All Chapters of MR. CINDERELLA (INDONESIA): Chapter 91 - Chapter 100
110 Chapters
Part 91
Dari balik pintu yang terbuka, Pak Abraham memperhatikan Cinta yang berbaring telungkup di atas ranjang. Sorot matanya tak lagi tajam dan penuh amarah seperti sebelum-sebelumnya. Saat ini, pria yang terkenal berwibawa dan arogan itu menatap punggung putrinya dengan tatapan sendu. Yang jelas, ada penyesalan dan rasa bersalah yang begitu besar tergambar di air wajahnya.Perlahan ia mendekat, melangkah tanpa suara menuju ranjang, dimana Cinta tetap bergeming tanpa menyadari sang ayah sudah berada tepat di belakang.Pria paruh baya yang mengenakan baju santai rumahan itu sedikit terkejut saat bola matanya tertuju pada layar gawai yang tengah berada di genggaman Cinta.Foto wajah seorang pemuda yang pernah dia perlakukan dengan kejam tanpa perikemanusiaan. Pramudya.Namun mata tegasnya meredup ketika mengingat kelakuan sadisnya saat itu, memerintahkan para pengawal pribadinya untuk menghajar Pram hingga pemuda itu masuk rumah sakit karena sekujur tubuh penuh l
Read more
Part 92
Artis memang tak lepas dari sorotan kamera dan perhatian publik. Apapun yang dilakukan para artis selalu sukses menarik perhatian. Mulai dari kabar bahagia hingga gosip miring, semua pasti menjadi bahan perbincangan.Bahkan segala yang berhubungan dengannya pun terkadang ikut menjadi bahan pemberitaan. Termasuk keluarga dan kehidupan privasinya.Seperti yang dialami Pak Abraham yang sudah dikenal semua orang sebagai orangtua artis Aura Cinta Anasatasia, kini menjadi salah satu objek yang paling diburu oleh para pencari berita.Pasalnya, pria paruh baya itu kini disebut-sebut sebagai pemilik sebuah proyek pembangunan gedung apartemen yang mangkrak dan bermasalah di sebuah lokasi perbatasan. Sehingga para konsumen yang sudah melakukan transaksi pembelian unit di apartemen tersebut terserang kepanikan dan hilang kepercayaan.Beberapa kali tajuk berita di televisi dan berbagai media online mengangkat masalah tersebut. Disertai dengan berbagai narasi yang meng
Read more
Part 93
Pramudya. Sewaktu mendengar alasan Cinta memutuskan ikatan pertunangannya dengan Jamie, ia terbatuk-batuk tersedak saliva sendiri. Bahkan ia nyaris terjatuh dari kursinya, jika saja tangannya tak sigap menggapai tepi meja.‘Cowok itu gay?’‘Ya Tuhan. Untuk apa wanita cantik bertebaran di dunia, jika akhirnya memilih sesama pria?’Hampir saja ia meledakkan tawa membayangkan Cinta yang mempunyai sex appeal tinggi menjalani pernikahan dengan pria yang tak bernafsu pada perempuan. Merana tanpa kehangatan, sudah pasti itu yang akan Cinta rasakan.Namun ia tetap memasang wajah prihatin ketika Cinta mengganti mode panggilan menjadi mode video. Tentu saja ia tak ingin Cinta melihatnya tersenyum lebar saat gadis itu tengah merasakan duka karena pertunangan yang telah kandas.Akan tetapi Cinta justru tertawa bahagia saat menggodanya, “Kamu tambah cakep, Pram. Jangan-jangan sudah punya pengganti aku di sana?&rdqu
Read more
Part 94
