Semua Bab My Arrogant Lawyer: Bab 191 - Bab 200
264 Bab
Rasa Itu ...
Satu sudut bibir Mai tersungging miring ketika melihat Byakta berada di ujung koridor tempat lift berada. Pria itu terlihat tengah menelepon seseorang sembari memijat kepala. Meskipun Mai hanya melihat dari belakang, tapi ia yakin kalau sang penelepon di seberang sana tengah membuat pria itu sakit kepala. Tanpa ingin memedulikan pria itu, Mai kemudian masuk ke dalam lift yang pintunya baru saja terbuka lebar. Menekan tombol ke lantai di mana ruangan Bira berada, dan langsung meluncur ke atas seorang diri. Sesuai dengan pesan sang ayah, kalau Mai harus menemui Bira terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaannya pagi ini. Sesampainya di depan ruangan Bira, sang sekretaris mengatakan kalau pemimpin Casteel High tersebut masih dalam perjalanan. Untuk itu, Mai diminta menunggu langsung di dalam ruangan Bira, yakni ruang
Baca selengkapnya
Tidak Peka
Raj tersenyum lebar ketika melihat Mai yang baru saja keluar dari pintu samping gedung. Penampilan wanita itu masih terlihat sama seperti pagi tadi ketika Raj mengantarnya. Hanya saja, wajah Mai terlihat lelah  dan kelopak matanya terlihat sangat berat.“Silakan, Mbak,” ucap Raj yang telah membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Mai.“Hm, makasih,” balas Mai lalu menunduk untuk masuk ke dalam mobil sedannya. Napasnya terbuang lelah, lalu bersandar dengan kepala yang mendongak penat di atas sandaran jok.Mai yang memejamkan mata itu, mendengar suara pintu mobil yang tertutup. Tidak lama kemudian, ia juga mendengar suara sabuk pengaman yang terpasang. Itu berarti Raj sudah berada di belakang kemudi dan siap mengantarkannya pulang ke rumah.
Baca selengkapnya
Posisi Kosong
Raj memelankan laju mobil dan memilih menepi. Ia menghentikan roda empat itu sejenak lalu menoleh ke belakang. Sekitar dua ratus meter di depan, ada sebuah warung bakso sederhana. Karena ragu, Raj memutuskan untuk bertanya lebih dulu dengan Mai.“Mbak, itu ada warung bakso di depan. Mau ke situ?”Mai memiringkan tubuhnya untuk melihat jalan yang berada di depan sana. Terlihat papan gantung sederhana dan terlihat kusam bertuliskan Bakso Sederhana."Ya gak papa, makan di situ aja. Emang kenapa?" Raj berbalik ke posisi semula. Mulai menjalankan mobil dengan perlahan. "Kirain gak mau makan kalau tempatnya seperti itu.""Aku gak masalah, tapi kamunya diem. Jangan lapor-lapor sama ayah."
Baca selengkapnya
Hasta Mañana
Raj sengaja memelankan laju roda empat yang dikendarainya, ketika memasuki pintu gerbang kediaman Pras. Menoleh sekilas ke belakang dan melihat Mai yang ternyata juga tengah menatapnya saat ini. Tatapan datar yang selalu diberikan wanita itu kepada setiap orang. Terkadang, Raj merasa kesal sendiri jika ditatap seperti itu oleh Mai. “Apa nanti ada rencana keluar lagi?” tanya Raj memecah kesunyian yang sedari tadi melanda keduanya. Sampai sekarang, Raj masih belum menemukan celah sedikit pun untuk masuk ke dalam hati wanita tersebut. Bahkan, ketika Raj mencoba memberi Mai sebuah rayuan, wanita itu hanya memberinya tatapan datar. Tidak ada sedikit pun senyum yang terbit di wajah cantik itu. Namun, jika diingat lagi, sejak pertemuan pertamanya dengan Mai, mana pernah wanita itu menyematkan senyum lebar kepada dirinya. Sejauh ini, yang didapati Raj adalah sebuah senyum formal, seperti yang didapat oleh sesama rekan kerja. “Gak ada,” jawab Mai datar. “Kamu kalau ma
Baca selengkapnya
Cuma Supir
Tatapan datar itu melihat sedan hitam berlalu di depan mata. Suara klakson yang digaungkan oleh sang pengemudi, merupakan tanda perpisahan. Setelah berlalu, Mai berbalik dan melangkah untuk segera masuk ke dalam rumah.Ketika tiba di ruang keluarga, Mai melihat Qai yang sudah rapi dan sepertinya hendak pergi ke luar.  Sebelum Mai melontarkan pertanyaan kepada sang kakak, Qai lebih dahulu mengajukan pertanyaan kepadanya.“Raj sudah balik atau masih di depan?” Qai menghentikan langkahnya di depan Mai, yang sudah lebih dahulu berhenti ketika melihatnya turun dari lantai dua.Mai merotasikan kedua bola matanya. Kenapa harus Raj yang ditanyakan oleh Qai, bukan malah sang adik yang kini berada di depannya. “Sudah balik.” Mai menjawab datar, karena tidak menyukai pertanyaan yang dilempar oleh Qai. “Kamu mau ke mana?”“Palace High, ada meeting sama om Bira, sama klien juga, sih.” Qai melewati Mai sembari mengan
Baca selengkapnya
Melakukan Hobi
