karena Ji Hwan memberi nama panggilan yang membuat jantungnya nyaris lepas dari tempatnya. Akan tetapi, cowok itu bersikeras bahwa Amara adalah orang terpenting yang pantas mendapat panggilan sayang.“Ji Hwan, kamu kan hari ini libur? Kenapa ada di kampus?” Amara bergeser, memberi tempat duduk untuk pacarnya.“Aku ada sedikit urusan di kampus. Sekalian mampir ke sini. Kamu apa kabar?”Amara berpura-pura cemberut. “Jangan lebay, deh! Kita baru ketemu dua hari yang lalu. Kalau ada kabar luar biasa, aku pasti udah nelepon atau mengirimimu pesan.”“Udah dong, Mara. Jangan protes melulu. Punya pacar sebaik Ji Hwan, malah bawel,” sergah Sophi
Read more
Hantu Masa Lalu [1]
Pertanyaan Ji Hwan itu tak mampu langsung dijawab oleh Amara. Meski ingin, dia tak bisa langsung menyatakan persetujuan. Berbeda dengan Sophie yang tak keberatan membuat keputusan saat itu juga.“Aku sih, oke, Ji Hwan. Asalkan Amara juga pergi,” ujarnya sambil mengangguk mantap.“Makasih, Soph. Cuma ada om, tante, dan sepupu-sepupu dari keluarga papaku.” Ji Hwan mengalihkan tatapan ke arah Amara dan menatap gadis itu dengan penuh harap.“Nggg, nanti kukabarin lagi, ya? Aku belum tau apa bakalan bisa datang atau nggak, Ji Hwan. Karena aku nggak tau apa keluargaku punya acara atau sebaliknya,” respons Amara. Itu jawaban paling aman untuk saat ini.  Sophie membuka mulut sebelum Ji Hwan merespons. “Lagian, tahun baru masih dua mingguan lagi, kan? Mudah-mudahan Amara nggak ada acara apa pun.” Sebelum mereka berpisah, Ji Hwan sempat bicara pada Amara dengan suara pelan. “Kuharap kamu
Read more
Hantu Masa Lalu [2]
Selama beberapa detik, Amara merasa lumpuh. Dia tak mampu melakukan apa pun kecuali mengerjap. Gadis itu tak sanggup bergerak untuk keluar dari mobil. Padahal, pintu sudah terentang dan Cello tidak melakukan apa pun untuk mencegahnya bergerak. Cowok itu tak memegang tangan Amara, misalnya. Cello cuma menatapnya dengan ekspresi yang tak bisa diterjemahkan maknanya oleh Amara.“Kamu sengaja nyari masalah? Nggak takut kalau aku beneran lapor polisi? Kenapa kamu seenaknya masuk ke dalam mobilku? Dulu kan kamu udah janji kalau bakalan ninggalin Jakarta,” cerocos Amara begitu dia mampu untuk membuka mulut.“Aku tau, Mara. Apa pun yang kuomongin, nggak akan bikin kamu mau maafin aku. Atau ngubah hubungan kita supaya bisa kayak dulu lagi. Tapi, menurutku, tinggal di Australia sama sekali nggak ngeberesin masalah kita. Aku tersiksa karena banyak alasan. Mulai dari rasa bersalah karena pernah gelap mata dan bikin kesalahan fatal sama kamu. Sampai ninggalin tang
Read more
Hantu Masa Lalu [3]
Seperti biasa, Sophie langsung mengendus ada yang tidak beres dengan sahabatnya begitu mereka bertemu. “Kamu kenapa? Berantem sama Ji Hwan?” tebaknya.“Kami belum pernah berantem,” aku Amara.“Jadi, kamu kenapa?” ulang Sophie. “Kamu agak pucat dan keliatan suntuk, Mara.”Amara mendesah. Dia memeriksa jam tangan dan tahu bahwa dirinya tak punya waktu untuk membahas apa yang terjadi beberapa jam silam dengan Sophie.“Nanti aja deh ceritanya. Kelasnya udah mau dimulai,” katanya. Kalimat Amara baru saja tuntas saat dosen yang akan mengajar memasuki ruang kelas. “Tuh, kan! Pak Amri udah datang. Mari kita belajar,” dia mencoba bergurau.Selama mengikuti perkuliahan, Amara kehilangan konsentrasi. Hal yang sama pun terjadi saat kuliah pertamanya tadi. Wajah dan kata-kata Cello berputar di benak Amara terus-menerus. Gadis itu juga menyesal karena tak melakukan apa pun.Semestinya
Read more
Hantu Masa Lalu [4]
