All Chapters of Cinta CEO dalam Jebakan: Chapter 331 - Chapter 340
356 Chapters
Extra Chapter 15. Singkirkan Tanganmu Dariku
Tanpa membuang waktu, Max mengumpulkan semua keperluan putranya ke dalam ransel. Sebotol susu dari kulkas, sebotol air putih, bubur yang terbengkalai, celemek bayi, pakaian ganti, popok, tisu, selimut, dan bahkan sunscreen. Sang pria telah mengingat dengan baik apa saja yang biasa disiapkan oleh sang istri.Terakhir, sebelum mulai beraksi, ia menyelipkan boneka beruang cokelat mungil ke dalam genggaman sang bayi. Max tahu, Cayden pasti akan merasa jauh lebih baik jika temannya ikut bersama mereka.“Apakah kau sudah siap, Pangeran Kecil?”Masih dengan mata terselimuti ketakutan, sang bayi berkedip. Tanpa memberikan jawaban, Cayden menyandarkan kepala sambil mendekap teman beruang yang tadi sempat ia tinggalkan.“Tidak apa-apa, Pangeran Kecil. Papa akan selalu bersamamu,” desah Max sebelum mengembuskan napas penuh tekad.Sedetik kemudian, tanpa basa-basi lagi, sang pria memotret pintu yang rusak dan memeriksa rekaman
Read more
Extra Chapter 16. Sangat Lembut dan Menantang
“Ada apa, Nyonya Craig? Apakah kau terkesan dengan keromantisan suami barumu ini?” tanya Axel sambil mendongkrak sebelah sudut bibir dengan kepercayadirian yang terlampau tinggi.“Aku memang selalu mencatat setiap kata yang kau ucapkan dan menghafal setiap gerakan yang kau buat, Sayang. Karena itulah, aku mengingat keinginanmu ini dan mewujudkannya ... untuk diculik dan dicekoki dengan obat perangsang. Bukankah kau harus berterima kasih kepadaku?”Alih-alih menjawab, Gabriella malah mempertahankan raut tegasnya. Meski jantung telah terisi oleh kekhawatiran, sebisa mungkin ia menahannya agar tidak tersebar ke setiap sel dalam tubuh.“Kau benar-benar tidak waras,” ucapnya dengan nada rendah dan bergetar.“Ya ..., aku memang sudah tergila-gila oleh kecantikanmu, Gabriella,” sahut Axel sembari duduk di hadapan sang wanita dengan kaki terbuka lebar, memperlihatkan apa yang sudah tidak sabar untuk menunjukkan keku
Read more
Extra Chapter 17. Axel Craig Menculik Istriku
Menyadari kebenaran dari ucapan Abdul, kerut alis Max sontak bertambah dalam. Sambil tertunduk, ia mengamati betapa erat Pangeran Kecil mencengkeram bajunya. Bayi mungil itu pasti sangat takut terpisah dari sang ayah.“Maafkan Papa, Cayden,” bisik pria itu sembari menyeka pipi merah putranya. “Papa sedang tidak bisa berpikir jernih. Tidak seharusnya Papa memaksamu untuk ikut dengan Tuan Abdul.”Sambil terus menempelkan diri pada sang ayah, Cayden menumpahkan lebih banyak air mata. Kepedihan dalam hatinya terasa begitu menyiksa. Ia belum pernah merasakan penderitaan sebesar itu sepanjang hidupnya.Berulang kali, Max mengecup kepala sang bayi. Akan tetapi, jeritan hati Cayden tidak kunjung mereda. Menyadari bahwa ia sudah mencungkil luka batin putranya, penyesalan sang pria bertambah tebal.“Maafkan Papa, Pangeran Kecil. Papa berjanji tidak akan mendesakmu lagi. Kita akan terus bersama. Kau mau ikut mencari Mama, bukan? Kalau b
Read more
Extra Chapter 18. Mendesak Masuk
