All Chapters of Istri Lima Belas Ribu: Chapter 71 - Chapter 80
608 Chapters
Bagian 72
Niat mereka mendukung perceraian kakak iparku batal karena melihat kondisi Mbak Nia yang karang. Dia sudah sangat sukses dengan usaha yang digeluti. Apalagi dia juga sudah bermobil sekarang. Segala upaya dilakukan, tapi Mbak Nia bersikukuh tidak mau lagi hidup bersama Mas Agam. Hingga akhirnya, sebuah peristiwa memalukan menimpa Mas Agam dan semakin mempermudah proses perceraian yang diajukan Mbak Nia.Keuangan keluarga ini jadi kacau pasca terjadinya penggerebekan di rumah Mbak Anti. Uang yang akan digunakan untuk perjalanan umroh bapak dan ibu mertua, harus dikuras habis untuk membayar denda yang diajukan pemerintah desa tempat Mbak Anti tinggal.Pangkat dan jabatan mereka pun ikut diturunkan. Tentu hal itu berpengaruh pada jumlah gaji yang diterima Mas Agam. Kini, dia juga tidak lagi menerima tunjangan sertifikasi. Namun, lelaki itu tetap berjanji akan membayar setoran bank yang diajukan untuk usahaku ini.Mbak Anti sangat berbeda dari Mbak Nia. Sebelum menik
Read more
Bagian 73
Mbak Anti menatap tajam pada diriku yang duduk di lantai bersandar tembok. Aku jadi salah tingkah dibuatnya.“Mbak, jangan bicara sembarangan pada istriku. Aku tidak suka. Lagian, Mbak ini belum ada kedudukan apa-apa di rumah ini. Jadi, tidak berhak berbicara seperti itu pada Rani yang notabene menantu di keluargaku.”Mas Iyan, sudah pasti akan melindungiku.“Kalau begitu, kenapa tidak kamu saja?” Dengan cepat, Mbak Anti membalikkan ucapan Mas Iyan. “Maaf ya, aku bingung dengan jalan pikiran kalian. Apa kalian akan tega pada Dinta? Banyak orang yang bisa mengajukan diri di sini. Bapak, Ibu, Iyan, Rani, Mbak Eka. Bila kalian memang sayang pada Aira.”Yang ada, aku yang heran. Kenapa Mbak Anti malah menentang keputusan keluarga ini? Apa haknya, coba?Aku hanya diam, tidak bisa melawan Mbak Anti. Aku ini wanita yang berpendidikan rendah, tentu Mbak Anti bukanlah tandingan untuk adu bicara. Terlebih tidak ada Mbak Ek
Read more
Bagian 75
Sekarang, aku melarang Dinta untuk keluar rumah tanpa pengawasan darikuu maupun anggota keluarga yang lain. Saat dirinya bertanya, kami hanya menjawab bahwa ada orang yang mau menculik.Bapak memintaku untuk tidak mengatakan alasan sebenarnya karena takut pikiran anak itu akan terganggu. Hati Danti pasti akan terluka jika tahu ayahnya ingin mengorbankan dirinya untuk orang lain.Sebuah panggilan telepon dari nomor baru masuk ke gawaiku. Hati ini sedikit was-was. Aku tidak akan meladeni keluarga Mas Agam lagi. Mulai sekarang, aku tidak akan memberi celah mereka untuk mendekat ke kehidupanku. Kuabaikan saja dering telepon yang berbunyi. Jika penting pasti memberikan pesan. Aku lanjut membenahi kesalahan data dapodik siswa.Sampai rumah, aku memeriksa gawai kembali. Sebuah pesan masuk dari nomor tadi.[Nia, ini Anti.]Dahiku mengernyit. Mau apa dia? Di atas pesan itu, ada lagi pesan dari nomor yang sama. Agak ragu, tapi akhirnya aku buka juga.
