All Chapters of A Wife's Diary: Chapter 41 - Chapter 50
92 Chapters
Takut Hamil
Setelah pengakuan terakhir dari Mas Fadil. Aku berusaha untuk melupakan semua perbuatannya dahulu dan memulai kembali lembaran hidup yang baru. Biarlah dosa yang ia lakukan di pertanggung jawabkan sendiri di hadapan Allah. Aku hanya ingin menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak-anakku. Mentari pagi bersinar cerah hari itu. Mas Fadil sudah bersiap untuk pergi ke kantor sedari pagi. Kali ini sudah hampir satu minggu, Mas Fadil sudah tidak tinggal di rumah kontrakan lagi. Ia memilih untuk pulang pergi dari kantor ke rumah, agar bisa bertemu dengan anak-anak setiap hari. Perlahan tapi pasti, sikapnya mulai kembali seperti dulu. Ia mulai pergi ke masjid untuk menunaikan ibadah shalat dan mulai terdengar melantunkan ayat suci Al-Quran. "Ayah, kerja dulu," ucapnya seraya tersenyum tipis. Aku mencium punggung tangannya takzim. Menatapnya hingga menghilang di ujung jalan. Anak-anak mulai terlihat ceria dan berse
Read more
Puasa Pertama
Bulan yang penuh berkah tinggal menghitung hari. Aku masih berkutat untuk memenangkan kembali hati suamiku. Pikirannya perlahan mulai kembali Namun, tidak serta merta membuatnya melupakan Melati. Aku beberapa kali mendapati Mas Fadil masih mengintip akun media sosial Melati. Iya masih menyimpan harap dan rasa kepada perempuan iblis itu. "Kenapa mesti ngintip-ngintip akun perempuan itu" tanyaku penasaran. Perasaan kesal dan marah seolah sudah tidak bisa ditahan lagi. Ingin rasanya menuntut penjelasan dari Mas Fadil. Aku Merasa dikhianati kembali secara diam-diam. "Enggak, cuman lihat-lihat aja Takutnya dia masih ngarep sama Ayah," jawabnya asal. "Terus, Ayah masih ngarep sama dia?" tanyaku lagi dengan tatapan tajam. "Bukan begitu, Ayah cuman pengen tahu dia sudah move on atau belum? Kalau dia sudah move on Ayah bisa lebih tenang dan dia tidak akan mengganggu kita lagi," sahutnya berkilah. Aku t
Read more
Terperangkap Luka
Malam itu, seperti biasa selepas salat tarawih kami berkumpul di ruang keluarga. Mas Fadil masih meributkan tentang penghapusan akun media sosialnya kepada diriku. Tidak tahukah dirinya, aku terluka saat dia mengungkit nama wanita itu? Walau itu akan menjadi masa lalu. Namun, tetap saja rasa sakitnya seperti baru kemarin. Kali ini aku bergeming, tidak menghiraukan keluhan Mas Fadil yang tampak kebingungan. Ternyata, tidak mudah untuk mengembalikan semua seperti semula . Dia yang pernah menghancurkan kepercayaan yang kuberi.Tidak mungkin rasanya untuk kembali percaya seratus persen. Terkadang kami cekcok hanya karena kesalahpahaman. Di dalam benak saat ini, apapun yang dilakukan Mas Fadil seperti sesuatu yang harus dipertanyakan. Perasaan curiga dan rasa tidak percaya itu akhirnya membuat diri ini tersiksa seorang diri. Hari itu aku sengaja ngecek  gawai Mas Fadil. Sesuatu yang sebenarnya akan membuat hati ini saki
Read more
Chat misterius
