All Chapters of CEO Mencari Cinta: Chapter 61 - Chapter 70
273 Chapters
Maafkan Aku Pergi
meninggalkan Galih. Dadanya bergemuruh sesak rasanya. Darahnya mendidih. Andai bukan suaminya, tinju ini sudah menghujani wajahnya. Akan tetapi, dosa masih dia pegang jika melukai dan melawan makhluk yang bernama suami. Ingin rasanya dia meledak sejadi-jadinya mengamuk lelaki itu. Akan tetapi, ditahannya hanya di tenggorokan saja. Nyatanya, dia tidak mampu melawan lelaki itu, meskipun selalu teraniaya. “Berhenti! Tias ...” Tias langsung menutup pintu kamarnya dengan kencang. Sebenarnya lelaki apa yang dia nikahi. Sementara itu, Galih termangu di depan pintu. Hampir saja dia menabrakan tubuhnya dengan pintu yang baru di tutup oleh Tias. “Au ... Tias ...” Ah, bukan seperti ini yang ingin Galih lakukan. Dia ingin memperbaiki diri, memperbaiki hubungan mereka. Akan tetapi, mengapa ini yang terjadi? Selalu saja, apa yang dipikirkan tidak dia lakukan, sedangkan yang dilakukan tidak
Read more
Penyesalan Galih
“Mbak, masih lamakah?” tanya Tias. “Kalau tidak macet, lima belas menit lagi sampai, Mbak. Akan tetapi sepertinya sangat macet. “ “Oh, baiklah.” Kemudian mereka saling diam kembali. Hanya deru mobil yang menelisik berisik menggaggu gendang telinga saja. Akan tetapi, Tias tidak mendengarnya. Hanya pikirannya saja yang memutar memori-memori indah tentang romantisme dirinya dan suaminya. Bulir bening tiba-tiba tanpa ampun menerobos kelopak matanya. Hingga sang supir taxi tergoda untuk bertanya. “Ada apa, Mbak? Ada masalah? Mbak bisa cerita. Setidaknya, bisa mengurangi beban,” ucap driver tersebut. “Iya, terima kasih. Hufff ... mbak, kalau menurutmu apakah perselingkuhan itu bisa di maafkan?” tanya Tias. “Maaf, Mbak. Orang beda-beda memandang kasus itu. Tapi, untuk saya sendiri. Tidak! Karena akan
Read more
Kisah Galih-Tias
`“Tias ...” Hening “Tias ...” Hening. Lelaki itu mengetuk pintunya “Tias ... aku masuk ya?”  Galih masuk ke kamar itu, kemudian membelalkan matanya tajam. Dia tidak menemukan istrinya. Dia melihat ke arah lemari, koper wanita itu telah hilang. Lelaki itu luruh ke lantai. Bukan, bukan seperti ini yang dia harapakan. Dia ingin memperbaiki semua yang sudah terjadi, bukan memperburuk. Dia sungguh menyesal sudah menyia-nyiakan wanita itu. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya.  Entahlah, apa yang dia pikirkan selalu gagal dilakuakan, sedangkan yang di lakukan selalu tidak ada dalam pikiran. Galih mencengkaram rambutnya. Dia akan menyusul Tias, akan tetapi nyalinya menciut. Dia takut akan kesalahannya yang sudah menganak laut. Kesalahannya sudah sangat fatal, tidak mungkin dapat di maafkan. Kasar, penghianatan, semua sud
Read more
Kapan Melamar?