Read more
Bagian 76
“Bukannya membela teman saya, tapi seburuk dan sesalah apa pun Anti terhadap Anda, dia sudah berani meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Jika memang belum bisa melupakan, itu hal yang wajar. Namun, itu tadi, pasti ada hikmah di balik sakit dan terlukanya hati yang Mbak Nia alami.”Kupandang wajah teduh wanita yang menemani Anti kemari. Sepertinya, ia sengaja diminta membantu untuk berbicara denganku. Seketika, seperti mendapat ilham untuk memberi jawaban pada Anti lewat perempuan yang usianya—kutaksir—sama dengannya. Kulempar senyum pada mereka berdua dan mengambil napas panjang.“Betul sekali, Mbak. Jika bukan karena peristiwa dengan Anti, perceraianku dengan Mas Agam pasti dipersulit. Dengan bercerai dari Mas Agam, aku juga terlepas dari bayang-bayang pernikahan tanpa kebahagiaan.” Aku beralih pada Anti. “Dan aku akan berusaha memaafkan kamu, tapi tidak untuk melupakan. Karena, kalaupun rasa sakit ini bisa disembuhkan, pas
Read more
Bagian 77
Aku menghela napas panjang untuk menghilangkan sesak di dada. Bagaimanapun, apa yang diceritakan Anti, mengingatkanku pada masa menyakitkan itu.“Aku harus bagaiman, Nia? Beri aku saran.” Dulu, Anti mengatakan dirinya adalah wanita kesayangan Agam. Namun, kini terlihat lemah di hadapanku.Netraku bersitatap dengan teman Anti. Perempuan yang memakai seragam itu mengedikkan bahu sambil menggeleng, pertanda dia pun bingung harus bicara apa.“Aku tidak bisa memberikan saran apa pun sama kamu, Anti. Apa yang menimpa dirimu, itu sudah menjadi risiko dari perbuatan kamu sendiri. Ambil pelajaran di dalamnya, itu yang bisa aku sarankan.”Aku berucap dengan penuh kelembutan. Sementara Anti diam, mendengarkan dengan kepala tertunduk.“Kamu sia-siakan suami yang sangat menyayangimu demi lelaki yang belum tentu bisa membahagiakan kamu. Apa yang Allah beri, adalah yang terbaik. Selama pasangan kita tidak pernah bohong masalah keuang
Read more
Bagian 78
  “Cerita saja, Bu, jangan dipendam sendiri. Siapa tahu, kami bisa memberikan solusi pada masalah Bu Nia. Manusia diberikan kekuatan serta kelemahan, sesuai porsi masing-masing. Jika sudah tidak sanggup untuk mengatasi masalah yang dihadapi, itu artinya harus meminta pendapat maupun saran orang lain. Terkadang, petunjuk dari Tuhan, melalui petuah yang disampaikan oleh orang terdekat kita.”Sepertinya, wanita paruh baya itu cukup paham dengan yang dirasakan hati ini. Selama ini, aku tidak pernah menceritakan masalah pribadiku pada siapa pun di lingkungan kerja.Kuhela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan.Dengan terpaksa, kuceritakan apa yang saat ini tengah menjadi beban dalam hati dan pikiran. Segala hal, tanpa kututpi satu pun. Beliau mengangguk paham, sesekali menarik napas berat. Selama aku bercerita, pemimpin di sekolahku ini sama sekali tidak menyela. Beliau memang terkenal sebagai pribadi yang sopan.“Mereka tida
Read more
Bagian 79
Agam terlihat ketakutan. “Aku tidak akan mengambil ginjal Dinta. Asalkan kamu mau kasih uang bagian mobil dan pabrik. Itu semua kamu beli waktu masih jadi istriku.”Percaya diri sekali, dia.“Atau, kamu rujuki sama aku? Toh, sampai sekarang, kamu tidak laku-laku.”Aku mau membalas ucapan penghinaan itu, tapi dia langsung melanjutkan bicaranya.“Gak usah ngegas, Nia. Takdirmu memang harus hidup bersamaku. Aku janji, akan berubah menjadi suami yang selalu ada untuk kamu dan anak-anak.”Kutanggapi ucapannya itu dengan senyum sinis.“Wes, rujuk saja. Biar tidak jadi masalah terus menerus. Mbah sangat merestui kalian kembali bersama.”“Kan, yang selalu membuat masalah itu keluarga Mas Agam, Mbah. Bukan saya. Mendingan saya jadi janda seumur hidup, daripada balik sama dia!” jawabku, mengejek.Mereka terlihat malu dengan ucapanku barusan.“Udah, gitu aja perminta
