Semua Bab Sang Penakluk: Bab 131 - Bab 140
217 Bab
Pria Berwajah Duka
Mengurus Ignar yang harus bersamanya selama beberapa waktu, tidak membuat Indira repot. Setiap hari Renzo membantu dan mengambil porsi banyak dalam merawat serta menjaga Ignar tanpa lelah. Kadang kala, Indira merasa bersalah karena Renzo terlihat seperti tidak memiliki beban sama sekali. Semua dilakukan dengan riang dan gembira. Seakan-akan tanggung jawab itu adalah bagiannya. Sebelum makan siang, Narti sudah pergi ke supplier kain untuk mengambil pesanan bahan yang dibutuhkan. Indira sedang kebanjiran pesanan dari klien yang hendak mengadakan bazar baju dibawah harga seratus ribu. Indira dengan ikhlas dan senang hati menyanggupi permintaan tersebut. Bazar yang hendak digunakan sebagai wadah para UKM dan masyarakat untuk mendapatkan barang ekonomis tersebut memang selaku berlangsung tiap dua tahun sekali. Kali ini, Indira berpartisipasi sebagai produsen yang menyumbangkan produk murah tersebut. Menggunakan pengalamannya dalam dunia mode, Indira ak
Baca selengkapnya
Hujan Itu Indah
Hujan Itu IndahBukan Oktober ini, Indira mendapat undangan dari Lila dan Dayu untuk turut terlibat dalam acara fashion week yang selalu diadakan setiap tahunnya di Bali. Sebelumnya memang dia sudah mengirimkan beberapa desain yang dikerjakan tanpa pengawasannya. Akan tetapi, kini Dayu juga Lila meminta pada Indira untuk hadir sebagai desainer yang mewakili LIDI, perusahaan bersama mereka. Setelah menceritakan pada Siwi dan Shana mengenai hal tersebut, Indira mendapat dukungan penuh. "Urusanku udah selesai. Ibu udah sehat kembali dan aku juga bisa ngatasin semua dengan baik. Sekarang giliranku buat urus Renzo!" ucap Siwi dengan sungguh-sungguh. "Pergi ajalah! Karirmu harus tetap jalan terus! Buat masa depan Renzo, Ndi!" seru Shana memberi dukungan. "Tapi aku kok maju mundur ya? Ninggalin butik yang lagi berkembang nih di sini!" balas Indira ragu. "Kan sementara aja. Paling dua minggu kelar tho?" sahut Shana dengan optimis.&nbs
Baca selengkapnya
Wanita yang Unik
“Perasaan ada yang bilang, Jan bukan cowok idaman yang oke buat kita lirik deh! Eh ada yang lagi hujan-hujanan berdua mesra dengan ceria bercanda!” sindir Dayu seraya meletakkan tabloid gossip.Indira mengambil tabloid yang entah kapan, berhasil mengambil gambar dirinya, sedang duduk di lobi hotel dengan tawa yang terurai bersama Jan yang duduk di sebelahnya.“Kacau! Setiap aku balik ke Bali, mendadak jadi artis dadakan!” keluh Indira dengan wajah kesal.Judul berita tabloid itu juga sangat menyentil egonya sebagai wanita.‘Janda Alden Aminata, dekat dengan pengusaha nomor satu se-Asia Tenggara, Jantayu Antareja?’Indira mendekat pada Dayu dan Lila yang sedang membuat kopi di ujung ruangan.“Jadi dia yang kamu maksud cowok berkualitas? Pengusaha tenar dan Bachelor Art Asia Tenggara? Dayu, mimpi kita kalo sampe kita dilirik sama dia!” cetus Indira dengan tawa terurai.“Berarti kamu
Baca selengkapnya
Hidup Jantayu Antareja
Alden meletakkan koper begitu saja di lantai dan keluar menuju ke teras. Rumah yang ia sewa untuk dua tahun mendatang tersebut berada di tepi sebuah danau. Ada pasangan suami istri yang sudah cukup tua memberinya rumah tersebut dengan harga yang sangat murah. Alden menyukai rumah kabin kayu tersebut. Perabotannya sudah lengkap dan Alden mengagumi selera tuan rumah yang mendesain setiap detail dengan apik. Jarak antara rumahnya dengan tetangga terdekat hanya sekitar seratus meter. Di pinggir danau itu banyak rumah musim panas yang ditempati oleh penyewa lainnya. Ada pasangan dari Indonesia yang kebetulan juga tidak jauh dari rumah Alden. Akan tetapi, sesuai tujuannya semula, dia tidak akan dekat dengan orang yang satu negara dengannya. Menutup akses untuk mengenal manusia dari Indonesia adalah salah satu cara bagi Alden melupakan semua tumpukan masalah yang belum sempat ia bereskan. Matahari sore yang hangat bersinar dengan lembut. Alden mencium bau kh