“Anak muda, siapa namamu?” tanya ayah Tias. Ayah Tias seorang keturunan Jawa bernama Yoga Wijaya. Sedangkan ibunya Gayatri Wijaya menyandang gelar Wijaya setelah menikah dengan sang ayah. Untuk Tias sendiri, nama belakangnya juga Wijaya akan tetapi, dia lebih nyaman tidak menyandang gelar itu.   “S-saya Galih, Pak,”gugup Galih.   “Oh, baiklah. Ada perlu apa ingin ketemu saya?”   Dadanya terasa meledak di tanya seperti itu. Kumis tebal dengan perawakan tinggi putih menjadikan karisma ayah Tias itu keluar. Tubuh tinggi dan suara bariton yang mengintimidasi membuat nyali galih menciut. Akan tetapi, dia sudah menunggu sejak kelas dua SMA. Tidak mungkin mundur hanya gara-gara digertak ayahnya.   “Saya menyukai anak, Om. Saya ingin menikahinya,” tukas Galih. Dia meremas jemarinya sehingga dapat menguatkan jiwanya mengahadapi orang tua Tias.   Entah kekuatan apa yang mendasarinya, lelak
Read more
Saya Suka Mas Galih
Anak muda, jadi kapan keluargamu akan berkunjung kemari? Saya tidak percaya dengan pemuda seperti kamu. Bawa keluargamu ke mari, kamu boleh memiliki anakku.”   Darah Galih bagai membeku. Dia kaku mendengar pernyataan ayahnya Tias tersebut. “Anak muda, masih haram hukumnya untuk kamu memandang anakku seperti itu. Tundukkan pandanganmu,” tegas pak Yoga.   Tias gelagapan, demikian juga dengan Galih. Rasanya, bagai mendapat bogem mentah menimpa dadanya, sesak dan penuh malu. Mengapa dia tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak memandang kekasihnya itu. Rasanya, bibir ranum itu sudah menjadi miliknya. Galih berusaha menepis pikiran joroknya, ketika kembali tergagap dengan suara bariton yang kharismatik milik calon mertuanya menyambangi telinganya.   “Anak muda, jadi kapan keluargamu akan berkunjung kemari? Saya tidak percaya dengan pemuda seperti kamu. Bawa keluargamu ke mari, kamu boleh memiliki anakku.” &nb
Read more
Memutus Kenangan
Yoga manggut-manggut mendengar pernyataan Tias. Sedangkan Gayatri memeluk anaknya tersebut. Rupanya, putri kecilnya sudah menjadi dewasa sekarang. Tias berusia dua puluh dua tahun sekarang ini. Usia yang muda untuk menikah, namun sudah pantas untuk menikah. Wanita itu masih manja, karena anak tunggal. Namun, Gayatri dan Yoga yakin, jika anaknya sudah mampu menjadi ratu rumah tangga dalam keluarganya.   “Ya sudah kalau demikian. Sekarang tidur, jangan kebanyakan chatingan saja. Hemat tenagamu. Besok harus mengajar ‘kan?” Tias memang sudah mengajar di TK. Saat itu, dia masih kuliah namun di sambi mengajar di sebuah TK di desa, tempat dia tinggal. TK itu baru saja buka, sehingga masih di butuhkan banyak tenaga pendidik untuk memberi edukasi sama orang-orang. Hidup di desa memang tidak bisa acuh, tantangannya juga karena mereka belum melek pendidikan, sehingga harus ekstra sabar.   Tias masuk ke kamarnya. Dia terus mengembangkan senyumnya, namun
Read more
Menyesal Tak Berguna