Read more
Bagian 80
Dengan alasan ingin ke belakang, aku memilih untuk beringsut mundur. Aku berjalan menuju ke halaman samping. Aku iseng mencari angin, berjalan menuju sebuah mushola kecil yang terletak di samping kanan rumah.Diri ini enggan masuk ke rumah kembali dan memilih duduk di teras mushola yang sangat bersih dan asri. Di dekat mushola terdapat beberapa tanaman. Semilir angin berhasil membuatku mengantuk. Kelopak mataku semakin berat. Aku menyandarkan tubuh pada dinding mushola, dan semakin nikmat terbuai kantuk.Sebuah dehaman mengangetkan serta membangunkanku. Betapa kagetnya aku saat melihat seseorang telah duduk beberapa meter dari tubuhku. Beliau adalah ustaz serta pemilik rumah ini.“Maaf, Ustaz. Saya lancang tidur di sini. Tadi, saya merasa lelah dan mengantuk.”Pria di sampingku jauh itu tersenyum. Senyum yang meneduhkan. Seraut wajah manis nan sejuk terbingkai di hadapan. Aku menunduk. Antara malu, juga salah tingkah.“Tidak apa-a
Read more
Bagian 81
AgamRiddhollahi fi ridhol walidain. Rida Allah terletak pada rida kedua orang tua.Hadits Nabi itulah yang menjadi pedoman hidupku selama ini. Apa pun yang aku lakukan, harus sesuai dengan rida orang tuaku. Bapak dan Ibu bagaikan raja dan ratu dalam hati ini. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi mereka berdua, sekalipun itu istri dan kedua anakku.Jasa ibu sangatlah besar dalam hidupku. Bertahun-tahun beliau rela merantau ke negeri orang demi menghidupi anak-anaknya. Aku berjanji,  bila diriku sukses, maka seluruh uang akan kuserahkan pada ibu. Sebagai balas budi atas pengorbanan yang dilakukan beliau selama ini.Saat aku masih duduk di bangku SMA, ibu pulang dari luar negeri dengan keadaan memprihatinkan. Tubuhnya kurus karena jarang diberi makan oleh majikan. Hingga seluruh keluarga besar menangisi hal itu.Menurut cerita ibu, beliau sering mengais makanan dari tong sampah selama di sana. Bila melakukan kesalahan sedikit, selalu disiram
Read more
Bagian 82
Tiga tahun setelah aku menikah, Iyan memperistri seorang wanita yang sangat cantik. Dia adalah menantu idaman keluargaku. Cantik dan pandai bersolek. Tak hanya Mbak Eka serta orang tuaku, diriku juga sangat bangga dengan kecantikan Rani. Seringkali, aku memuji-muji dia di depan Nia. Istriku hanya akan diam sambil menunduk.“Iyan itu memang tak ada bandingannya. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan Rani. Bapak dan ibu pasti sangat bangga menantunya  menjadi pujaan semua orang. Pandai bersolek pula,” ucapku, dengan penuh semangat. “Kamu tahu, Dek? Dia menjadi kesayangan dan kebanggaan kami semua.”Selepas pertunangan sampai menjelang pernikahan, aku selalu mengungkapkan kekagumanku akan calon adik iparku. Bila sudah begitu, Nia akan menunduk dengan sudut nertra yanv terlihat basah. Ah, mungkin ikut terharu dengan anugerah yang Allah berikan pada keluarga besarku.Setelah menikah, Rani benar-benar menjadi menantu kesayangan ibu. A
Read more
PREV
1
...
678910
...
61
DMCA.com Protection Status