Baca selengkapnya
Simpati dari Indira
Percikan air hujan yang menguyur pagi itu membuat cuaca sedikit lebih bersahabat. Alden membuka jendela dan pintu rumahnya lebar-lebar. Dia melangkah keluar dan burung berkicauan dengan riang gembira. Senyum terukir pada wajahnya.Inikah kedamaian yang ia cari? Apakah dia akan menikmati hidupnya selama beberapa waktu dengan kondisi seperti sekarang? Semua pertanyaan itu bisa Alden endapkan tanpa keresahan seperti kemarin.Apakah ini berarti dia mulai bisa menerima dengan pasrah?***Indira berhasil mendapatkan bangunan bekas gudang yang akan ia pergunakan untuk rumah produksi baju pesanan Jan.Seelumit kisah Jan begitu menggelitik Indira untuk turut berpartisipasi dalam keinginan menwujudkan cita-cita yang mulai tersebut. Pemilihan bahan yang bagus telah usai dan kini tinggal Indira menginvestasikan beberapa tambahan mesin penjahat saja.Narti sudah berhasil merekrut lima belas penjahat tambahan yang kualitasnya sangat bagus. Mereka memiliki h
Baca selengkapnya
Gengsi Terlalu Tinggi
Hari kedua ini, Indira bisa mulai menyiapkan acara lebih awal. Semua baju yang akan dikenakan para kontestan sudah siap dan tertata rapi di rak. Penata rias juga mulai mendandani satu persatu wanita cantik yang akan menempuh babak penyisihan hari kedua. Sementara sedang mempersiapkan diri, Indira menangkap obrolan mereka yang membicarakan tentang Jan!Celoteh dan obrolan para konstestan yang berharap menarik simpati Jan berdengung di telinga Indira. Mustahil Indira mampu bersaing dengan mereka. Secara fisik dan penampilan, para wanita tersebut sangat sempurna. Mengalahkan mereka adalah sulit. Tidak ada yang bisa memungkiri jika Jan adalah pria yang menawan.Indira memasang aksesoris pada salah satu kontestan terakhir dan akhirnya bisa bersantai sejenak. Acara berlangsung sangat meriah dan babak finalis terakhir mulai dibacakan. Kontestan yang berasal dari Indonesia masuk dalam babak penyisihan akhir dan Indira mengucapkan syukur yang tidak terkira. Semua kerja kerasnya
Baca selengkapnya
Rasa Itu Membunuhku
Ingin rasanya membenci pria tersebut. Namun Indira tidak sanggup. Setiap Jan mendekat dengan sikap dan perilaku kaku juga anehnya, Indira seperti kembali berharap sesuatu akan terjadi. Seperti yang sudah terjadi sebelumnya, Indira kembali dihempaskan oleh kecewa. Jan tidak pernah mengatakan apa pun dan terkadang Indira merasa dipermainkan.Acara akhirnya selesai dan kemenangan yang seharusnya menjadi kegembiraan Indira karena tujuannya ke Singapura berhasil dengan cemerlang, itu menjadi hambar. Tanpa ia sadari, dirinya berharap lebih. Tapi apa daya? Semua itu hanya angan-angan semu. Jan tidak pernah mengajaknya keluar dan semua ucapan yang terlontar sangat kaku.Indira terjebak oleh perasaan yang tumbuh dengan sendirinya dan dia tidak bisa mengontrol sedikit pun. Kendali yang biasa dirinya terapkan dengan baik selama ini, mendadak lenyap dan tidak ada yang tersisa. Indira merasa semua perasaannya terbentuk tanpa andil dan bisa dicegah.Semua sikap acuh, kadang m
Baca selengkapnya
Wanita Hebat Itu, Mamaku!