Dengan sekuat tenaga, Gabriella menendang-nendang udara. Meski sudah lelah, ia tidak akan memberi Axel Craig kesempatan untuk melucuti celananya.“Ck, seharusnya aku tidak membuka ikatan itu,” gerutu sang penculik sebelum mendengus. Matanya masih belum lepas dari tali di dekat kaki kursi yang tidak lagi mengekang sang wanita.Setelah membuang napas kasar, pria itu kembali memaksakan diri untuk mendekati Gabriella. Namun, tendangan yang mengenai paha membuatnya mundur secara tak sadar. Dalam sekejap, kesabaran Axel lenyap tak bersisa.“Cukup! Aku sudah lelah bermain-main denganmu!” hardiknya sembari meraih gelas di atas meja. Demi meminimalkan perlawanan, ia mencekoki sang wanita dari samping. “Minum!”Akan tetapi, Gabriella bukanlah lawan yang mudah. Mulut wanita itu terkatup rapat seolah ada lem yang menyegel celahnya.“Ayo! Buka mulutmu! Biar kubuktikan bahwa performaku jauh lebih baik dibandingkan laki-l
Read more
Extra Chapter 19. Efek Obat Perangsang
Sembari membiarkan sang istri menenangkan diri dalam dekapan, Max mengamati kondisi di sekitarnya. Satu setel pakaian pria yang berceceran, beberapa potongan tali yang berserakan, gelas yang tak lagi tegak di atas meja, serta tubuh Gabriella yang mulai menghangat. Setelah memberikan beberapa tepukan ringan di punggung sang wanita, pria itu akhirnya memecah keheningan.“Gaby, apakah kau sungguh baik-baik saja? Kenapa detak jantungmu begitu cepat?”Sambil beringsut menjauh, Gabriella menjawab lirih. “Laki-laki itu mencekokiku dengan obat perangsang. Aku sudah berusaha melawan, tapi ada sedikit yang terminum olehku.”Mendengar pengakuan semacam itu, alis Max sontak melengkung tinggi. Sekali lagi, ia mengangkat wajah sang istri agar tidak terbebani penyesalan.“Lalu sekarang, kau mau bagaimana? Haruskah kita melakukannya? Apakah efeknya sudah mulai bekerja?” tanya pria itu seraya memeriksa sorot mata Gabriella dengan saksam
Read more
Extra Chapter 20. Mengaku Rindu
“Hei, Pangeran Kecil, apakah kau masih belum mengantuk? Kau sudah berjam-jam tidak istirahat. Sekarang lebih baik kau tidur,” celetuk Max sambil menepuk-nepuk popok empuk putranya.Alih-alih menanggapi, Cayden Evans hanya berkedip-kedip. Ia masih betah menyandarkan diri di atas perut Gabriella. Kedua tangan mungilnya bahkan enggan melepas baju yang dikenakan sang ibu.“Biarkan saja, Max,” desah sang wanita seraya melirik dengan senyum yang penuh makna. “Pangeran Kecil pasti sangat merindukanku. Dia takut jika kami terpisah lagi. Jadi, wajar saja jika dia ingin menikmati setiap detiknya bersamaku.”“Lalu, bagaimana denganku? Kau sudah berjanji akan menyuguhkan makan malam yang lezat untukku,” ambek sang pria, terdengar seperti anak kecil.Mengetahui bahwa sang suami sengaja melebih-lebihkan ekspresi, Gabriella otomatis tertawa samar. Sedetik kemudian, ia mengelus pipi pria yang agak pucat itu.“M
Read more
Extra Chapter| 1. Berlibur ke Peternakan Kuda
“Woah!” desah Cayden sambil menempelkan telapak tangan mungilnya pada kaca jendela di sisi kanan mobil. Matanya yang berbinar-binar sibuk menyoroti satu per satu hewan pemakan rumput di tepi jalan.Selang beberapa saat, balita berusia tiga tahun lebih itu menoleh ke belakang. Dengan alis terangkat maksimal, ia menekan ujung telunjuknya pada kaca.“Lihat itu, Mama! Mereka persis seperti yang ada dalam buku cerita. Kuda memang suka bermain di halaman luas. Mereka pasti sedang bergembira sebelum pulang ke kandang.”Mendengar celotehan yang penuh semangat itu, Gabriella sontak mengembangkan senyum dan membelai rambut putranya. “Apakah kau gembira?”“Tentu saja,” sahut Cayden sembari mengangguk tegas. “Ada banyak kuda di sini. Jumlah mereka bahkan lebih dari sepuluh.”Merasa terkesima, pria yang duduk di jok lebih depan sontak berbalik menatap keponakannya. “Hei, Pangeran Kecil. Sejak kap
Read more
Extra Chapter| 2. Menyapa Kakek Hunt
Begitu mendengar suara mobil, Jack bergegas keluar dari kandang dan menutup pintu. Seraya membersihkan kotoran yang menempel di baju, ia melangkah menuju para tamu yang sudah dinanti-nantikan. “Selamat datang di peternakan kami, keluarga Evans!” serunya sambil merentangkan tangan dan memasang wajah ramah.gra Selagi para laki-laki menurunkan barang dari bagasi, para wanita berjalan lebih dulu menuju si penyapa, bersama dengan anak masing-masing. “Halo, Paman Jack. Senang dapat bertemu denganmu lagi,” ucap Mia dengan suara pelan. Bayi dalam gendongannya masih tertidur nyenyak. “Halo, Mia. Bagaimana kabarmu? Lama tak berjumpa membuatmu gagal mengingat panggilan terhadapku, hm?” Mendapat balasan semacam itu, sang wanita sontak terkesiap dan ikut melepas tawa walau samar. “Maaf, Jack.” “Nah, benar begitu! Jack saja. Bukan hanya Greta yang ingin melupakan umurnya,” bisik pria berbadan subur itu sebelum terkekeh dan beralih kepada Gabriella.
Read more
Extra Chapter| 3. Terlupakan
Setelah berkedip-kedip canggung, Julian akhirnya mencoba untuk melebarkan senyuman. Dengan hati-hati, ia melangkah maju, mendekati celah pintu. “Apakah Kakek tidak mengingatku? Ini aku ... Julian, putra James, cucumu.” Alih-alih berubah ramah, wajah Tuan Hunt malah memperbanyak kerutan. Tampak jelas bahwa otaknya masih gagal mengenali sang cucu. “Apakah kalian ini penipu? Mana mungkin putraku sudah memiliki anak? Dia bahkan belum memiliki kekasih. Fokusnya saat ini hanyalah mencari uang. Dia ingin menjadi orang sukses. Karena itulah dia pergi ke negara bagian lain,” terang Tuan Hunt, menyoroti ingatan yang salah. Mendapat respon sekukuh itu, Julian sontak menghela napas. Sambil mengernyitkan dahi, ia berusaha mencari celah untuk memasukkan dirinya ke dalam pikiran sang kakek. Namun, selang beberapa saat, pria itu belum juga memecah keheningan. Mengetahui kebingungan sang suami, Mia akhirnya mendesah samar dan ikut maju satu langkah. “Halo, Tua
Read more
Extra Chapter| 4. Makan Bersama
“Bagaimana, Cayden? Apakah kau menyukai masakanku?” tanya Greta sambil menaikkan alis. Ia merasa gembira melihat sang balita makan dengan lahap. “Ini sangat lezat, Greta. Terima kasih karena telah memasaknya untukku,” sahut Cayden dengan mulut penuh. Sembari lanjut mengunyah, ia meruncingkan telunjuk ke arah bayi yang duduk di seberang meja. “Lihatlah! Bahkan Ace sangat menyukai bubur buatanmu.” “Oh, terima kasih, Cayden. Kau sangat pandai memuji,” tutur si tuan rumah sembari menempatkan telapak tangan di atas hatinya yang berbunga-bunga. Setelah menelan, Pangeran Kecil memasang senyum lebar. “Sama-sama, Greta.” Menyaksikan keceriaan sang balita, Tuan Hunt tiba-tiba mengembuskan napas cepat. Setelah meletakkan sendoknya di atas piring, pria tua itu mengerutkan alis. “Berapa umurmu, Anak Kecil?” Mendapat pertanyaan tak terduga, Cayden tidak jadi mengangkat garpu plastik ke mulut. “Tiga,” sahutnya dengan mata bulat. “Tiga apa, Pangeran K
Read more
PREV
1
...
313233343536
DMCA.com Protection Status