All Chapters of Ei-Bree My Betelgeuse: Chapter 51 - Chapter 60
74 Chapters
51 - Aku Merasa Lebih Siap
Untuk mengambil kunci rumahnya, Hyunji memintaku datang ke kampusnya. Tidak perlu masuk ke dalam gedung. Aku bisa menunggu di mana pun yang kumau di sekitaran area kampus, misalnya saja di tanah berpasir dekat warteg beratap kampil yang didirikan dengan bambu di sebelah parkiran terbuka kampus, atau di istana boneka (toko, bukan istana sungguhan) yang dipimpin oleh raja Teddy Bear raksasa di fasad kaca dan letaknya sekitar dua puluh langkah memutari ujung gang di sebelah kampus, atau di mana pun.Dia rela berjalan jauh demi aku.Rok hitam panjangnya yang berbelahan sampai betis dan menyatukan kakinya seperti ekor putri duyung berkelepak di dekat pergelangan kaki ketika dia melangkah dengan cepat. Hyunji mengenakan blazer hitam yang terkancing sampai dada sehingga membuatnya tampak formal, menunjukkan sedikit kemeja biru kobalt yang mentereng di bagian kerah.Rambut pirangnya berkibar, membuat orang-orang yang berada da
Read more
52 - Moccachino?
Dusta. Bree mengerjap-ngerjap. Aku hanya tidak tahu lagi bagaimana cara mengakhirinya. Tentu saja aku berutang penjelasan padanya tentang mengapa aku harus mengakhirinya, tentang rasa sakit yang ditimbulkannya tapi malah menyelamatkanku dari dosa pengkhianatan, tentang hukum universal menyerahkan sebanyak yang pernah diserahkan kepadaku. Kalau aku ngotot mendapatkannya, mungkin saja yang akan terjadi selanjutnya lebih buruk lagi. Karena… itu tadi. Semesta mengambil dariku sebanyak yang kuambil darinya. Bree adalah berkah besar. Aku tidak bisa menukarnya dengan apa pun, kurasa. Tapi tidak mendapatkannya mungkin bisa menyelamatkan banyak hal. Bagaimana caraku mengetahui itu sekarang? Entahlah. Tapi nanti. Nanti pasti akan kuketahui secepatnya. Kemalangan yang nyaris mengenaiku tapi meleset karena aku telah bertindak bijak dan adil dengan melepaskan Bree. Dan kemalangan itu akan melesat seperti batu yang diluncurkan dari katapel yang han
Read more
53 - Buen Tiempo
Tersisa satu UAS lagi. Bu Diana memindahkannya ke hari Senin, di luar minggu UAS yang dijadwalkan karena beliau baru saja kembali dari sebuah penelitian tentang perancangan smart village di daerah Jawa Timur. Penundaan ini, tak pelak, agak merugikanku. Sebab jadwalku sangat padat mendekati keberangkatanku ke Belanda. Aku berencana membeli rempah-rempah titipan Mama pada hari UAS terakhir itu, yang jatuh pada tanggal 20. Tanggal 21 aku akan berkemas dan memastikan kesiapan bagasiku sekali lagi.Tanggal 19 Desember, yaitu besok, aku harus memenuhi undangan Jake untuk menghadiri grand opening Buen Tiempo, restoran Mexiconya. Dia menerapkan dress code formal, yang artinya aku harus memakai setelan. Jake menawariku setelan sewaan, dan dia berjanji akan membayarnya untukku. Namun, penawaran itu tidak hanya datang dari Jake.Tadi sore, Junko menghubungiku. Kupikir dia sudah tidak marah lagi padaku, tapi ternyata yang
Read more
54 - Masalah dengan Mario
Bergantian diamatinya antara aku dan Rain. Merasa risih dengan pemindaian Mario, Rain melepaskan gandengannya dariku. Mario pun memisahkan diri dari rombongan teman-temannya yang telah berhenti memperhatikan kami.Mirip kilasan di masa lalu. Ketika dia mendengarku berselingkuh dengan kekasihnya, seperti inilah caranya melangkah padaku di kafetaria pada suatu siang. Satu tangan di kantung celana, dagu diangkat tinggi-tinggi, mata menusuk bagai sebilah sabit, dan langkahnya kelihatan ringan tapi mengancam. Dulu, aku tak punya Victor. Mati-matian harus berlari untuk menyelamatkan diri dari atlet sepak bola ini.Kubu pertemanan kami sempat terpecah menjadi dua: golongan otot dan golongan otak. Dia dan aku. Tukang onar tidaklah memiliki banyak teman dahulu kala. Teman-teman yang sedang beranjak dewasa mengerti bahwa semakin tinggi tingkatan kelas kami, satu-satunya yang kami butuhkan adalah pikiran yang bagus untuk lulus. Aku memiliki itu se
Read more
55 - Mamaku Tidak Menua
