All Chapters of Istri Lima Belas Ribu: Chapter 61 - Chapter 70
608 Chapters
Bagian 62
Ucapannya terdengar berapi-api. Sepertinya, dia akan jadi juru kampanye kalau ada pemilu. Aku hanya menatapnya sinis. Bingung mau menjawab apa.“Tadi itu, kamu sudah menghina aku, tahu? Harga diriku kamu injak-injak dengan mengatakan penolakan di depan mata ini. Dasar wanita tak beradab!”“Terserah kamu mau ngomong apa. Saya permisi, takut ketularan anehmya kamu.” Aku mencolek lengan Fani untuk segera mengikutiku bangkit.“Maaf, Mas Umar. Anda lulusan pesantren atau rumah sakit jiwa, ya?” ejek Fani sebelum pergi.Wajah pria itu terlihat merah. Tak kuhiraukan lagi dirinya, gegas kulangkahkan kaki menuju tempat parkir.Sepulangnya dari taman, bapak sudah siap menginterogasi diriku kami. Beliau seperti tidak suka dengan caraku memutuskan perjodohan secara sepihak tadi.Fani sangat lantang membelaku. Dia sudah terbiasa debat dengan bapak. Dia berterus terang, merasa tidak suka dengan cara bapak mencarikan jodo
Read more
Bagian 63
“Tapi, jangan khawatir Pak Rahman, anak saya ini mau bila yang dinikahinya adalah adik dari Nia.”Aku sangat ingin tertawa kencang. Untuk saat ini, aku hanya bisa tersenyum lebar. Bagaimana reaksi anak itu bila tahu? Saat tahu Umar dijodohkan denganku saja, dia marah-marah. Apalagi saat menerima kabar Umar mau dengannya nanti? Ah, pasti akan sangat lucu.“Kenapa kamu tertawa Nia? Seharusnya, kamu sedih, karena batal menikah denganku.”Baru beberapa saat Umar buka mulut, dia langsung terdiam saat menerima senggolan keras dari bapaknya.“Saya tahu, mungkin harapan Pak Rahman untuk bisa segera menikahkan puteri Anda yang janda ini sangat besar. Tapi, mau bagaimana lagi, anak saya memilih adiknya yang masih gadis.”Gak bapak, gak anak, keduanya sama saja! Apa jadinya kalau aku punya mertua seperti ini?“Nia, kamu harus menerima keputusanku. Aku memilih adikmu karena dia lebih cocok dalam kriteria calon p
Read more
Bagian 64
“Sebelumnya, Pak Haji juga sudah tahu anak saya yang sudah menjadi janda beranak dua. Harusnya, hal ini jangan sampai menjadi sebuah pembahasan kurang menyenangkan. Sekalipun anak saya janda, betul apa yang dikatakan NIa, dia tengah didekati seseorang tapi saya tidak menyetujuinya.”Bapak berhenti sebentar untuk mengatur napas. Suaranya terdengar bergetar, entah menahan marah atau tangis.“Saya sangat kecewa dengan Mas Umar. Anda orang yang sangat paham agama, ditambah katanya berkedudukan. Harusnya Anda tahu bagaimana cara berbicara yang tidak menyakiti orang.”Aku tidak tahu jelas, bagaimana raut muka mereka. Karena dari tempatku sekarang, orang-orang itu hanya terlihat dari arah samping.“Saya minta maaf atas ketidaksopanan anak saya, Pak Rahman. Tolong hal ini dimaklumi. Manusia tempatnya salah dan khilaf. Anak saya juga memiliki kekurangan,” jawab bapak Umar, setelah sekian lama diam. “Anggap saja, hal ini se
Read more
Bagian 65
