Semua Bab Jungle Love: Bab 131 - Bab 140
227 Bab
Ketahuan Atisaya
BEGITU menurutnya Mama dan Theo tidak dapat mendengar suaranya, Tiara tekan tombol hijau pada layar untuk menerima panggilan. Suara Abdi langsung terdengar di telinga si gadis. "Kok belum kasih kabar? Apa belum sampai Jakarta?" tanya Abdi tanpa basa-basi. Wajah Tiara kontan berkerut. Hatinya jadi kecut akibat merasa bersalah. Harusnya tadi ia langsung memberi kabar begitu sampai. Meski hanya lewat chat. "Maaf," sahut Tiara cepat, dengan nada mengiba. "Tadi langsung keasyikan ngobrol sama Mama soalnya." "Oh, ya sudah. Tidak apa-apa kalau begitu," kata Abdi lagi. "Ya sudah kalau sudah sampai di Jakarta." "Iya, sudah kira-kira setengah jam lalu sih sampainya," timpal Tiara. Gadis itu mengatakan ucapan tersebut sembari hatinya berbunga-bunga. Abdi meneleponnya, menandakan pemuda itu menaruh perhatian besar. Bahkan andai saja tadi pagi Abdi tidak harus mengurus kepulangan ibunya dari rumah sakit, Tiara yakin sekali pemuda itu mau me
Baca selengkapnya
Peluang Theo
PANIK yang mendera Mbak Yem membuat suasana jadi geger. Asisten rumah tangga itu berteriak-teriak memanggil Bu Wardoyo. Ia tahu jika majikannya tersebut masih berada di ruang tengah."Nyonyaaa! Tolong, ini Mbak Tiara kenapa?" seru Mbak Yem sekuat tenaga. Kepanikan terhantar dari suaranya.Bu Wardoyo yang tengah berbincang dengan Theo jadi kaget. Buru-buru wanita paruh baya itu bangkit dari duduk."Sebentar ya, Theo. Tante lihat dulu ada apa di dalam," ujarnya berbasa-basi pada Theo.Tanpa menunggu jawaban orang, Bu Wardoyo bergegas melangkah ke dapur. Meninggalkan Theo yang melongo sendirian di tempatnya.Theo jelas sekali mendengar nama Tiara disebut tadi. Pemuda itu jadi menduga-duga, apa yang telah terjadi dengan Tiara? Ingin rasanya ia ikut ke belakang, tapi ragu-ragu karena khawatir dicap lancang.Sementara Bu Wardoyo langsung berubah wajahnya begitu melihat keadaan Tiara. Gadis itu tampak pucat, dengan keringat membasahi sekujur kulitn
Baca selengkapnya
Murka Atisaya
SEMENTARA di rumah Abdi, nun jauh di Indramayu, satu pertengkaran hebat pecah. Atisaya yang memergoki pemuda tunangannya menelepon perempuan lain, menjerit-jerit tidak karuan. Ini benar-benar kejadian yang tidak disangka-sangka oleh Abdi. Padahal pemuda itu sudah memastikan Atisaya sedang menenami Haji Sobirin berbelanja ke kota. Makanya Abdi berani menelepon Tiara. Siapa dapat menduga, tengah asyik-asyik dirinya mendengar kabar Tiara yang baru tiba di Jakarta, Atisaya tahu-tahu saja sudah berdiri di belakang punggungnya. Gadis itu berdiri diam, mendengarkan segala apa yang diperbincangkan Abdi dan Tiara. "Oh, ya sudah. Tidak apa-apa kalau begitu." Itu ucapan Abdi yang didengar Atisaya. Gadis itu masih belum tahu dengan siapa pemuda tersebut berbicara. "Ya sudah kalau sudah sampai di Jakarta." Lanjutan ucapan Abdi membuat Atisaya mendengus marah. Tidak salah lagi, pastilah tunangannya itu tengah menelepon perempuan atasannya itu. Meski dadanya
Baca selengkapnya
Sebuah Tanya