Karena tidak ingin mereka menjemputku di rumah Hyunji, pada hari Rabu aku memesan taksi untuk mengantarku ke bandara. Hyunji ingin melakukannya, tapi tidak bisa. Dia masih harus mengajar sampai besok.Mereka memintaku menunggu di parkiran mobil karena kami harus berbincang-bincang sebentar. Junko lalu memberiku satu tas makeup berwarna peach yang berisi set perawatan kulit yang Sandra titipkan untuk Mama dan botol sampo besar berbau citrus untuk Papa. Papa pasti akan menyukainya. Sandra kebetulan memilihkan wangi yang paling disukai Papa.Kemudian Junko dan Max memeluk Bree dan aku secara bergantian. "Dua minggu." Max menggeleng-geleng. "Aku akan merindukan kalian.""Kau tidak ingin main ke Jerman?" Aku menawarkan."Nanti saja, sekalian mengantar Philip dan Conrad pulang.""Kupikir mereka akan menetap di sini.""Mereka selalu begitu. Monda
Read more
56 - Jonge dame, je bent zo mooi
Bree tertegun sejenak, tapi dia dapat mengembalikan situasi dengan cepat. "Aku memakai rok pada saat-saat tertentu. Dengan celana aku bisa bergerak lebih luwes."Mama memandangi celana wolnya dengan kritis dan segera berpaling pada wajah Bree tanpa menyebutkan kesimpulan apa pun. "Aku tidak memasak makan malam, Nak. Tapi kalau kau lapar, Thomas bisa membuatkanmu uitsmijter atau sesuatu."Tante baik sekali, tapi aku tidak merasa lapar. Terimakasih atas perhatiannya. Kurasa aku mau langsung naik ke atas.""Silakan." Mama mengulas senyum lebar dan selalu memperhatikan langkah-langkah yang diambil Bree menuju lorong. Pintunya dibiarkan terbuka, membuat kami dapat melihatnya berbelok dengan hati-hati di depan tangga. Pijak kakinya di tangga kayu terdengar kalem dan teratur. Sampai bunyi langkahnya benar-benar menghilang sepenuhnya, aku baru menoleh Mama dan mengingatkannya."Kau kasar, Ma. Setidak
Read more
57 - Malam Natal
"Bukan…""Kupikir kalau kau ingin menjadi teman Mama, kau harus berusaha lebih keras lagi.""Aku tahu…""Kau tidak tahu. Mama memang selalu galak. Mama bahkan dulu sangat galak pada May, tapi…"Aku tertegun saat menyadari nama siapa yang baru saja kusebut keras-keras. Nama itu terasa begitu asing saat kuucapkan di depan orang lain. Benar memang, belakangan ini aku sering menyebutnya di depan Olaf, tapi sesi-sesi konselingku dengan Olaf lebih terasa seperti curhat yang kulakukan pada kakak perempuanku sendiri. Dan maka dari itu menyebutkan namanya di depan Olaf merupakan sebuah keharusan yang bertujuan untuk memilah-milah kemungkinan penyelesaian yang paling sesuai dengan masalahku tentang May dalam kepalaku.Tapi di depan Bree? Perasaan asing itu menekan tengkukku kuat-kuat, membuatku terpaksa menggigit lidah saat merasakan tatapan Bree yang menantiku untuk melan
Read more
58 - Keliling Belanda
Acara liburan kami di Belanda yang dulu kubayangkan akan semakin merekatkan hubungan kami dalam kehangatan, kini malah merenggangkan kami dalam kedinginan. Dan sikap cueknya yang kentara itu diperparah dengan keberadaan Sander dan Opa di antara kami. Bree tidak lagi menjadikan aku atau Papa sebagai guide Belandanya. Di Papa, tidak ada efek sampingnya. Tapi di aku, efek sampingnya berupa menguap terus-menerus (sudah mirip seperti Max keparat) karena jumlah oksigen yang kuhela rasanya selalu saja kurang, dan lidahku jadi daging elastis yang tak bisa merasakan masakan dengan benar. Maka, setiap kali Bree mulai bertanya padaku di Gua Gemeentegrot cendera mata apa untuk siapa saja yang seharusnya kami beli, aku tersenyum dan menekankan nama Amelia Hyunji tepat di depan wajahnya. Bukannya itu berarti bagi Bree, seperti misalnya bakal membuatnya cemburu atau sakit hati, tapi setidaknya dia tahu aku tidak sedang ingin ditanyai olehnya. Sejak itulah kur
Read more
59 - Alasan Papa Tidak Pergi ke Oosterdok
Bahkan sebelum tepat pukul dua belas malam, kembang api telah diledakkan di beberapa sisi langit Amsterdam. Tiga menit menjelang pergantian tahun, Bree menghubungi Max yang terkantuk-kantuk dan menggumam-gumam dan Junko yang melepas masker mata bergambar mata panda dengan tampang kusut. Mama juga melakukan panggilan video dengan Edy. Aku mengintip sedikit ke layar handphone Mama yang memperlihatkan ruangan gelap berpenerangan lampu neon pink dan biru dan lampu retro kecil. