All Chapters of Terpaksa Menikah karena Wasiat: Chapter 31 - Chapter 40
133 Chapters
Irene Adalah Benalu
Cuaca Kota Jakarta kalau sedang musim panas, sangat panas. Kalau musim dingin, tetap panas. Mila tidak heran karena kota tempatnya lahir dan dibesarkan terlalu padat bangunan. Ada taman, tapi di beberapa tempat yang masih asri. "Pasang AC dong! Gerah banget sumpah!" Mila sudah mengambil buku tulis tipis untuk kipasan tetapi tetap gerah. Apa kabar Diaz yang memakai dobok? Dia berkeringat namun tidak terlihat lelah. Ia memperhatikan Diaz yang mencontoh beberapa gerakan lanjutan yang harus dipelajari pekan depan. Mila bahkan bingung dengan pukulan Diaz yang tak kunjung berhenti. Katanya, untuk latihan memperkuat otot tangan. Kalau Mila yang melakukan pukulan selama 5 menit nonstop pasti akan kebas. Kesal karena tidak selesai-selesai sesi melihat tanpa meniru gerakan, Mila melempar buku tulisnya ke kaki Diaz.Diaz berhenti memukul lalu balik badan. "Kenapa?""Capek!" "Kamu gak contohin gerakan apa-apa.""Capek liat lo mukul ang
Read more
Stephen Salah Persepsi
Mila berjalan sesuai keinginan hatinya. Ia tidak tahu bisa menahan penjelasan Diaz. Semestinya ia tidak perlu bertanya sebab sudah tahu Irene sulit Diaz lupakan. Walau begitu ia bersyukur keinginan untuk membuang foto benalu itu tercapai tanpa menggunakan tangannya. Untungnya sisa satu foto, kalau masih banyak yang berterbaran pasti akan Mila geledah kamar Diaz.Toko-toko dan pedagang asongan sangat memanjakan perutnya. Mila pergi tanpa membawa uang karena tanpa direncana. Perutnya sudah lapar sekali, hanya satu orang yang bisa membantu Mila saat ini.***Mila memandang sahabatnya yang kali ini sangat baik mau membantu. Sedari tadi Stephen melihatnya seperti iba."Gak usah liatin gue begitu, lo kemarin udah ditraktir Diaz, sekarang traktir gue. Anggap lo gak punya utang." Stephen tidak masalah kalau Mila makan banyak di pinggir jalan. Tetapi dia penasaran mengapa tiba-tiba Mila memintanya datang dan bawa uang untuk beli batagor dan es teh manis.
Read more
Istri Terbaik
"Mila ... Mama ada kondangan di Tangerang."Meida berpamitan padanya beberapa jam lalu saat ia sarapan seorang diri di bawah. Ini sangat tidak menguntungkan Mila karena Diaz masih demam terbaring di atas kasur tidak berbuat apa-apa.Kesal karena terus mendengar rintihan Diaz, Mila tidak bisa lagi melanjutkan tulisannya. "Berhenti panggil nama gue. Kalau lo mau sembuh ayo kita periksa ke puskesmas, klinik, atau rumah sakit."Mila sudah buatkan Diaz bubur, membawakan minum beserta obat yang semalam dia minum, namun ketiganya tidak disentuh sama sekali. Tetapi Diaz tidak menjawab, hanya menghela napas dengan mata tetap terpejam.Tunggu, jangan bilang Mila harus menyuapi Diaz. "Hah, emang gue yang selalu dihukum sama alam." Ia menarik untuk duduk lalu meraih mangkuk. Diaz tidak perlu dibantu duduk karena tidur dengan posisi hampir duduk. "bangun. Gue suapin makanannya." Mila hari ini menahan makian untuk suaminya sendiri karena sedan
Read more
Tidak Ada Takutnya