KERIBUTAN di teras belakang rumah itu membuat ibu Abdi keluar menghampiri. Begitu pula salah seorang kakak laki-laki bersama kakak iparnya yang tengah menunggui di kamar. Betapa kagetnya ketiga orang itu saat melihat Atisaya tengah mengamuk. Menjerit-jerit, berbicara tidak jelas sambil menunjuk-nunjuk Abdi. Sesekali memukul. Abdi terlihat hanya diam saja. Pemuda itu tidak menghindari pukulan demi pukulan Atisaya. Hanya kedua tangannya terus berusaha menangkap tangan tunangannya dengan susah payah. "Eh, Ati apa-apaan sih kamu? Kenapa pakai mukul-mukul gitu sih?" seru kakak ipar Abdi, sembari menubruk Atisaya. Dengan cekatan kakak ipar Abdi mencengkeram kedua tangan Atisaya. Membuat gadis itu tidak bisa lagi bergerak. Tapi dari mulutnya terus keluar jeritan-jeritan. Kedua perempuan itu sempat saling adu kekuatan sebentar. Atisaya berusaha memberontak dan lepas dari pegangan orang. Tapi kakak ipar Abdi segera mengunci kedua tangan gadis itu sedem
Baca selengkapnya
Sebuah Keputusan
SUSAH payah Abdi mengatur jawaban untuk pertanyaan tersebut. Meski benar seperti dikatakan Atisaya, jawabannya cukup iya atau tidak, namun persoalannya tidak sesepele itu.Satu kata yang menjadi jawabannya bakal berbuntut panjang. Sangat panjang. Dan Abdi masih merasa belum siap menghadapi akibat apa pun yang timbul dari jawabannya. Baik iya maupun tidak.Di tempatnya, Atisaya tersenyum kecut sembari gelengkan kepala perlahan. Ia tahu Abdi tak akan bisa menjawab pertanyaan tersebut. Sepanjang pertunangan mereka yang berjalan nyaris setahun, tak pernah sekali pun ia mendengar Abdi menyatakan rasa cinta terhadapnya."Akang nggak bisa menjawab. Itu berarti jawabannya Akang nggak cinta sama Eneng," kata Atisaya kemudian.Abdi pandangi gadis di hadapannya dengan tatapan kuyu. Sedangkan pandangan mata Atisaya memancarkan sorot kekecewaan. Rasa sukanya pada Abdi ternyata hanya bertepuk sebelah tangan.Pertunangan keduanya memang ide Atisaya.  Dengan
Baca selengkapnya
Tiara Siuman
TAK menunggu lama dr. Faisal tiba. Dokter pribadi Keluarga Wardoyo itu langsung masuk ke dalam kamar untuk mengecek kondisi Tiara.Bu Wardoyo hanya menyambut kedatangan dokternya tersebut dengan basa-basi singkat. Begitu sang dokter mengeluarkan alat-alat dan mulai memeriksa, wanita paruh baya itu ikut menyaksikan dari tepi kasur."Mbak Tiara tadi nggak telat makan kan ya?" tanya dr. Faisal seraya menempelkan stetoskopnya ke dada Tiara.Bu Wardoyo tak langsung menjawab. Tadi Tiara sampai di rumah menjelang makan siang. Tapi wanita paruh baya itu tidak tahu kapan terakhir kali puterinya makan."Theo, tadi di jalan kalian terakhir kali makan jam berapa?" Bu Wardoyo ganti bertanya pada Theo yang berdiri di sudut kamar.Yang ditanya cepat-cepat turunkan kedua tangannya yang semula disedekapkan di depan dada."Mmm, kami tadi sarapan sekitar jam enam, Tante. Terus habis itu cuma ngemil di mobil, nggak berhenti makan karena Tiara minta cepat-cepat
Baca selengkapnya
Pertanyaan Mama
JAWABAN sang mama membuat Tiara cepat memutar kembali ingatannya. Tapi tak banyak yang dapat ia ingat. Selain momen ketika dirinya sedang berbincang-bincang di ruang tengah bersama Mama dan ...."Theo, terima kasih ya kamu sudah bantu. Sekarang kalau mau pulang, silakan." Ucapan Bu Wardoyo membuat lamunan Tiara buyar."I-iya, Tante. Saya memang sudah ditunggu di rumah sama Papa," sahut Theo. Pemuda itu sama sekali tidak merasa diusir, sebab memang sejak tadi ia sudah ingin pulang.Usai berkata begitu Theo mendekat ke tempat tidur, berdiri di sisi Tiara. Senyum tak pernah sebentar pun lepas dari wajah pemuda itu."Cepat pulih ya. Nanti aku ajak makan di suatu tempat," ujar Theo. Tanpa ragu mau pun sungkan pemuda itu mengusap kepala Tiara."Iya, terima kasih," sahut Tiara sembari membalas senyum Theo. Ia merasa ada satu perasaan hangat nan menenteramkan yang menjalar dari usapan tangan Theo di kepalanya."Saya pamit dulu, Tante," pamit Theo pa