Setelah menjenguk Widi di rumah sakit pagi itu, sesuai rencana Mai kemarin, maka Rajlah yang akan mengantarkannya ke kantor. Mai masih saja merasa canggung, bila berada di tengah-tengah keluarga Raj. Meskipun seluruh keluarga pria itu memperlakukannya dengan baik, tapi tetap saja, Mai tidak betah jika harus berlama-lama dengan mereka.Dengan berdalih bahwa pekerjaannya sebagai karyawan baru masih banyak, dan harus menyesuaikan diri lagi. Mai akhirnya berpamitan lebih dulu untuk pergi ke kantor.“Orang tuanya Mbak Widi ke mana?” tanya Mai untuk menuntaskan rasa penasarannya. Mai hanya melihat Diana dan Sila yang menemanni Widi di ruang rawat inap. Bahkan pria yang berlabel suami Widi tidak tampak sama sekali ujung hidungnya di sana. “Suaminya, juga gak ada.”“Mereka sudah gak ada,” tutur Raj dengan menenggelamkan kedua tangan di saku celananya. “Kalau mas Eza lagi perjalanan pulang, naik pesawat pagi tadi dari Balikpapan,
Baca selengkapnya
Mewujudkan Impian
“Kamu gak pulang?” Dahi Mai berkerut ketika melihat Raj berhenti di sampingnya setelah mengitari mobil.“Aku pulang bareng Sila, dia lagi di dalam sama enda.”Kerutan di dahi Mai semakin terlihat dalam saja ketika mendengan ucapan Raj. Ia pun memangkas jarak dengan wajah datar. Meletakkan telunjuk tangan kanannya di dada Raj lalu mendorongnya. “Jangan sok akrab! Jangan ngelewati batas! Biasa juga kamu manggilnya bu Sinar.”“Ini, kan, luar biasa,” jawab Raj menaikturunkan kedua alis tebalnya dengan sengaja. Membuat Mai kesal seperti sekarang, sepertinya sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan Raj selama menjadi supir pribadi wanita itu. Ada kepuasan sendiri di hati Raj, jika melihat wajah Mai itu memberengut masam karena ulahnya.“Mau gandengan gak, biar mesra?” Raj sudah menaikkan siku kirinya untuk kembali menggoda Mai. Ia tahu kalau ajakannya itu pasti ditolak, tapi entahlah, Raj t
Baca selengkapnya
Masih Punya Waktu
Ponsel yang tergeletak di meja rias hotel, bergetar tanpa henti sedari tadi. Sudah hampir lima belas menit, Mai siap dengan pakaian dan riasan sempurna untuk menghadiri akad nikah Qai. Namun, sedari tadi pula, Mai hanya duduk membatu tanpa melakukan hal apapun. Mai hanya menatap pantulan dirinya dari cermin yang berhadapan dengannya.Akhirnya, hari itu tiba. Hari di mana Qai akan menikah dan Mai tidak mengerti, apa yang dirasakan hatinya saat ini. Mai bukannya tidak senang dengan hari bahagia sang kakak laki-lakinya itu. Namun, ada sesuatu yang tidak bisa Mai jelaskan dan sama sekali tidak dimengerti olehnya.Sampai akhirnya, suara ketukan menenggelamkan seluruh kehampaan yang ada di kepala Mai. Ia pun bangkit dan beranjak untuk membukakan pintu. Sudah ada Jejen, salah satu pelayan yang bekerja di rumahnya memasang wajah lega setelah Mai membuka pintu.“Mbak Mai, dicariin bapak sama ibu dari tadi, semuanya sudah di rooftop tinggal Mbak aja yang gak muncul-
Baca selengkapnya
Waktunya Berhenti
"Eit, mau ke mana?"  Entah dari mana datangnya, Raj kini sudah menghadang langkah Mai dengan merentangkan satu tangannya. Senyum khas yang selalu disematkannya ketika menatap Mai, lagi-lagi tidak pernah terbalaskan sama sekali. Enggan menjawab pertanyaan Raj, Mai menggeser langkahnya lalu berniat pergi menjauh dari pria itu. Namun, baru dua langkah Mai menjauh, tangannya dicekal dengan cepat oleh Raj hingga ia pun berbalik seketika. Menatap datar dan menahan kesal karena pembicaraannya bersama Byakta beberapa saat yang lalu. “Would you honor me with a dance?” tanya Raj dengan mengedip jahil kepada Mai. “For the last time.” Wajah Mai terlihat melunak seketika, tapi tetap datar seperti biasanya. “Last time?” “Ya,” jawab Raj dengan pasti. “Setelah ini, aku janji gak akan ganggu kamu lagi.” “Oh!” Bibir sensual Mai itu terbuka untuk beberapa saat, tapi tidak mengerti harus mengeluarkan kalimat seperti apa untuk Raj. “Oke.” Hanya satu k
Baca selengkapnya
Mengungkap Semua Rasa
Segelas strawberry shock dan satu porsi spicy grilled squid yang sudah habis separuhnya, sedari tadi menemani Mai yang duduk di meja pojok rooftop bar, yang sudah di sulap seperti fungsinya semula. Setelah keluar dari ballroom, hal pertama yang tercetus di kepala Mai adalah pergi ke rooftop bar. Menikmati langit malam yang malam ini ternyata terhampar sangat cerah. Dengan bulan purnama dan bertabur bintang yang berkelip di atas sana. Hanya berdiam seorang diri, tanpa ingin memikirkan hal apapun di kepala untuk sementara waktu. Sesekali, telunjuk Mai menggulirkan layar benda canggih yang ia geletakkan begitu saja di atas meja. Tanpa ada satu orang pun yang menghubungi dirinya. Mai menghela panjang, seraya menumpu wajahnya dengan tangan kiri. Sementara itu, tangan kanannya sibuk bermain dengan garpu dan menusuk-nusuk cumi yang masih tersisa di piringnya. Masih memandang langit kelam dan ditemani oleh angin malam. “Long time no see, Ibu Suri.” Ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1819202122
...
27
DMCA.com Protection Status