Pramudya. “Hallo, Pram. Sudah pulang?” Suara lembut itu menyapa dengan senyuman terkembang disertai gugup yang menyerang.“Bu ... Ocha?” Ia balik menyapa meyakini penglihatannya.Wanita setengah baya, mantan tetangganya di Jakarta, dan sudah seperti ibu baginya, kini berada tepat di hadapannya. Namun dengan penampilan yang sangat jauh berbeda.Tak ada lagi daster panjang dan sandal jepit menyelubungi tubuh dan kakinya, rambut di kuncir atau dicepol seadanya, dan wajah yang pucat tanpa sedikit pun polesan make up.Kini yang tampak adalah seorang wanita anggun dengan blazer dan rok ketat sepanjang betis warna hijau muda. Sepatu high heel warna senada. Rambut legamnya digelung rapi dengan bagian depan di sasak tinggi. Dan wajahnya yang putih bersih berpoles riasan tak berlebihan namun terkesan elegan. Persis seperti seorang wanita bangsawan.“Ini serius? Bu Ocha?” Lagi, Pram ternganga masih tak
Read more
Part 95
30 tahun lalu. Bandung Selatan. Wanita cantik itu tengah terbaring di tepi ranjang dengan hati yang mengembang penuh kebahagiaan. Rasa sakit yang menyertai perjuangannya di atas meja bersalin tadi seketika menghilang entah kemana saat memandangi bayi mungil yang tergolek lelap di samping tubuhnya.Bayi mungil yang sangat tampan. Rambutnya yang halus, kulit kemerahan, bibir yang mungil dan hidung yang tegak, menyempurnakan keelokan rupanya.Wanita itu mengulum senyum saat bayi itu menggeliat di tengah lelapnya. Tangannya yang lemah terjulur dan membelai pipi kecil merona itu dengan punggung jemarinya.Pria yang menitiskan ketampanannya pada bayi itu juga tersenyum lebar. Tangan besarnya ikut terjulur membelai tubuh mungil yang dibebat kain biru itu.“Tampan, persis seperti ayahnya.” Wanita cantik berwajah Latin itu meliriknya sekilas. Lalu kembali memandangi mahluk hidup terindah yang baru saja keluar dari rahimnya.
Read more
Part 96
Sebelum memasuki rumah sederhana itu, Pratama melempar pandangan ke belakang. Memperhatikan ke sekelilingnya dan memastikan bahwa keadaan aman untuknya.Dua hari sudah ia dan Rosa bersama bayi mungil mereka menempati rumah kawan kakaknya, Surtini, di perkampungan lain yang jauh dari kediaman Rossa. Jika menggunakan kendaraan roda empat, menempuh waktu sekitar empat jam untuk menjangkau tempat itu.Setelah dirasa aman, ia melangkah masuk ke dalam, langsung menuju kamar. Senyuman seketika terbit di bibir ketika melihat Rosa duduk di tepi ranjang, tengah berbincang-bincang dengan bayi mungil mereka.Sepasang mata bening bayi itu menatap lurus wajah Rosa sembari menjulurkan ujung lidah kecilnya berulang-ulang, seolah-olah bayi tampan itu mengerti apa yang Rosa bicarakan.Sesaat Rosa menoleh padanya lalu tersenyum manis dan membiarkan ia menempatkan diri tepat di sebelah Rosa, lalu mengecup kening Rosa, berlanjut pada kening putra pertamanya yang berada di dal
Read more
Part 97
“Nona Rosalinda sudah tidak ada di tempat itu lagi, Tuan. Kata salah satu tetangga di kampung itu, dia lihat Nona dengan bayinya pergi tengah malam bersama seorang wanita.”“Dan tadi pagi salah satu anggota saya lihat perempuan yang mirip Nona Rosa keluar dari rumah Ayu, Tuan.”‘”Itu pasti Rosa.”“Dari awal aku sudah menduga, si Ayu babu sialan itu pasti tahu pernikahan Rosa dengan adiknya yang brengsek itu. Dan selama ini dia ikut andil menyembunyikan mereka.”“Dan sekarang Rosa punya bayi dari laki-laki miskin itu. Aku nggak nyangka anakku sebodoh itu!”“Jaka, tugas kau dan anggotamu: segera bawa pulang Rosalinda. Lalu kau habisi bayi itu, antar anak itu menyusul bapaknya ke akhirat, terserah mau kau apakan. Aku nggak sudi suatu hari nanti anak itu menuntut harta dariku!”“Tapi, Tuan. Anak itu darah daging Tuan juga.”Braaak! Meja