Baca selengkapnya
Janji Mama
OTAK Tiara cepat berputar, mencari-cari jawaban apa yang sebaiknya disampaikan pada Mama. Tidak! Tidak mungkin ia menjawab jujur dan apa adanya. Setidaknya bukan sekarang.Tiara masih merasa belum siap menceritakan apa yang ia rasakan, harapkan, inginkan terhadap Abdi kepada Mama. Lebih-lebih karena urusan pertunangannya dengan Ryan masih belum selesai.Lagi pula, Abdi juga berstatus tunangan wanita lain. Entah apa komentar Mama nanti jika tahu puterinya jatuh cinta dengan lelaki tunangan orang lain. Tiara belum siap untuk itu semua."Engg ... anu, Ma ...." Ucapan Tiara tak pernah keluar sepenuhnya, melainkan sekadar gumaman tak jelas yang membuat kening mamanya berkerut dalam."Jadi, benar kan kamu ke Indramayu untuk menemui Abdi, bukan karena ada urusan kantor?" Bu Wardoyo mendesak tak sabar.Tiara menghela napas panjang. Sejenak dipalingkannya pandangan dari sang mama. Gadis itu menyadari ia tak bisa sepenuhnya mengarang jawaban."Iya, Ma
Baca selengkapnya
Pesan Theo
SISA hari itu dihabiskan Tiara untuk beristirahat di kamar. Bu Wardoyo yang merasa khawatir puterinya kenapa-kenapa, berkeras memaksa Tiara untuk tetap berada di dalam kamar saja.Mulanya Tiara menolak. Namun setelah Mbak Yem mendukung pendapat Bu Wardoyo, ditambah Pak Wardoyo yang kemudian pulang juga ikut mendukung istrinya, mau tak mau gadis itu pun harus menurut.Tanpa terasa sore datang dan berlalu. Tiara sudah terlelap tak lama selepas makan malam. Tahu-tahu pagi menjelang. Gadis itu terbangun oleh alarm di smartphone-nya."Ooh, aku lupa mematikan alarm kemarin," desah Tiara begitu terjaga penuh dari tidur.Alarm itu disetel Tiara kemarin, karena ada janji dengan Theo untuk pergi ke pantai pagi-pagi. Khawatir bangun kesiangan, ia pun memasang alarm pukul empat pagi.Cepat gadis itu meraih gawainya yang terus mengeluarkan suara nyaring. Juga bunyi berisik yang ditimbulkan oleh getarannya ketika menyentuh permukaan nakas.Begitu benda be
Baca selengkapnya
Obrolan dengan Papa
PAK Wardoyo tengah membaca dengan tablet di teras belakang ketika Tiara menemuinya. Lelaki paruh baya itu tampak masih mengenakan piyama tidur. Ditemani segelas jeruk panas dan beberapa potong buah segar di atas meja.Dari menunduk menatap layar tablet, Pak Wardoyo langsung angkat wajah mengetahui kedatangan Tiara. Seulas senyum terkembang di wajahnya yang masih terlihat tampan."Hmm, anak Papa sudah wangi dan rapi sepagi ini," ujar Pak Wardoyo seraya menyambut ciuman yang diberikan puterinya."Rencananya mau ngantor, Pa. Sudah lama ninggalin urusan kantor, nggak enak sama Pak Seno," sahut Tiara, lalu duduk di kursi kosong sebelah meja."Jadi, ngantornya karena merasa nggak enak sama Pak Seno? Kalau nggak punya rasa nggak enak, nggak ngantor dong ya?" tanya Pak Wardoyo menggoda.Tiara tergelak mendengar pertanyaan papanya."Ya nggak gitu juga sih. Tapi masa direkturnya absen lama banget dari kantor," sahut gadis itu."Absen nggak apa-
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
23
DMCA.com Protection Status