Mila dalam posisi duduk di kursi dengan dua kaki terangkat dan menyesap susu kotak yang diberi sedotan kecil. Ia berputar pelan di atas kursi eksekutifnya seraya mencari ide untuk bab selanjutnya. Kemarin rencana menulis gagal total karena mengurus Diaz makan dan minum. "Eh, Diaz. Lo gak BAB?" Mila tidak lihat Diaz masuk kamar mandi kemarin, dia terus berbaring sepanjang hari."Udah, semalam." Mila mengangguk mengerti, mungkin ia sudah tidur lalu Diaz ke toilet. Baguslah, tidak ada yang membuat pikiran Mila terganggu lagi. Ia juga sudah menyuapi dan memberi Diaz obat seperti kemarin, demamnya sudah turun dan keringat cukup deras keluar dari tubuhnya. Beruntungnya lagi, keringat Diaz tidak beraroma yang aneh-aneh, justru harum seperti jeruk. Mungkin karena pengharum ruangan, wanginya memengaruhi."Kamu gak pusing berputar terus?"Mila berhenti tepat menghadap Diaz lalu menurunkan kakinya. Susu kotaknya sampai mengempis karena terisap pad
Read more
Kritis Mengenai Siklus
Mila masih bergidik apa yang terjadi beberapa saat lalu. Tangan kotor itu telah menyentuh tangan suci Mila. Sangat tidak tahu diri, batinnya. Saat petang, Diaz sudah lebih baik karena bisa berjalan ke kamar mandi tanpa terhuyung-huyung. Mila memperhatikan dia lebih lama agar bisa memastikan kondisinya telah pulih. Diaz bahkan bisa mandi sebab kemarin mengatakan tubuhnya merasa dingin hingga tidak ingin mandi.  "Udah mendingan lo?" Mila melupakan sejenak apa yang dilakukan pria gila tadi di ruang tamu dan bertanya kondisi Diaz. Diaz tersenyum lebar, wajahnya bercahaya ditambah cahaya senja dari kaca jendela yang terbuka setengah.  Mila geleng-geleng kepala melihat efek luar biasa cahaya matahari terbenam untuk mendukung rupa Diaz. "Kerja bagus, Mila." Ia memuji dirinya yang telah menjaga Diaz. "Saya bilang juga apa, kamu istri terbaik." Diaz menggosokkan minyak rambut di depan cermin, memberi senyuman lagi karena Mila menengok
Read more
Merindukan Suara Mila
Diaz memakirkan mobilnya di basement, tak disangka-sangka Sekretaris Bayu juga baru sampai. Diaz menunggu Bayu turun dari mobilnya. Setelah dihampiri, Diaz menyapanya. "Kamu kelihatan gak sehat. Pekerjaan kemarin banyak yang saya tinggal ya?" Sekretaris Bayu menggeleng tidak enak ditanya soal pekerjaan yang kemarin tertinggal oleh Bosnya. "Istri saya masih sakit, jadi sedikit kewalahan habis pulang dari kantor. Hari ini saya belum bisa lembur karena anak saya juga kram perut." Diaz prihatin dengan kondisi keluarga sekretarisnya. "Gak masalah, kamu jaga istri dan anak kamu. Saya juga jarang lembur karena urus istri di rumah. Saya paham perasaan kamu." Mereka pekerja keras yang tidak lupa kewajiban sebagai suami di rumah. Diaz meringankan karyawannya jika tidak bisa lembur diwajibkan izin agar ada rekan yang menggantikan. Tidak semua orang selalu lancar dalam rumah tangga, kondisi tubuh juga adakalanya sakit.Seingat Diaz, Bay
Read more
Vio Butuh Bantuan Mila
"Satu!"Mila menahan sikap kuda-kuda dan menggerakkan pukulan setiap hitungan yang Diaz intruksikan. "Dua!"Mila melihat Diaz yang berdiri di depannya dengan melipat tangan di depan dada. Raut wajahnya persis pelatih taekwondo yang pernah ia lihat di lapangan belakang rumah bundanya."Tiga!"Mila mengikuti gerakan pukulan yang Diaz contohkan terakhir kali, penuh tenaga dan menganggap yang berdiri di hadapannya adalah musuh. Kenyataanya tidak salah juga."Empat!" Mila berdiri sempurna karena lelah menahan kaki lalu bertanya, "Lo gak nyuruh gue ngelakuin pukulan seribu bayangan kayak yang terakhir lo contohin, kan?" Diaz yang tersenyum penuh arti diamati oleh Mila. Selain niat mengusili Mila, Diaz membuatnya bergerak lebih aktif daripada rebahan mentang-mentang sedang datang bulan setelah dengar cerita dari sekretarisnya."Angkat tangan kamu ke depan," suruh Diaz.Mila mengangkat kedua tangannya ke
