All Chapters of Istri Pilihan Mama: Chapter 71 - Chapter 80
124 Chapters
Intuisi
"Anda bertanya apa maksud ucapan saya? Bukankah anda sudah tahu betul akan jawabannya? Hem?" sahut Sandy dengan memiringkan senyumnya. Apa maksud pria ini? Tanda tanya besar memenuhi pikiran Debora dan Aleta. Mereka saling melirik sebelum akhirnya salah satu dari mereka memaksa pria itu untuk menjawabnya. "Katakan padaku, apa maksudmu? Jawab! Jangan cuma bisanya sok tahu!" tegas Debora yang mengejar keingintahuannya. Ia harus mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya. "Fine, aku tahu kalian berdua pasti nggak sabar, kan? All right, berapa uang yang kalian berikan pada dokter itu agar mau membohongi Arsaka? Hem?" ujar Sandy diakhiri pertanyaan menohok yang membuat napas Debora terasa tercekat. What? Bagaimana dia bisa… "Jangan memfitnahku! Sekarang lebih baik kamu pergi dari sini! Sudah kubilang kan kalau keberadaanmu di sini tidak dibutuhkan dan hanya membuat suasana menjadi keruh sepe
Read more
Ada Apa Denganmu?
Sandy berdiri tepat di samping mobilnya. Beberapa saat lalu Arsaka sudah pulang dijemput oleh Pak Yadi. Sepertinya ia harus memberitahu Arsaka mengenai kepergiannya dari ruangan Aleta. "Menggelikan sekali, bagaimana bisa mereka bertahun-tahun menipu Saka? Saka, Saka, kamu itu terlalu baik jadi orang," gumam Sandy yang tak mau berlama-lama di pelataran parkir Rumah Sakit milik keluarganya tersebut. Sandy merogoh ponselnya dan menggulir sebuah nama pada kontak benda pipih canggih miliknya.Arsaka."Halo, San? Ada apa? Kamu masih di ruangan Aleta? Gimana dia sekarang?" Rentetan pertanyaan keluar dari bibir Arsaka ketika panggilan telepon telah tersambung.Sandy tersenyum getir. Ia mendongak ke atas, menatap salah satu kamar inap yang bermeter-meter jaraknya dari dirinya. Pria itu memastikan tak ada siapa pun yang akan mencuri dengar informasi yang akan ia sampaikan pada Arsaka. "Saka, kita bisa ketemu sekarang? Ada banyak hal yang mau aku bicarakan sama kamu. Kamu di mana? Aku ke sit
Read more
Mati Penasaran
Sandy berdiri di atas kap mobilnya. Ia menatap sang sahabat dengan perasaan aneh. Perasaan yang tak biasa. "Muka kamu tegang banget, ada apa? Kamu mikirin pacar kamu itu?" tanya Sandy memulai pembicaraan.Sandy menoleh ke arah Arsaka yang masih diam berjibaku dengan rokok yang masih mengepul di kedua jarinya. Saat ini Sandy bisa melihat wajah tampan Arsaka yang bermuram durja. Tak ada keceriaan yang tampak di wajahnya. Sebenarnya ada apa dengan Arsaka?"Kalau kamu diam, itu tandanya tebakan aku benar, dong?" Sandy menyikut lengan Arsaka dan tersenyum tipis. Ia berharap dapat meringankan beban sang sahabat. Arsaka menggelengkan kepalanya. "Apa aku kelihatan lagi mikirin cewek? Se-bucin itukah aku?" balas Arsaka yang segera menjatuhkan rokok yang telah tersisa separuh ke paving block yang dipijaknya saat ini. "Who knows?" tanggap Sandy dengan senyuman khas miliknya.Arsaka menatap sang sahabat dengan serius. Ia menengadah ke atas. Ia bisa melihat ribuan bintang yang berpendar di s
Read more
Usulan Sandy
"Nah itu masalahnya. Aku udah nggak pacaran sama Aleta. Dan sekarang aku single…" ungkap Arsaka pada sang sahabat. Ia mendongak ke atas lalu menyapukan pandangan ke segala arah. "Ya tinggal cari lagi, dong. Seorang Arsaka nggak akan sulit buat dapatin pengganti Aleta. Toh kamu pernah bilang sama aku kalau sampai detik ini Tante Mona nggak setuju dengan hubungan kamu sama Aleta, kan?" tanggap Sandy mengomentari. "Terus sekarang kamu nyesel putus sama Aleta? Atau kamu patah hati?" lanjutnya menginterogasi kemudian.Arsaka tersenyum getir. Ia memiringkan senyumnya di saat mengingat kilas balik peristiwa yang terjadi pada dirinya. "Bukan gitu masalahnya," potong Arsaka cepat."Ya terus kenapa? Kamu tuh bertele-tele banget, tahu nggak? Nggak biasanya kamu kayak gini. Bikin penasaran. Lama-lama aku jadi kesel sama kamu, Saka!" keluh Sandy yang tak bisa mengontrol rasa ingin tahunya yang begitu besar pada sang sahabat."Sandy! Dengerin dulu aku ngomong. Kamu tuh ya, udah kayak emak-emak ya
Read more
Kenapa Memangnya?