Read more
Part 98
Pramudya.Ia beranjak dari kursi di ruang tunggu, setelah terdengar suara panggilan boarding untuk para penumpang tujuan Jakarta harus segera memasuki pesawat.Dengan langkah tegap namun bahu yang terlihat menurun, seakan sedang memikul beban berat, ia berjalan melewati gerbang pemeriksaan tiket, lalu menyusuri garbarata menuju pesawat yang akan ia tumpangi.Setelah menghenyakkan diri di kursi tepat di samping jendela kiri, ia merebahkan kepala ke sandaran dengan pandangan terlempar ke arah luar. Terlihat dataran luas bandara Syamsuddin Noor yang sebentar lagi akan ia tinggalkan.Pening yang hebat pun melanda, saat semua pengakuan yang terucap dari Bu Ocha, Burhan dan Mak Ayu terngiang-ngiang kembali mengaduk isi kepala. Pengakuan yang seharusnya terucap puluhan tahun silam di saat ia membutuhkan kasih sayang orangtua, justru ia dengar ketika stigma dirinya sebagai anak terbuang sudah terpaku kuat.Bu Ocha, Rosalinda, entah siapapun namanya, kini b
Read more
Part 99
Pramudya. Mata elang yang dibingkai alis legam itu terpaku menatap lurus pada sosok wanita yang berdiri anggun di depan pintu.Sekujur tubuhnya terasa bergetar saat memandangi senyuman rikuh yang menghiasi bibir merah itu. Jantungnya berdentum kencang seakan sedang bertrampolin di dalam dada ketika melihat wajah cantik dengan bola mata hazel yang berkaca-kaca.Dan wajah berahang tegas itu terlihat memerah kala wanita yang ia rindukan itu melangkah perlahan menghampirinya.Pandangannya kian mengabur saat wanita itu berdiri tepat di hadapannya. Pertanda ada air hangat yang siap tumpah dari sudut mata.Kini tak ada lagi rasa kecewa yang menyesakkan dada. Tak ada lagi dendam yang membelenggu diri. Tak ada lagi prasangka buruk yang menyiksa hati nurani. Yang ada hanya kerinduan yang kian bergejolak. Dan penyesalan yang semakin memberontak.“Maafkan aku ...”“Maafkan Ibu ...”Keduany
Read more
Part 100
Di sofa itu, meluncurlah semua cerita masa lalu. Tentang pernikahan Bu Ocha dengan Pratama. Bagaimana keduanya mempertahankan pernikahan mereka yang mendapat pertentangan hebat dari kedua orangtua Bu Ocha. Lalu kematian tragis yang dialami suaminya. Hingga alasan mengapa ia terpaksa menitipkan Pram sewaktu bayi di panti asuhan milik Bu Ningsih dan Pak Surya.Semuanya diungkapkan dengan air mata yang kembali menggenangi sudut mata Bu Ocha juga Mak Ayu sebagai saksi hidup dan orang yang punya andil besar dalam perjalanan hidupnya.“Jadi Mak Ayu sempat masuk penjara karena difitnah?” tanya Pram menatap iba pada Mak Ayu ketika mendengar penderitaan yang Mak Ayu alami waktu itu.Wanita tua itu mengangguk lemah, lalu mengembuskan napas panjang seakan ingin melenyapkan jauh-jauh kenangan buruk itu. “Aku rasa dia sudah sakit jiwa. Entahlah. Aku nggak nyangka Tuan Sudiro, Opamu itu senekat itu memasukkan sendiri racun serangga ke dalam kopi yang aku bua
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status