Read more
Penemuan Lipstik
"Kamu habis dari mana?" Diaz lihat Mila datang dari sisi kanan, sedangkan kamar mereka di sisi kiri setelah tangga. "kamar Vio?" lanjutnya bertanya dengan kaki melangkah ke dapur untuk isi ulang botol.Mila tidak jadi menjawab karena Diaz jalan terus. Ia masuk kamar lalu mandi. Setelah itu Mila akan mencuci pakaian di bawah, kalau tidak, Diaz seperti ibu kos. Berisik.Usai isi ulang botol, Diaz menyegarkan tubuh dengan kopi hitam. Acara televisi mudah membosankan, Diaz lebih sering menonton film tipe horor atau misteri lewat situs. Mila meluruskan tangan kanannya, sesekali kebas kalau sering beraktivitas. Ia tidak mengeluh pada Diaz karena dia pasti menyarankan untuk periksa. Kalau disuruh pakai deker, Mila enggan.Mila mengangkat keranjang berisi pakaian kotornya dan Diaz. Awal-awal mencuci pakaian orang lain, Mila merasa asing atau lebih tepatnya geli. Jika bukan karena Diaz sibuk, Mila akan membeli satu keranjang lagi agar pakaian kotor mereka di
Read more
Pembuktian
"Diaz. Stephen mau ke sini, boleh gak?" Tiba-tiba saja Mila dapat pesan singkat dari Stephen, dia bilang ingin main ke rumah mereka. "Udah malam," jawab Diaz menunjuk jam tangannya yang dipakai dari pagi hingga malam."Masih sore, belum jam 9." Masalahnya Mila mau minta saran cara merayu laki-laki, Stephen lebih berpikiran luas darinya."Gak boleh, besok lagi kalau mau ke sini." Diaz memakan kacang bawang, tatapannya lurus ke layar televisi yang menayangkan film horor season 2 lanjutan tadi siang. Tontonan tertunda sejenak karena ada rapat online melalui panggilan video selama 2 jam.Mila duduk mendekat pada Diaz, namun Diaz menggeser tubuhnya. "Please... ""Ini kamu ngapain mepet-mepet duduknya ke saya." Diaz pindah duduk di sofa tunggal atau bisa terhimpit Mila. Mila mengeluarkan ponselnya untuk membalas pesan Stephen. "Diaz gak izinin, katanya besok aja. Lo sih, ngapain malem-malem ke rumah orang." Setelah pesan terkirim, Mila
Read more
Bertemu Namun Menjauh
"Mila, kamu gak perlu cang- "Mila menutup telinganya dengan dua tangan. "Gue gak mau denger apa-apa, diem aja sampai rumah." Telinga Mila panas mendengar ucapannya sendiri. Diaz paham. "Iya, saya diam." Dia dengan patuhnya mengulum bibir agar tidak bicara apa pun. Terus terang saja Diaz menahan sudut bibirnya agar tertarik tidak membentuk senyuman.Mila melirik Diaz lalu memelototinya. "Ketawa lagi, lo!" pekiknya tidak terima. "gak usah senyum-senyum. Gue tadi ... Tadi itu cu-cuma keceplosan. Mulut gue kan emang serampangan!" Ia menepuk mulutnya lagi.Diaz tidak jadi senyum karena dilarang. "Saya gak senyum, ini buktinya." Mila melihat Diaz cukup lama, membuktikan kalau dia tidak senyum selama mengemudi.Diaz menutupi wajah Mila dengan satu tangan. "Kamu jangan liatin saya. Saya jadi mau ketawa." Mila menurunkan tangan Diaz lalu mengambil ponsel untuk berkaca. "Emang muka gue kenapa? Kok lo ketawa?" Tidak ada apa-ap
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status