All Chapters of AFTERFALL: Chapter 31 - Chapter 40
73 Chapters
31. the truth
Kaline kembali terlelap dengan posisi tidur meringkuk di atas dedaunan kering—terlihat tidak nyaman, meninggalkan Pangeran Cliftone sendirian yang tampak jenuh mendengarkan suara jangkrik yang sedari tadi terus bernyanyi tanpa lelah. Api unggun yang sudah payah dibuat Kaline kini padam seutuhnya, menyisakan asap tipis yang bau.Manik merah menyala milik Pangeran Cliftone terus menatap Kaline yang beberapa kali mencoba memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam sehelai daun pisang namun gagal. Ia menghela napas. Jika gadis itu dibiarkan begitu sampai pagi, bisa-bisa dia jatuh sakit.Dengan langkah penuh hati-hati agar tak menimbulkan suara sedikitpun, Pangeran Cliftone lantas mendekati Kaline, membuka jubah hitam yang terpaksa dibeli di toko bekas setelah miliknya telah diberikan pada Kaline saat gadis itu kedinginan di dalam kereta.“Kali ini, aku pinjamkan padamu, Putri. Mustahil mencari jubah di tengah hutan untukku,” bisiknya sambil menutupi tubuh
Read more
32. wrong way
Sebelum fajar sepenuhnya muncul, Kaline dan Pangeran Cliftone sudah keluar dari gua. Hawa udara memang tak sedingin saat malam hari, namun masih bisa membuat gadis itu menggigil meski sudah dibalut kain selendang tipis.  Manik abu-abu yang terlihat kelelahan itu memandangi langit berwarna ungu muda, masih terlihat bulan serta beberapa bintang yang tak lagi bersinar terang di atas sana.  “Mau menggunakan jubahku, Putri?” tawar Pangeran Cliftone. Kaline dengan cepat menolak mentah-mentah tawaran pria itu. Dia bisa saja terbakar lantaran terkena cahaya matahari dan aku akan tersesat di sini sendirian. “Tidak perlu, Cal. Lagi pula sebentar lagi matahari akan naik. Udaranya akan sedikit menghangat nantinya.”
Read more
33. chì si vede di notte
“Arah timur, aku melihat sesuatu berwarna merah menyala di sana!" teriak prajurit itu dengan penuh semangat.Semua mata tampak fokus menatap arah ke timur, berusaha menelisik sesuatu dari balik kabut tebal yang mengganggu pandangan mereka. Benar saja, ada cahaya kecil seperti laser berwarna merah menyala yang terlihat terus bergerak tak beraturan.Ujung mata Pangeran Antheo melirik Pangeran Rex sekilas. Genggamannya pada pedang panjang dengan ukiran namanya di bagian atas itu amat kuat. Matanya membulat, terus terpaku pada kedalaman kabut. Hidungnya sesekali menghirup udara dalam-dalam, berusaha mengendus sesuatu.“Vampir,” bisik Pangeran Rex dengan nada penuh amarah yang dapat ditangkap oleh Pangeran Antheo dengan samar-samar.Dahi pria bermata hijau terang iu mengkerut. Vampir … apa jangan-jangan pria di balik kabut itu adalah Pangeran Cliftone?“Tunggu!” teriakan Pangeran Antheo secara tiba-tiba membuat gerak
Read more
33. good sleep, princess
Sepanjang jalan kembali menuju Istana Eargard, kuda coklat tua yang ditumpangi oleh Pangeran Rex dan Pangeran Cliftone dipenuhi oleh perdebatan-perdebatan kecil yang tidak perlu. Pangeran Rex terus menyuarakan ketidaksukaannya pada pria dengan manik merah menyala itu, sementara Pangeran Cliftone hanya beberapa kali mendengus dan menjawab rentetan sindiran dari Pangeran Rex dengan tenang.“Jika dipikir-pikir, aku berada satu tingkat di atasmu sekarang, Pangeran,” balas Pangeran Cliftone sembari menyeringai tipis. Saatnya balas dendam.Alis Pangeran Rex menukik, tampak tak terima dengan perkataan Pangeran Cliftone. “Omong kosong macam apa itu! Bahkan jika kau memberitahunya pada sekumpulan orang gila, mereka tidak akan percaya.”
Read more
35. welcome home
Tepat saat langit mengeluarkan cahaya jingga hangat yang tenang, mereka tiba di Istana. Kaline yang tadinya terlelap di atas punggung Pangeran Antheo selama berjam-jam itu kini telah tebangun. Kedatangan mereka sontak disambut dengan puluhan pelayan yang berdiri di depan pintu utama, membawa handuk bersih serta air minum yang telah disusun di atas meja kayu agar para prajurit yang telah kembali dapat meminumnya. Pangeran Antheo turun terlebih dahulu dari kudanya, lalu mengulurkan tangan sambil menunduk singkat. “Mari, Putri.”Tidak ada keraguan dalam gerak gerik gadis itu saat menerima uluran tangan Pangeran Antheo yang bermaksud membantunya untuk turun dari kuda. Kaline menundukkan badannya, memberikan salam hormat pada Pangeran Antheo sebagai rasa terima kasih. “Terima kasih banyak atas bantuanmu, Pangeran. Aku berjanji akan membalasnya lain waktu.”Pangeran Antheo tersenyum. Kepalanya bergerak ke kiri da
Read more
36. wait, father?