Di sinilah Arsaka sekarang. Di pagi buta yang masih menggelap ditemani ribuan bintang di atas sana, ia sudah berada di depan rumah seseorang. Tak sendiri, Arsaka ditemani oleh seseorang yang tak asing baginya. Saat ini bukan Yadi yang menemaninya, melainkan sang sahabat yang sedari tadi malam terus bersamanya berjaga di kamar inap Mona Rosalie. Sandy yang terbiasa melakukan sesuatu saat itu juga alias gercep pada sesuatu hal terus membuat Arsaka terganggu alias terusik. Mau tak mau, Arsaka datang ke rumah Tantri di jam… Astaga! Ini waktunya sembahyang shalat subuh. Arsaka tak menyadari hal itu. Sumpah demi apa pun ia benar-benar terkejut dan refleks menepuk keningnya secara spontan. "Sandy! Ini waktunya orang-orang pada sembahyang. Kenapa aku bisa ngikutin maunya kamu ke sini? Bisa-bisanya aku ada di sini sama kamu jam segini. Ini jam-jam yang… ah entahlah.. Ya Tuhan, apa otakku bermasalah?" keluh Arsaka sembari geleng-geleng kepala. Sandy tersenyum senang. Rasa penasarannya aka
Read more
Kamu Bisa Diam Nggak?
Sandy menggeleng pasrah. Ia tak punya pilihan lain selain melakukan itu. Ia tersenyum konyol dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.Melihat Arsaka keluar dari mobil dengan cepat, ia pun melakukan hal yang sama. Ia tak mau ditinggal sendiri di dalam mobil dan berujung seperti orang hilang. "Saka, tunggu," pekik Sandy yang segera mengikuti ke mana Arsaka melangkahkan kakinya.Arsaka hanya menoleh ke belakang selama sepersekian detik. Ia pun mencari tempat berwudhu dan segera menyucikan diri. Lagi-lagi Sandy melakukan hal yang sama dengan Arsaka. Ia seperti orang yang tak punya pendirian. Bahkan di saat Arsaka tengah berwudhu di samping masjid, Sandy melakukan hal itu dengan kesadaran yang dipertanyakan. Usai berwudhu, Arsaka memperhatikan sang sahabat dengan tatapan tak biasa. "Kamu masih ingat doanya apa nggak?" tanya Arsaka dengan senyum meledek."Sembarangan kamu, Saka. Masih ingatlah. Kurang ajar pertanyaan kamu!" gerutu Sandy seraya mengerucutkan bibirnya. Arsaka terkekeh gel
Read more
Tunggu Dulu!
Arsaka kembali menatap ke arah sang gadis yang sengaja ia buntuti. Ia merasa aneh dengan apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. Ada apa ini?Tak mungkin jika semua yang terjadi saat ini adalah sebuah rasa bermakna kecemburuan?Bullshit!Mana mungkin ia cemburu pada gadis yang sama sekali tak memenuhi kriterianya? Hanya karena terlihat berbeda saat mengenakan mukena bukan berarti ia memiliki perasaan padanya. Tidak. Itu tidak mungkin. Arsaka menggeleng cepat. Ia segera mengenyahkan segala pikiran aneh yang merayap ke dalam pikirannya saat ini juga. Tapi entah kenapa sepertinya semesta sengaja ingin menguji dirinya dengan semua pemandangan ini. Arsaka terdiam sembari bersikap dingin. Ia mencoba memalingkan wajahnya tapi beberapa detik kemudian ia kembali menatap ke arah Tantri yang sedang berbincang santai dengan Banyu. "Kita mau di sini sampai kapan?" tanya Sandy yang tiba-tiba mengejutkan Arsaka.Arsaka refleks menatap ke arahnya. Tanpa jawaban, Arsaka pun melangkah lebih dul
Read more
Kamu Dari Mana?
