All Chapters of Ei-Bree My Betelgeuse: Chapter 21 - Chapter 30
74 Chapters
21 - Kuliner Singapura
Motor yang digunakannya untuk menjemputku sudah beda lagi. Kata Bree, motor matik besar berwarna kelabu yang percis seperti milikku itu dipinjamkan teman sekelasnya di kampus. "Kita bawa motorku saja, oke? Kembalikan motor ini pada temanmu." Aku memberi saran.Bree tiba-tiba tertawa. "Sumpah, Thomas, bagaimana bisa aku tidak kepikiran?"Kami berkendara dengan rute kampusku-rumahku-kampus Bree dan akhirnya menuju lokasi pembangunan rumah tinggal Hyunji di Canggu. Para tukang beristirahat sejak pukul lima sore, tapi Max sudah menunggu di sana karena Bree memberitahunya kami akan datang.Sebenarnya aku menyadarinya. Saat sedang berkeliling untuk memeriksa plafon baki di kedua kamar tidur, Bree dan Max berjalan mengikutiku dengan langkah superlambat dan mereka berjuang keras untuk berbisik. Memang berhasil. Tapi setiap kali berbisik, Max malah kedengaran seperti bersiul sehingga setiap kali dia melakukannya, aku akan menol
Read more
22 - Memonopoliku
Aku menepuk bahu Yuda saat melewatinya tapi menunduk untuk menghindari Bree. Mereka menghampiri meja sementara aku dan Junko meluncur ke kulkas. Di meja bar, Sandra duduk menyendok puding dalam tank top korduroi yang agak ketat untuk tubuh montoknya dan celana kain hitam panjang berujung longgar. Rambutnya diikat ke atas kepala sampai berbentuk seperti sarung tinju. Dalam beberapa aspek, caranya menyampaikan kesan diri melalui pakaian begitu mirip dengan Junko. Belum pernah sekali pun aku melihat Sandra tampil agak berantakan seperti Bree.Saat melihatku, dia mengangkat sendok dan menunjukku. "Waktunya kami menanyaimu sesuatu." Dia melirik ke tangga sejenak sebelum berdeham dan tersenyum. "Coba jelaskan garis besarnya saja. Kenapa dia membawa cowok lain pulang ke rumah?"Jaminan Bree tentang keluarganya tidak akan pernah mempertanyakan sebabku menginap di rumahnya kelihatannya hanya berlaku saat aku berada di sekitarnya. Mereka
Read more
23 - Di Pic(k)/(t) Coffee
Pukul empat dini hari, Bree kalah oleh alarm yang telah kusetel sebelum tidur. Pantas semalam dia tidak menutup pintu kamar tamu, aku menemukannya terlelap di sofa dengan tangan disilangkan di atas perut, ujung kaki saling terkait, dan pegangan sofa dijadikannya bantal. Aku masuk kembali ke kamar tamu untuk mengambil selimut dan dengan kehati-hatian yang menakjubkan membentangkan selimut itu di dadanya. Lalu aku berjinjit ke dapur, meminimalisir tumbukan dan segala jenis bunyi keletak ketika memasak empat potong uitsmijter berbahan roti gandum, telur, daging asap, dan oregano yang kutemukan di kulkasnya.Ada kotak susu bubuk vanila-karamel di kulkasnya. Kuseduh susu itu dan kusajikan bersama uitsmijter di meja sofa. Dua kali aku melihatnya tertidur dan dia selalu senyaman kerbau dalam mimpi-mimpinya. Aku kembali ke kamar tamu untuk mengambil ransel dan melanjutkan tugas gambarku dalam keheningan. Lampu di sini padam, jadi aku menyalakan
Read more
24 - Pelatuk