Bulan Ramadhan sudah hampir setengahnya dilalui. Keadaan berangsur mulai membaik. Mas Fadil tidak tampak mengintip ataupun melihat profil si pelakor. Aku sudah bisa bernafas lega dan memulai lembaran yang baru. Malam itu, seperti biasanya selepas salat tarawih. Kami berkumpul di ruang tamu, membicarakan tentang rencana  masa depan dan rencana menghadapi hari raya idul fitri yang sudah semakin dekat. Anak-anak selalu bersemangat membicarakan baju apa yang akan dibeli di hari raya nanti. Membicarakan rencana mudik ke rumah orang tua Mas Fadil. Sebenarnya, hati ini masih terluka oleh sikap mereka terhadapku kemarin. Ketidak perdulian mereka terhadap nasib rumah tangga yang sedang di ujung tanduk hingga penerimaan mereka terhadap sang pelakor. Masih terekam jelas di dalam benak dan masih terasa sakitnya di dalam hati. "Ayah, Ayah aku dapat berapa pasang bajunya?" tanya si sulung bersemangat. "Tanya aja sama Mama
Read more
Baju Untuk Anak
Hampir satu jam lelaki itu pergi. Akhirnya ia pulang ke rumah masih dengan wajah ceria. Baru saja Mas Fadil duduk di atas sofa sambil menyandarkan tubuhnya. Tiba-tiba ketiga anakku menghampiri. "Ayah, kapan beli baju lebaran?" tanya si sulung penuh pengharapan. "Terserah mamah aja," jawab Mas Fadil seraya mengeluarkan dompet dari saku celananya. Kemudian memberikan sejumlah uang berwarna merah kepada diriku. "Allhamdulilah, makasih, Ayah," ucapku penuh syukur. "Asik, beli baju lebaran!" pekik ketiga anakku nyaring. "Kita beli baju sekarang, ya?" tanya Kia dengan rengekan khasnya. "Iya, iya,  cepet mandi dulu," sahutku dengan tersenyum lebar. Alhamdulillah Allah masih menyayangi kami. Lebaran tahun ini pun, kami masih tetap bisa berkumpul. Anak-anak masih bisa tersenyum lebar bersama kedua orang tuanya. Badai yang sempat menerpa, akhirnya telah berlalu. Hari itu juga kami memu
Read more
Daftar Pencarian
Hari raya Idul Fitri tinggal menghitung hari.Semua persiapan menuju hari nan suci telah disiapkan. Aku telah Ttngah bersantai di ruang tamu saat itu, bersama Mas Fadil dan juga anak-anak. Seperti biasanya, hari libur, kami habiskan waktu bersama. Hitung-hitung menembus waktu yang terbuang selama Mas Fadil tersesat. Anak-anak tampak sudah lemas walaupun hari masih panjang. Aku menyuruh mereka untuk beristirahat di kamar agar tidak membatalkan puasa. Aku sedang asyik menonton beberapa video lucu di akun di gawai Mas Fadil. Kami menikmati saat-saat kebersamaan yang lama tidak kami rasakan. Canda dan tawa turut meramaikan suasana. Tiba-tiba Mas Fadil izin untuk pergi ke toilet. Aku Yang penasaran dengan aktifitas media sosial Mas Fadil, segera membuka gawai miliknya. Menelusuri akun media sosialnya. Mencari tahu siapa saja di daftar pencarian akun tersebut. Baris pertama, kedua sampai kesepuluh pun tidak ada yang mencurigakan. Ia menca
Read more
Aku Rela Asal Kau Bahagia
Semua terlihat baik-baik saja sampai saat ini. Aku mulai menikmati kembali kebersamaan kami bersama anak-anak. Apa lagi yang paling bahagia selain bisa hidup damai dengan orang-orang yang kita cintai. Namun, mungkin aku terlalu egois dan hanya mementingkan  perasaan sendiri. Aku baru sadar saat mendapati Mas Fadil beberapa kali tampak melamun. Di dalam benakku, ia sama bahagianya dengan diriku karena bisa berkumpul kembali bersama keluarga. Tapi, ternyata aku salah, lelakiku tampak tidak tulus dan masih menyembunyikan rasa bersalah di dalam hatinya. Ia terlihat melamun di teras rumah. Aku mendekatinya perlahan. Menatap lekat wajah sendu itu. "Ayah nggak bahagia bersama kami?" tanyaku dengan menahan sakit di dalam hati. Berat untuk menanyakan sesuatu yang bisa memancingnya kembali ke masa lalu. Mungkin baginya masa lalu itu indah dan tidak terlupakan. Namun, bagiku, itu adalah masa paling kelam di dalam hidup. Ujia
Read more
Pertemuan Keluarga
Akhirnya, hari yang dinanti pun tiba. Hari kemenangan untuk seluruh umat islam. Hari nan fitri, di mana semua kesalahan saling membebaskan dengan bermaaf-maafan. Selepas salat Idul fitri. Mas Fadil meminta maaf kepada ibu dan Bapak. Tidak seperti lebaran tahun sebelumnya, lelaki itu tampak berkaca-kaca saat bersalaman dengan kedua orang tuaku.   "Maaf Bu, Pak," ucapnya lirih, hampir tidak terdengar.  Ia memang bukan laki-laki yang pandai merangkai kata untuk mengungkapkan penyesalan atau pun isi hatinya. Hanya perkataan itu yang bisa ia ucapkan kepada kedua orang tuaku.  "Ia dimaafkan tapi jangan pernah diulangi," ujar Bapak seraya menatap lekat sang menantu.  Mas Fadil pun mengangguk sambil tersenyum tipis. Suasana haru mulai menyelimuti rumah kedua orang tuaku. Mengingat akan dosa dan kesalahan selamat satu tahun kebelakang.  Setelah acara maaf-maa
Read more
Liburan ke Pantai
Libur cuti hari raya, kami manfaatkan untuk berlibur bersama keluarga Mas Fadil. Kami pun sepakat untuk berlibur ke pantai, tidak jauh dari tempat tinggal mertuaku. Sekitar dua jam perjalanan. Hampir semua anggota keluarganya ikut serta, termasuk kakak tertuanya yang memposting fotonya bersama Melati dengan hastag adik ipar baru. Kak Siti yang tiba di rumah mertuaku segara menghampiri dan menyalami dengan wajah tanpa dosa. "Nyampe jam berapa?" tanyanya berjasa basi. "Kemarin malam, kak," jawabku datar. Padahal, jauh di dalam hati, ingin rasanya mencubit bibir nyinyirnya. Setega itu seorang kakak ipar kepada adik ipar yang sedang terdzolimi. Bagaikan menabur garam di atas luka yang masih basah. Saat itu dada ini terasa terbakar, pikiran merasa disingkirkan dan tidak dianggap menyergap sanubari. Membuat nyeri di sekujur tubuh. "Si Melati itu pake ilmu pelet, makanya Fadil kayak orang gila sampai mau bunuh di
Read more
Malam Yang Indah
Mungkin, untuk sebagian orang. Aku adalah seorang wanita bodoh, yang mau menerima kembali lelaki yang telah menghancurkan hati Ini. Menduakan bahkan bermesraan di depan mataku. Ia juga membawa sebuah penyakit yang mematikan dan menular. Bisa saja aku pun ikut tertular. Entah bodoh atau pasrah, di usiaku yang menginjak kepala tiga dengan tiga orang anak yang masih kecil. Langkah menjadi terasa semakin sempit bagiku. Di luar sana pun, tidak ada yang benar-benar bersih tanpa cela.  Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, baik disengaja ataupun  tidak. Biarlah orang lain menganggap diri ini bodoh. Aku tidak peduli. Yang aku yakini, semua yang  dilakukan saat ini semata-mata adalah untuk menyelamatkan masa depan ke tiga anakku. Aku ragu bisa mendapatkan pasangan yang akan menyayangi ketiganya dengan tulus, biarlah kesalahan masa lalu menjadi pembelajaran untuk dirinya sendiri. Biarlah kesalahannya menjadi tanggung jawabnya kepad
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status