Semua Bab Wonderstruck: Bab 241 - Bab 250
281 Bab
New Year's Eve [10]
Sebagai tuan rumah, Ji Hwan dan ayahnya sudah menyediakan aneka makanan yang memanjakan lidah. Meski Amara dan Sophie mengaku sudah kekenyangan, tak membuat keduanya berhenti mengunyah. Apalagi saat disajikan aneka cake potong ukuran kecil yang baru datang belakangan. Amara bahkan ketagihan setelah mencoba sepotong cake cokelat berkaramel. Belum lagi aneka buah dan salad dalam beberapa mangkuk ukuran besar.“Kenapa tiap setengah jam ada makanan baru?” komentar Sophie sambil melahap cake vanila bertabur kacang mede.“Mungkin ini bagian dari menjamu tamu ala keluarga Ji Hwan,” sahut Amara asal-asalan. “Perutku beneran udah penuh tapi mulutku nggak bisa berhenti mengunyah.”“Sama,” komentar Sophie dengan mulut penuh.Perhatian Amara teralihkan karena Ji Hwan mendatangi mereka dengan sebuah piring berisi jagung dan sosis panggang. Ronan menggantikan cowok itu mengurusi barbeque
Baca selengkapnya
New Year's Eve [11]
“Serius? Kalau kamu beneran tertarik, ntar kita praktik di sini atau di mana pun kamu mau, Soph,” respons Ji Hwan, ikut antusias. Amara mendadak merasa tidak nyaman. Wajahnya berubah muram hanya dalam waktu sepersekian detik.“Kenapa kamu kok malah cemberut, Heartling?” tanya Ji Hwan dengan suara lembut. Saat itu Sophie kembali beranjak dari kursinya untuk mengambil camilan lagi.“Aku tau kamu bakalan ngomong apa. Tapi kadang aku tetap merasa agak terganggu karena nggak punya kemampuan oke urusan dapur. Aku nggak kayak Sophie. Dia jago masak. Kadang aku....”Ji Hwan tidak memberi kesempatan kepada Amara untuk menggenapi kalimatnya. “Oke, Sophie jago masak. Trus, apa masalahnya? Tiap orang punya kelebihan masing-masing. Juga kekurangan. Kamu itu udah sempurna, Mara. Kamu sempurna karena punya kekurangan.”Amara terhibur dengan cara Ji Hwan membangkitkan semangatnya. Senyumnya merekah kemudian, mengusir rasa t
Baca selengkapnya
New Year's Eve [12]
“Nanti, kita bisa ngeliat kembang api dengan leluasa dari halaman belakang. Ada semacam gazebo yang cukup tinggi di sana. Papaku suka duduk di sana saat sore atau malam hari,” beri tahu Ji Hwan. Cowok itu bangkit dari kursinya. “Aku masih harus ngurusin daging panggang dan sebagainya sampai setengah jam ke depan. Kalau kamu pengin sesuatu, ngomong aja ya, Heartling.”“Oke,” jawab Amara sembari menahan jengah. Diam-diam dia berdoa semoga tak ada sepupu Ji Hwan yang mendengar panggilan sayang dari cowok itu untuknya. Gadis itu merasakan senggolan di lengan kiri setelah Ji Hwan menjauh.“Gimana rasanya, Mara?” tanya Sophie tanpa menjelaskan lebih lanjut.“Gimana apanya?” Amara menaikkan alis sambil menatap sahabatnya.“Gimana rasanya bolak-balik merasa jengah karena dirayu Ji Hwan? Mukamu dari tadi berubah warna melulu. Sebentar merah sebentar normal,” komentar Sophie dengan nada santai.