“Selamat tinggal masa lalu. Kau akan selalu terkubur di dasar hatiku. Maafkan aku, karena aku akan move on, sehingga kau tidak boleh lagi tinggal di kamarku,” lirih Tias. Dia meletakkan kardus itu di dalam gudang itu, kemudian keluar dan menguncinya. Dia menengok kembali ke arah gudang itu, entah mengapa rasanya sangat sayang dengan barang-barang itu. “Tidak, aku harus move on!” Hari pernikahan tiba. Semuanya terlihat indah dan megah. Pernikahan ala Jawa di padu dengan adat Batak terkesan sangat mewah. Keduanya di padukan karena masing-masing orang tua menginginkan mengadakan pernikahan adat masing-masing. Orang tua Tias dengan adat jawa, sedangkan orang tua Galih dengan adat Bataknya. Kakek Galih dari ibu memang orang Jawa, maka dari itu ayah Galih tidak suka adat Jawa, karena menututnya sangat ribet. Suara gamelan mengalun saat seorang berbaju putih borkat dengan ekor yang menjulang panjang berj
Read more
Tias Pulang
Saat Galih merasa merana, lain dengan Tias. Di rumah orang tuanya, dia merasa sangat bahagia. Betemu dengan ibu dan bapaknya, serta beberapa tetangga. Dia merasa bahagia saat klumpul bersama kelaurganya. Semua orang tidak ada yang merendahkannya, tidak ada yang membandingkannya dengan orang lain dan di sini, mereka menerima Tias dengan sangat baik. Keluarga, ya mereka tempatnya kembali. “Mbak Tias, di Bogor itu enak ya? Banyak gedung tinggi, banyak mobil mewah. Di tipi itu, kok orang pada kaya, ya? Mbak Tias kaya juga nggak?” tanya salah satu ponakannya. “Hahaha, Rafi, di tipi itu ‘kan pura-pura. Kalau aslinya sama saja. Yang di tipi itu Jakarta. Mbak Tias ada di Bogor. Jadi, berbeda. Kalau di Bogor adanya Kebun Raya Bogor,” tukas Tias. “Oh, gitu ya? Mbak Tias kok ndak bareng sama mas Galih?” tanya Rafi kemudian. Gleg ... harus jawab apa? Nyatanya, dia sedang
Read more
Tias Sensitif
“Kalian ini kenapa? Apa aku tidak boleh pulang? Apa harus ada masalah dulu baru boleh pulang?” Emosi Tias terpanggil, untuk menutupi segala yang terjadi. Mereka menganga. Belum pernah Tias bicara sesarkas itu. Dia selalu bisa menahan emosi, terlebih di depan keluarganya. Dengan emosinya itu, timbul spekulasi-spekulasi yang mengitari diri keluarganya. Rangga dan Gayatri saling pandang, melihat gelagat Tias. Setelah mengatakan itu, Tias berlari ke kamarnya, bahkan tanpa pamit kepada mereka. Deswita mengerutkan keningnya melihat Tias yang lari. Dia berjalan kedepan untuk bergabung dengan yang lain. “Tias kenapa?” Rangga yang ditanyai mengangkat bahu santai. Setelah tanya pada suaminya tidak mendapatkan jawaban, dia bertanya pada ibunya Gayatri. Ibunya menjelaskan apa yang terjadi pada adik ipar Deswita itu. Sedangkan ayah Tias Yoga, dari tadi hanya diam dan menyeruput kopinya saja, melihat adegan-adegan itu. 
Read more
Bukti Sayang Keluarga
“Yas, kakak tidak akan memaksamu untuk bercerita. Tapi, silakan cerita saat hati kamu sudah siap,” tandas Deswita. Wanita itu bangkit kemudian menghirup nafas sangat kuat dan mendalam. Dia memejamkan matanya, kemudian membuka dan mulai bercerita akan deritanya. Deswita mulai mendengarkan dengan seksama. “Kak, aku tidak tahu mulainya kapan. Tapi, aku mulai merasakan keanehan pada sikap mas Galih. Dia mulai sering marah-marah nggak jelas dan semua selalu serba salah. Semua yang ku lakukan selalu salah. Ujung-ujungnya, dia tidak pulang dan akan pulang esok pagi, dengan bau minuman yang sangat menyengat. Aku maafkan semua kesalahannya. Tapi ...” Suara Tias tercekat. Dia tidak mampu menyelesaikan kalimatnya. Semua tercekat hanya sampai di tenggorokannya saja. “Tapi apa?” decit Deswita. “Beberapa hari yang lalu, dia bersama seorang wanita dan ...” tangis wani
Read more
PREV
1
...
56789
...
28
DMCA.com Protection Status