Renzo dengan sikap yang luar biasa dewasa, mengajak Jan untuk melangkah menuju Indira yang kini seperti membeku dan tidak tahu harus melakukan apa.Langkah kaki Jan tampak tidak yakin, berjalan di belakang Renzo mendekati Indira yang duduk di bangku kafe.“Ma! Om Jan minta aku untuk nemenin liat pameran lagi, boleh?” tanya Renzo dengan sopan pada ibunya. Indira menatap Jan dengan pandangan yang bercampur aduk.“Dia, anakmu?” tanya Jan dengan suara seperti tercekik.Jarak mereka hanya sekitar satu meter. Tapi Indira tidak ada keinginan untuk meminta Jan mendekat karena kebisingan suara di sekitar mereka sangat mengangguk.“Ya. Dia Renzo Aminata, putraku,” sahut Indira dengan pelan.Jan mengangguk kaku. Tidak ada senyum sedikit pun di wajahnya. Ekspresinya masih terlihat syok dan tidak menyangka jika anak kecil yang begitu cerdas itu adalah putra dari wanita yang ia berusaha hindari selama ini.Penyan
Baca selengkapnya
Mengejar Matahari
Sejak pertemuan Jan dengan Renzo, Jan dipenuhi oleh ketidak nyamanan yang begitu mendesak dengan hebat dalam jiwanya. Dia tidak mampu menemukan cara yang paling tepat untuk menentukan pendekatannya dengan Indira.Jalan itu terlihat buntu dan semua terlihat tertutup rapat.Mustahil mendadak dirinya muncul dan bertemu tanpa alasan yang jelas. Tidak ada satu pun yang bisa ia kerjakan. Kembali ke Salatiga memenuhi benak kusutnya.Akhirnya, Jan memutuskan untuk tegas pada dirinya sendiri. Sudah saatnya bagi Jan menjalani kehidupan yang lebih matang dengan menjalin hubungan yang serius. Mendiang kekasihnya, Lea, mungkin jauh dari karakter Indira.Lea adalah wanita yang energik yang selalu membuatnya tertawa dan merasa hidup dalam antusias. Jan memejamkan matanya. Dia dulu juga menjadi pribadi yang lebih baik dari sekarang ini.Semenjak Lea divonis sakit kanker, semua berubah. Hubungan mereka tadinya adalah perjodohan yang orang tua angkatnya prakarsai. K
Baca selengkapnya
Menjemput Impian Masa Depan
Indira masih terisak dan kini hatinya makin sakit ketika menyadari bahwa Jan memang sempat malu untuk mendekati dirinya.“Ndi, jangan nangis,” pinta Jan kembali dengan suara lirih. Pria itu masih tidak berani beranjak dari tempat duduk karena Indira terlihat tidak ingin kehadirannya.“Aku nangis karena kamu menganggap status jandaku memalukan!” seru Indira dengan jengkel.Jan menunduk. Mulutnya yang terlalu lancang mengatakan ungkapan jujur hatinya, kini justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.“Kalo aku jujur, dan itu malah salah, aku minta maaf. Tapi …,”“Tapi apa, Jan? Dari awal aku mengutukmu karena memperlakukan Bea dengan buruk! Sekarang aku justru terlibat dengan perasaan yang nggak jelas dan kamu ada di dalamnya!” isak Indira.“Ya udah. Aku pergi. Mungkin kamu pengen berpikir dulu dan menimbang lebih baik.” Jan mengalah dan meninggalkan Indira dengan langkah gon
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
22
DMCA.com Protection Status