Baca selengkapnya
New Year's Eve [13]
“Kamu kedinginan, ya? Kenapa tadi nggak bawa jaket?” tanya Ji Hwan penuh perhatian. “Atau, mau kupinjemin jaket bersih?”Amara menggeleng seraya melihat sekilas ke arah kemeja sweter tipis dengan lengan panjang yang membungkus tubuhnya. “Aku nggak kedinginan dan bajuku udah memadai.” Amara agak mendongak ke kiri, mengalihkan tatapannya ke arah Ji Hwan. “Aku cuma penasaran. Apa kamu punya obsesi sama rambutku, ya?” kelakarnya.Cowok itu menyipitkan mata sekilas sebelum menjawab dengan suara rendah agar cuma Amara yang mendengarnya. “Ya, tentu aja. Bukan cuma sama rambutmu, sih. Tapi sama cewek yang namanya Amara Izabel. Satu paket lengkap.”Amara tersenyum simpul. “Eh, iya, baru ingat. Kamu nggak ngomong hal-hal aneh tentang kita sama papa dan keluarga besarmu, kan?” Itu pertanyaan yang sudah mengendap sejak Amara baru menginjakkan kaki di rumah bergaya kolonial tersebut.“Hal an
Baca selengkapnya
New Year's Eve [14]
Sophie dan Ronan sedang mengobrol dengan beberapa orang sepupu Ji Hwan, tepat di sebelah alat pemanggang. Amara tak ingin mengganggu sahabatnya. Karena itu, dia langsung melewati pintu yang sudah dibukakan oleh Ji Hwan.Setelah melewati ambang pintu, Amara langsung berhadapan dengan ruang makan yang didominasi warna dawn glow. Ji Hwan menunjuk salah satu pintu yang tertutup dengan tangan kanannya yang bebas.“Heartling, kamar mandinya yang itu. Aku tunggu di sini, ya?”Amara mengangguk. Dia melangkah ke arah pintu kamar mandi. Di belakangnya, Amara mendengar ponsel Ji Hwan berbunyi. Lelaki itu bicara di gawainya selama beberapa saat.“Heartling, kalau kamu udah kelar dari kamar mandi, langsung keluar lagi aja, ya? Aku mau ke halaman samping sebentar. Ini ada yang datang nganterin makanan dari mamaku.”“Oke,” sahut Amara sebelum menutup pintu kamar mandir yang ternyata cukup luas itu. Gadis itu bertahan d
Baca selengkapnya
Ujian Hati [1]
Ji Hwan menatap Amara dengan perasaan bingung. Kening cowok itu berkerut. Bukan pertanyaan Amara yang mengusiknya. Melainkan karena sikap gadis itu yang tak biasa. Dia bisa memindai wajah gadisnya yang memucat meski Amara tak memandang ke arahnya. Rasa tidak nyaman dalam sekedip pun bersarang di dadanya. Namun dia harus menjawab pertanyaan Amara lebih dahulu sebelum mencari tahu perubahan sikap Amara yang begitu jelas.“Kamu kenal Cello?” tanyanya. “Aku nggak tau kalau kamu kenal dia. Maaf ya, harusnya tadi kalian kukenalin. Cello tadi datang untuk nganterin makanan dari Mama. Padahal aku udah bilang sama Mama, nggak perlu repot-repot karena di sini udah banyak makanan. Tapi Mama udah pesan dan kurirnya salah antar. Bukannya diantar ke sini, malah dikirim ke alamat pemesan. Alhasil, Cello terpaksa nganterin ke sini walau udah tengah malam gini.”Ji Hwan menatap ke depan, ke arah kembang api yang sedang menghiasi langit. Jika mereka naik ke gazeb
Baca selengkapnya
Ujian Hati [2]
“Heartling, ada apa? Kalian mau ke mana? Jangan pulang dulu, kira harus ngobrol,” katanya tanpa basa-basi. “Apa kamu kenal Cello?”Sophie yang lebih dulu berhenti dan memandang Ji Hwan dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan. Amara masih berusaha terus melangkah dan melepaskan tangannya dari genggaman Ji Hwan. Akan tetapi, kemudian Sophie turut menahan tangan kanannya yang bebas. Sehingga Amara tak memiliki pilihan lain kecuali berhenti melangkah.“Kamu harus ngasih tau Ji Hwan, Mara. Jangan langsung pergi aja,” kata Sophie pelan.“Ada apa sih sebenarnya? Kenapa kalian mau buru-buru pergi? Kalian mau ke mana? Ini bahkan baru lewat tengah malam.” Ji Hwan berusaha keras menekan dalam-dalam rasa panik yang mulai menyedotnya. “Aku akan nganterin kalian. Jangan cuma pergi berdua.”Ketika Amara membalikkan tubuh, Ji Hwan terkelu karena melihat pipi gadis itu kembali dipenuhi air mata. Dia mendekat