Tumben, Fani diam tak menjawab. Dia hanya terpekur di kursi sambil memasang muka jutek.“Bapak kenal di mana sama orang aneh itu, sih?” Dia malah bertanya sebal sama Bapak.“Kan, sudah dijelaskan, Fani. Udah, jangan menyalahkan bapak terus! Maklum, setiap orang pasti pernah salah melangkah. Yang penting kalian tidak ada yang menikah dengan anak Pak Haji.” Bapak terdengar membela diri.“Kok, bisa-bisanya Nia dihina separah itu, ya, Pak? Cara dia melihat Nia, ibu sangat sakit hati.” ibu ikut berbicara dan sukses membuat bapak menunjukkan muka penuh penyesalan. “Untung sekali, dia menolak perjodohona ini. Coba kalau dia mau sama Nia, bapak pasti akan memaksa Nia, dan tidak peduli sama persaannya.” Wanita itu terlihat kecewa. Lalu, bangkit dari duduknya menuju ke belakang.Aku sudah tidak ada selera untuk melanjutkan aktivitas tadi. Iseng kubuka story pada kontak HP. Jari ini berhenti pada unggahan seseorang yan
Read more
Bagian 66
 “Waktu naik delman sama om itu, aku seneng banget, Mbah. Kita diajak muter-muter. Omnya juga baik banget sama aku, sama Kakak.” Danis tiba-tiba bersuara. “Kenapa adek sama Kakak gak punya ayah, sih? Ayah kami sudah diminta Aira.”Hening, tidak ada yang menjawab. Bapak juga, dari bertemu Pak Irsya tadi, jadi pendiam.“Kan, Danis sama Kakak punya banyak orang yang menyayangi. Ada Mbah Uti, Mbah Kakung, Ibu, juga Tante Fani. Jadi, gak ada ayah juga gak apa-apa.” Ibu berusaha menghibur.Aku tahu, walaupun telah berkata demikian, pasti ada luka dalam hati wanita. Karena tidak bisa dipungkiri, perkataan Danis menyayangi hati semua orang terluka.“Tapi pengin kayak teman-teman, Mbah .…” Dinta ikut menyahut.Aku dan Fani kompak melihat ke arah Bapak. Beliau masih terdiam. Syukurnya, tak berapa lama, kedua anak itu tidur.“Nia, kamu tadi janjian?” Akhirnya, setelah ribuan detik
Read more
Bab 67
“Nia, tolong bilangin sama adikmu. Aku berhak mendidik dia. Aku tidak mengajaknya pada jalan kesesatan. Belum apa-apa, sudah membangkang.”“Maaf, Mas Umar—”“Mbak! Kenapa pakai panggil dia kayak gitu segala, sih?”Belum selesai bicara, Fani sudah memotong saja. Dinta dan Danis—yang sedang bermain—menatap Umar penuh ketakutan.“Kakak, bawa Adek ke rumah Mbah, ya? Sekalian minta Mbah Kung ke sini,” perintahku, langsung dijawab anggukan oleh si Sulung. Lali, aku kembali fokus pada Umar. “Kamu mau ajak adikku ke mana? Dan atas dasar apa kamu mengajaknya?” tanyaku mencoba sabarAku memang lebih suka menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Jadi, selagi mampu mengendalikan diri, akan aku coba.“Kamu tahu, kan, kemarin aku sudah mengkhitbah Fani? Jadi,, aku sudah harus mulai menata masa depan tentang akhirat dia. Aku tidak mau, istriku kelak menjadi wanita ahli n
Read more
Bagian 68
Aku tahu kalimat itu hanyalah alasan yang akan dijadikan pembenaran atas yang ingin ia sampaikan. Perasaanku mulai tidak tenang. Sebagai ibu, tentu hati ini sangat tahu, bila ada sesuatu yang tidak baik yang akan menimpa anak-anak. Pastilah rasa khawatir itu hadir.“Jangan bertele-tele, Mas. Langsung saja ke pokok permasalahan.”“Aku sangat berhak atas Dinta, apa pun itu. Jadi, apa yang aku lakukan terhadap dia, kamu tidak berhak melarang.”Kulirik Mas Agam dengan tajam. “Bicara yang jelas, Mas!”“Aira, cepat atau lambat, harus mendapatkan pendonor ginjal. Setelah kami diskusi, maka diputuskan, Dinta yang akan menjadi pendonor ginjal untuk Aira. Dengan atau dengan izin kamu, Nia.”Jangan tanya sehancur apa perasaanku saat ini. Aku sama sekali tidak menyangka Mas Agam sampai hati untuk berpikir sejauh itu.kAku kasihan pada Dinta, kalau harus menjalani operasi saat besar nanti, itu akan berpenga