Tapi Bree adalah Bree, yang tak peduli berapa kali pun kubilang jangan menyusul, malah melakukannya.Masih ada bangku kayu yang kosong di sisi dinding dekat gerbang. Dari keramaian obrolan para pengunjung Pict(k)/(t), aku berhasil menepi untuk menyesapi rasa tembakau. Bebanku tidak terangkat seluruhnya, tapi terasa lebih ringan. Pada isapan keempat, Bree membuka pintu. Tatapan kami membeku di udara. Dalam waktu sesingkat itu, aku kepingin memilikinya untuk diriku sendiri dan melupakan fakta bahwa di mana pun Kenny kini berada, Bree masih sangat mencintainya.Bahkan sejak bertemu dengannya, aku menyadari bahwa May di kepalaku mulai jadi arogan sehingga membuatku semakin terkesan pada Bree dan bahkan lebih mengharapkannya daripada May.Pernah kubilang, aku adalah May. May adalah aku. Kami orang yang sama.Rasanya tidak lagi. May tidak pernah memaki apalagi menghina.Apa la
Read more
25 - Ungu untuk Sylvia
Aku memasukkan kunci duplikat rumah sewaan Hyunji ke lubang kunci dan memutarnya. Hyunji telah terlelap dalam gaun piyama hitam bermotif mawar merah. Dia tampak seperti versi Putri Tidur tercantik yang pernah kulihat. Aku bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan kembali ke ranjang membawa minyak kayu putih. Dengan lembut kusentuh lengan Hyunji. Dia terjaga, tapi belum mengatakan apa pun."Perutmu sakit?""Aku…" kata suara paraunya. Dalam kondisi normal, suara Hyunji memang serak, tapi setiap kali bangun tidur, seraknya seolah-olah beriak ganas. Dia mengerjap-ngerjap dan mundur sampai punggungnya menyentuh papan sandaran kasur yang empuk. "Tadi pagi bergabung dalam penelitian dosenku dulu di daerah pesisir Karangasem. Sepertinya perutku kembung oleh angin pantai.""Usapkan di perutmu. Akan kuusapkan di bagian bawah punggungmu."Hyunji memaksakan diri untuk berserdawa, tapi belum berhasil j
Read more
26 - Pengaturan Reuni di Belanda
Terbiasa begadang untuk menikmati jahe hangat, mata sipit Mama digelayuti kulit hitam yang mengendur. Satu-satunya yang dapat membuatnya berhenti begadang beberapa waktu adalah saat seseorang mengomentari penuaannya. Barusan aku mengomentari matanya kelihatan sedikit keriput karena berkantung dan Mama yang syok langsung mengaduh dan melayangkan protes tidak setuju padaku. Tapi akhirnya Mama menyerah dan menunduk dengan lemas, disertai janji lirih tak akan begadang lagi. Bagus. Setidaknya Mama akan berhenti begadang selama selang waktu tertentu sampai tak tahan lagi untuk tidak menderita insomnia.Papa tidak kelihatan karena baru akan pulang dari kantor logistik sejam lagi. Saat ini pukul tiga sore di Lisse tapi Mama sudah menutup pintu serta semua jendela rapat-rapat sebab walaupun sebenarnya suhu rata-rata musim gugur bulan Oktober hanya 14°C—aku bilang hanya, karena 14°C tidak sedrastis 3°C atau bahkan 0°C—bagi Mama
Read more
27 - Dia Serius Soal Karya Listrik
Untuk pertama kalinya Bree menghubungiku pada sore di hari Selasa, tepat dua menit sebelum aku masuk ke rumah Pak Hendra, dosenku yang mengajar Perancangan Tapak. Aku datang berempat dengan Jake, Victor, dan Yuda. Mereka kusuruh berangkat duluan naik mobil Jake sementara aku menyusul dengan motorku. Kami sengaja meminta waktu Pak Hendra di luar jam perkuliahan untuk menjelaskan lebih lanjut tentang konsep analisa tapak karena tenggat pengumpulan tugas besar sudah semakin dekat. Dan aku ingin melewati liburan semester ganjil tanpa dibayangi kelas-kelas gagal.Jadi aku telat masuk ke dalam rumah Pak Hendra karena harus berbicara sebentar dengan Bree. Konsep analisa tapak memang penting, tapi Bree? Menolak Bree itu tindakan sekaligus keputusan tolol."Anak cowok," kalau dia yang memanggilku seperti itu terus menerus, dijamin lama-lama aku akan menyukai ide jongen. Aku berdeham. "Aku telah menyusun lima ratus kalimat prioritas yang