Baca selengkapnya
Ujian Hati [3]
“Kamu nggak tau sama sekali apa yang dilakuin Cello? Kamu nggak dengar beritanya dari mamamu? Kamu nggak tau kenapa dia sampai pindah ke Austalia?” Amara balik bertanya dengan nada dingin yang tak pernah didengar Ji Hwan sebelumnya. Bahkan saat Amara bersikap judes padanya, nada gadis itu tak seperti sekarang.Pertanyaan Amara itu membuat Ji Hwan makin yakin apa yang akan didengarnya dari Amara. Dia benar-benar tak pernah membayangkan dirinya dan Amara akan melewati ini semua. Namun dia tetap bersuara, menghalau rasa takut yang melemaskan tulang-tulang cowok itu. “Aku beneran nggak tau apa pun. Mama nggak pernah bilang apa-apa terkait Cello. Kayak kubilang tadi, aku nggak dekat sama Cello dan jarang banget ketemu dia. ”Amara bersuara dengan kebencian yang terpentang jelas di wajahnya dan membuat tengkuk Ji Hwan terasa dingin. “Kalau gitu, biar aku yang ngasih tau sama kamu. Cello, adik tirimu yang hebat itu, adalah orang yang udah memerko
Baca selengkapnya
Ujian Hati [4]
Sophie nyaris tidak bicara selama bermenit-menit. Untungnya mereka tak kesulitan untuk menemukan taksi. Amara merasa bersyukur karena mereka tidak melalui area macet. Supir taksi mengetahui jalan memotong yang akan membuat mereka lebih cepat sampai di rumah Amara. Tangan gadis itu saling meremas dengan gerakan gugup yang kentara.Amara tidak tahu bagaimana dia bisa bertahan seperti tadi, tetap berdiri di depan Ji Hwan tanpa kehilangan keseimbangan atau malah pingsan. Bahkan, Amara masih mampu  melontarkan beberapa kalimat yang menyakitkan dan menyembilu. Bukan cuma untuk Ji Hwan melainkan juga bagi dirinya sendiri.Namun Amara tidak bisa menahan diri karena kejutan yang terjadi malam ini. Semua ini terlalu berat untuk ditanggung. Kejutan yang sama sekali tak pernah diduga oleh gadis itu. Mana pernah dia menyangka jika dirinya dan cowok yang dicintai Amara itu akan terhubung dengan cara seperti ini? Bukankah ini rasanya begitu kejam?“Aku beneran n
Baca selengkapnya
Ujian Hati [5]
“Amara, aku tau kamu belum tidur. Mungkin, sampai pagi pun kita berdua nggak akan bisa tidur,” desah Sophie pelan. “Maaf, aku nggak bisa berpura-pura kalau tadi nggak terjadi apa pun. Menurutku, mending kita bahas apa yang terjadi tadi. Aku pengin banget bantuin kamu, andai memang bisa. Tapi kurasa menutup mulut bukanlah cara terbaik.”Amara tahu bahwa Sophie memiliki kelugasan yang tidak dipunyai oleh dirinya dan Brisha. Sophie yang santai dan tampak selalu gembira itu punya kekuatan untuk membuat orang tak mampu menampik keinginannya. Entah gadis itu menyadari kelebihannya itu atau sebaliknya. Jika Sophie sudah bertekad untuk sesuatu, maka Amara tahu tak ada gunanya melawan dan membantah.“Kamu mau ngomong apa?” Amara masih tidak bergerak. Suaranya terdengar serak karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Dia sudah berjuang mati-matian untuk meredam suara isakannya.“Aku tau kamu nangis sejak tadi,” Sophie ber
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2324252627
...
29
DMCA.com Protection Status