Sophie terdiam selama beberapa saat. “Kamu harus lapor polisi, Mara. Orang kayak gitu jangan dibiarin. Aku kok cemas dia bakalan nguntit kamu ke mana-mana.”“Soph, jangan nakut-nakutin, dong!” Amara bergidik.“Astaga, aku nggak nakut-nakutin! Tapi itu kan mungkin terjadi,” Sophie membela diri. “Kalau kamu berniat mendatangi rumah orangtua si Monster untuk ngelaporin kelakuan anaknya, aku ikut. Atau, kalau kamu mau lapor ke polisi, aku pun ikut.”Kata-kata Sophie itu memberi ide pada Amara. “Kenapa selama ini aku nggak pernah terpikir untuk ngomong sama orangtuanya Cello, ya? Waktu dia pertama kali datang ke sini, mamaku yang ketemu sama mereka. Padahal, harusnya aku bisa ikutan. Karena masalah yang mereka bahas itu berkaitan sama hidupku.”Sophie beranjak dari tempat duduknya. “Yuk, kita keluar dulu. Sebentar lagi kelasnya akan dipakai. Aku nggak mau kita diusir dari sini,” selorohnya
Read more
Hantu Masa Lalu [5]
Amara menyetir setenang yang dia bisa. Ide untuk bertemu dengan Connie tak pernah terpikir sebelumnya. Amara sendiri tidak tahu apa yang akan ditemukannya nanti. Dia cuma bisa berharap semoga orangtua Cello mau berusaha lebih keras untuk menjauhkan putra mereka dari Amara.“Kamu kenal baik sama mamanya si Monster, ya?” tanya Sophie setelah mobil yang mereka tumpangi menjauh dari halaman parkir Fakultas Ilmu Komunikasi.“Kenal baik, malah. Karena udah lama temenan sama dia, kenal sama orangtuanya sejak lama. Sesekali, aku main ke rumahnya bareng temen-temen yang lain. Terakhir kali ketemu Tante Connie, waktu keluarga si Monster datang ke rumahku untuk ngebahas rencana pernikahan dan sebagainya itu,” ungkap Amara.Gadis itu tetap menatap ke depan, meruahkan konsentrasinya ke jalanan. Sophie terdiam beberapa saat sebelum kembali buka suara.“Apa korban perkosaan itu memang sulit banget dapat keadilan ya, Mara?”Pert
Read more
Hantu Masa Lalu [6]
Connie tampak benar-benar terperanjat. “Apa? Cello datang ke kampusmu lagi?”Amara tidak tahu apakah perempuan itu memang benar-benar tidak mengetahui tingkah putra kesayangannya atau hanya berpura-pura. “Iya, Tante. Ini yang kedua kalinya. Yang pertama, beberapa bulan lalu. Tante dan Mama pernah ngomongin masalah itu, kan?”“Iya, Mara. Waktu itu Tante nggak tau kalau Cello balik ke sini. Sekarang pun kondisinya sama. Tante kira dia masih di Australia. Kemarin itu, Tante dan Om nyari dia keliling Jakarta, akhirnya ketemu. Tante udah wanti-wanti supaya Cello jangan bikin ulah lagi. Dia harus balik ke Australia sesuai janji yang udah disepakati,” urai Connie dengan wajah pucat. “Cello udah janji kalau dia nggak akan bikin semua orang kecewa lagi. Tapi nyatanya? Dia malah balik lagi ke Jakarta.”“Tante beneran nggak tau dia sekarang ada di mana?” Amara ingin memastikan.“Nggak tau sama sekali,
Read more
Hantu Masa Lalu [7]
Kalimat Amara memeranjatkan Connie. Hilang sudah senyum yang tadi menghiasi bibir perempuan itu dan berganti dengan ekspresi kaget yang memucatkan wajahnya. Connie duduk di kursinya dengan agak terhuyung. Butuh beberapa saat bagi perempuan itu untuk menenangkan diri.Sementara Amara duduk setenang mungkin sambil menatap wajah perempuan yang dulu begitu dihormatinya itu. Amara sendiri tidak tahu dari mana asal keberaniannya mengucapkan kalimat yang bisa dianggap bernada ancaman itu. Mungkin karena gadis itu sudah lelah menjadi korban dan ingin membela dirinya sendiri. Dia tak bisa bergantung pada orang lain meski itu ibunya sendiri.Merry sudah melakukan segalanya yang dia bisa. Namun ternyata Cello masih nekat muncul di depan Amara. Dari obrolan singkat dengan Connie barusan, dia setuju dengan ucapan Sophie. Bahwa tampaknya Connie tak terlalu menganggap serius kejahatan berat yang sudah dilakukan oleh putra kesayangannya.“Mara, kamu mengancam Tante?&rdquo
Read more
PREV
1
...
2122232425
...
29
DMCA.com Protection Status