Arsaka mengerutkan kening. Alis di wajah tampannya terangkat. Tatapannya menyorot jelas pria yang duduk di sebelahnya."Ada apa, San?" tanya Arsaka seraya menyipitkan mata. Krucuukkk krucuukkk krucuukkkSuara apa itu?Sudah jelas bukan, seseorang memberi kode keras lewat perut yang berbunyi nyaring pagi ini."Kamu lapar?" tanya Arsaka konyol."Ya iyalah. Masa suara barusan karena aku ngantuk? Yang benar ajalah, Saka. Aku laper banget dari semalam," aku Sandy jujur."Oke, aku akan ngajak kamu makan ke gerai ayam goreng dua puluh empat jam di ujung sana. Di sana ada Mexdi, kamu bebas makan apa pun dan berapa pun yang kamu mau. Oke?" ajak Arsaka berharap mendapat jawaban 'ya' dari sang sahabat.Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Bukan junk food yang Sandy inginkan untuk dilahapnya pagi buta ini. Melainkan…"Aku pengen cari jajanan pasar, Saka. Kalau makan begituan, di London juga banyak," tolak Sandy dengan pendapatnya sendiri."What? Jajanan pasar? Kamu? Kamu ngidam?" terka Arsaka as
Read more
Katakan apa pertanyaanmu!
Setelah menanyakan hal itu pada sang putra, Mona mengamati dari atas sampai bawah penampilan Arsaka. Pemuda tampan berusia dua puluh enam tahun itu tampak berbeda. Dengan padu padan kaos dan celana panjang santai, sang putra tampan begitu menawan dan menarik. Dilihat dengan cara seperti itu oleh sang ibu membuat Arsaka salah tingkah. Ia merasa tak ada yang salah dengan penampilannya. "Saka baru selesai shalat, Ma," Arsaka berhasil berkata. Ia menjaga nada suaranya tetap datar agar tak membuat sang ibu merasa curiga. "Di mana? Di masjid Rumah Sakit?" tanya sang ibu bak seorang penyelidik yang sedang melakukan investigasi. Arsaka merasakan kesadaran itu mengejutkan seluruh akal sehatnya. Haruskah ia mengaku? Oh shit!Arsaka bingung. Ia tak bisa berbohong di depan wanita paruh baya di hadapannya. Napasnya tercekat. Debar jantungnya semakin cepat. Dan saat ini bukan waktu yang tepat untuk berbohong. Karena jika ia berbohong di saat seperti ini, sang ibu pasti akan langsung mengetahu
Read more
Ungkapan Hati Seorang Anak
Arsaka mengedarkan pandangan ke sekelilingnya saat ini. "Mama, bisakah kita berbicara hanya berdua saja?" tanya Arsaka yang merasa tak nyaman jika pembicaraan mereka didengar oleh orang lain. Ia mencoba berhati-hati dalam merangkai kata pada sang ibu. Ia tak mau sang ibu menuduhnya yang bukan-bukan atau meremehkan orang-orang yang kini ada di ruangan tersebut.Mona menatap ke sekitar dengan polosnya. "Kenapa harus berdua saja? Tidak apa-apa kan kalau di sini ada Bi Mira dan Pak Yadi? Memangnya salah kalau ada mereka di sini?" tanya balik sang ibu yang membuat Arsaka bungkam seribu bahasa. Arsaka merasa bimbang. Bagaimana cara menanyakan hal yang beberapa hari ini membelenggu pikirannya kalau ada orang lain di sini?"Kalau mau bertanya, tanyakan saja, Saka. Nggak masalah kan kalau ada Bi Mira dan Pak Yadi di sini? Mereka bukan orang asing buat Mama. Jadi Mama menganggap ada atau tidak adanya mereka di sini tidak jadi masalah buat Mama. Berbeda dengan kamu. Apa kamu merasa terganggu
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status