Kaline menghela napasnya. Menatap dua bilah pintu yang terbuat dari jati tebal itu dengan gugup. Sepasang prajurit yang bertugas untuk menjaga pintu itu berdiri tegak dengan pandangan lurus ke depan, menanti Kaline untuk memerintahkan mereka agar membuka pintu itu.Ruangan pertemuan itu tidak seperti ruangan pertemuan yang biasa digunakan untuk menjamu tamu-tamu penting yang membahas soal kerja sama antar kerajaan ataupun perorangan. Ruangan ini tiga kali lebih kecil, hanya memuat sekitar 35 orang di dalamnya. Ruangan yang biasanya digunakan untuk membahas taktik perang, rahasia kerajaan, dan hal-hal darurat seperti yang ia alami saat ini. Itulah kenapa tempatnya jauh di dalam tanah, dengan cahaya remang-remang dari obor-obor yang menempel di sisi dinding batu yang tak rata, memasa kaline menghirup udara pengap yang tercampur dengan aroma asap rokok serta bensin.“Buka pintunya,” perintah Kaline dengan suara rendah tangannya saling bertaut di b
Read more
37. should i answer it, my lord?
Pria dengan mata merah menyala yang sama persis seperti Pangeran Cliftone itu menatapnya selama beberapa detik dengan ekspresi datar lalu kembali menatap lurus ke arah Raja El seolah-olah ia tak mengenal Pangeran Cliftone.“Tidak ingin duduk, Pangeran?” tawar pria itu, berlagak seolah ia adalah pemilik ruangan ini.Tatapan Pangeran Cliftone masih terkunci pada pria yang tak lain adalah Raja Alorine, pemimpin Kerajaan Voalire meski sekarang ia telah duduk atas kursi dengan bantalan empuk, bersebelahan dengan Raja Alorine.“Saya mohon maaf telah mengganggu pertemuan Anda, Yang Mulia.” Pangeran Cliftone menundukkan badannya selama beberapa detik, menghadap Raja El yang masih terlihat kesal.“Saya mempersilahkan Pangeran Cliftone masuk karena ia
Read more
38. the culprit
Ruangan persegi panjang dengan dinding dari bebatuan yang dapat meredam suara itu teramat hening. Belasan orang yang ada di dalam sana memperhatikan cahaya merah menyala yang berasal dari manik Pangeran Cliftone dengan seksama, menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulut Pangeran Mahkota Voalire itu.Gerakan manik mata Pangeran Cliftone beralih dengan tenang, menatap Raja El yang bergeming di atas tempat duduknya. “Haruskah aku menjawab pertanyaan ini, Yang Mulia.” tanyanya dengan nada ringan yang terkesan bermain-main, jelas menganggap remeh pertemuan yang mereka adakan saat ini.Rahang Raja El mengeras, selaras dengan jarinya yang mengepal dengan erat, menatap Pangeran Cliftone dengan dingin. “Tidak perlu menjawabnya, Pangeran,” ucap Raja El yang lantas membuat seisi ruangan kebingungan.
Read more
39. something left behind
Semua orang terdiam. Sekte Selz, nama yang sudah lama tidak singgah di telinga mereka, membuat semua orang berpikir sekte sesat itu sudah tenggelam dengan snedirinya dan ternyata kini mereka kembali lagi.Pangeran Cliftone membenarkan posisi tubuhnya. tangannya kini terlipat rapi di atas meja kayu yang menyatu dengan meja lainnya. “Ada apa, Tuan Tuan? Sudah lama tidak mendengar nama itu?”“Tidak mungkin.” Seseorang menyangkal, berusaha mencari celah dari pernyataan Pangeran Cliftone. Salah satu dari mereka turut bergabung, sama sekali tak menaruh kepercayaan pada vampir itu. “Bagaimana bisa kau mengatakan dalangnya adalah Sekte Selz sedangkan pelakunya dalah seorang vampir. Bangsamu!”“Tenanglah, Tuan Tuan. Aku belum siap m
Read more
40. the face of death
Satu persatu orang yang menghadiri pertemuan darurat itu mengundurkan diri hingga tersisa Pangeran Cliftone dan Raja El yang tetap setia duduk di kursinya, tidak berniat beranjak barang sedikit saja. Pertemuan itu diakhiri dengan keputusan absolut Raja El yang memerintahkan kepala prajurit untuk kembali melakukan pengetatan wilayah dan penyusuran hutan serta desa-desa terpencil. Salah satu kepala prajurit khusus yang diam-diam hadir di pertemuan itu juga diperintah untuk menemukan tempat persembunyian Sekte Selz atau bahkan anggota mereka.“Kebohongan yang bagus, Pangeran.” Raja El bersuara, memecahkan keheningan yang sama sekali tidak membuat Pangeran Cliftone merasakan rasa bosan maupun canggung.Pangeran Cliftone menoleh, memberikan seringai tipis, menunjukkan dua taring tajamnya yang terlihat menyebalkan. “Ya … saya memberikan lebih dari apa yang kau berikan pada saya, Yang Mulia. Haruskah saya menganggapnya sebagai hutang?&rdq
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status