Read more
Bagian 69
 “Berhenti memberikan saran konyol yang tidak masuk akal, Nia! Terimalah dengan lapang dada, anggap ini sebagai amalan baik dari kita. Demi kelangsungan hidup Aira. Apalah artinya hidup di dunia yang hanya sebentar ini kalau tidak untuk saling berbagi?”Aku sudah kehabisan kata. Segera kuambil tas yang tergelatak di atas kursi tadi dan mengalungkan dengan asal pada pundak. Aku tidak mampu lagi bicara dengan orang ini.“Masa depan dan keselamatan Aira terletak pada Dinta, tolong Nia, jangan egois!” Suaranya masih menghiba.“Aku, tidak peduli! Mau dia menderita atau sekarat, itu bukan urusanku maupun Dinta. Anggap saja ini balasan atas perbuatan kalian terhadap kami.”Selesai berkata demikian, aku melangkah menuju motor yang yang terparkir tak jauh dari tempat kami duduk. Tak kuhiraukan Mas Agam yang masih memanggil namaku.Setelah bertemu Mas Agam, aku langsung pulang ke rumah ibu. Akan kusampaikan hasil pert
Read more
Bagian 70
 “Kalian ke sini minta harta gono gini, saya masih bisa menghadapi dengan sabar. Bahkan, seluruh keluarga dikerahkan pun, saya tidak sampai naik pitam,” tegasku dengan lantang. “Tapi jika kedatangan kalian kali ini untuk meminta ginjal Dinta, aku tidak akan pernah bisa menerima. Pergi sekarang, atau akan kuambil air keras untuk menyiram muka kalian satu per satu?”Ancaman yang kusampaikan ini sungguh nyata adanya. Sepertinya, masih ada air keras sisa Agam waktu masih berstatus sebagai suamiku.“Mbak, kumohon, jangan lakukan itu pada kami. Tolong, Mbak, pahami keadaan kami. Berbuat baiklah kepada kami, Mbak, sekali ini saja. Akan kulakukan apa saja, agar Aira mendapatkan ginjal Dinta.” Rani bersimpuh di kakiku.“Nia, kami sudah terlanjur mengkonsultasikan ini dengan dokter yang menangani. Dinta, meskipun masih kecil, bisa mendonorkan ginjalnya. Asalkan ada persetujuan dari pihak orang tua.” izinkan Dinta ikut k
Read more
Bagian 71
RaniNamaku Rani Khairunisa. Aku hanyalah gadis lulusan Sekolah Menengah Pertama yang dianugerahi wajah yang sangat cantik. Wajahku memilki bentuk yang sempurna. Hidung mancung, bibir tipis, dengan mata berbulu lentik.Waktu itu, diriku adalah seorang kembang desa. Banyak sekali pemuda kampung yang berlomba mendekati, termasuk seorang guru yang mengajar tidak jauh dari rumah.Kami sempat menjalin hubungan, tetatapi harus kandas karena orang tuanya—berasal dari keluarga terpandang—tidak menyetujui bila hubungan kami berlanjut. Alasannya, tidak lain karena, latar belakang pendidikan dan strata sosial yang tidak sepadan dengan mereka.Setelah putus dengannya—tentu—masih banyak yang ingin menjalin hubungan denganku. Dari semua pemuda yang mendekati, hanya Mas Iyan yang memiliki kesempatan untuk singgah di hati ini. Kami berdua bertetangga kampung.Awal perjumpaan terjadi saat aku bekerja di sebuah toko fotokopi. Sementara Mas Iy
Read more
PREV
1
...
56789
...
61
DMCA.com Protection Status