Read more
28 - Lebam-lebam
Pintu kamar Edy takkan pernah terbuka kecuali jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, tak peduli di hari kerja atau libur. Dan dia terbukti tak pernah betah bersantai di rumahnya pada sore di hari-hari libur. Aku mengetuk pintunya pada pukul satu siang, setelah menemani Hyunji berbelanja sepatu baru di butik yang hanya boleh dimasuki oleh orang-orang yang sudah membuat janji (bukan Lilac Anak Mama).Lama Edy tidak membukanya, membuat pikiranku bebas berkelana membandingkan Bree dengan Hyunji dan betapa aku sadar bahwa kualitas manusia tidak boleh dibanding-bandingkan. Selalu ada daftar kelebihan untuk menambal compang-camping kelemahan. Tapi masalahnya, mereka berdua benar-benar wanita yang loyal. Bedanya, aku tidak harus membayar ganti pada Hyunji tapi aku masih harus membayar ganti pada Bree. Bukan karena aku lebih nyaman bersama Hyunji, melainkan karena adik Bree adalah teman sepermainanku. Dan aku tidak ingin terlihat seperti sedang memoroti kakaknya.
Read more
29 - Malaikat Edy
"Oh ya, Thomas, bisakah kita bicara sebentar?" Max tiba-tiba bangkit dari tidur ayamnya."Tidak bisa," jawab Bree. "Aku harus menunjukkan progres karya listrikku padanya.""Kalau begitu setelah itu.""Dia milikku malam ini.""Aku tidak salah dengar?" Philip tergelak. "Kau belum mencoba riesling dan spätburgunder kami, ya? Paman Hans menyembunyikannya di kamar Gesa. Kalian punya alasan untuk menyelinap pergi dari sini.""Scheiße!" kata Max dengan wajah datar. "Kenapa kau mendukungnya?""Siapa yang tidak ingin mendukungnya?"Bree menepuk tangan karena kegirangan dan melayangkan tinju pada Philip. Max menggeram frutasi di antara mereka. "Kenapa kalian berdua tidak ikut kami saja menemui teman-teman di teras depan sana?" Max mengulurkan tangan pada Philip. "Ayo!"Seperti kembar identik, merek
Read more
30 - Lilin Cendana
Daftar lima ratus kata prioritas yang Bree susun sudah rampung diterjemahkan ke bahasa Belanda. Sepanjang jalan menuju toko pakaian, Bree membaca ulang setiap kalimat di handphone-nya keras-keras dan memintaku untuk mengoreksi pengucapan yang salah. Kami tidak membeli pakaian renang khusus, terutama Bree, yang menyangkal segala ide yang berhubungan dengan berenang setengah telanjang di kolam renang hotel. Pertama-tama, kami harus pergi membeli pakaian murah untuk berenang agar pakaian panjang kami tidak basah.Berenang adalah olahraga kesukaan Bree. Berenanglah yang membuatnya dapat membentuk massa otot yang bagus dan juga jadi setinggi ini. Dia meliuk-liuk seperti cacing, mengibaskan kakinya ke kanan dan kiri dengan elastis seperti para duyung, dan mengapung menghadap langit seperti papan gabus. Keantusiasannya hampir membuatku tidak menyesali ketantrumanku kemarin kalau pada akhirnya aku bisa melihat Bree berenang dengan gembira seperti bocah
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status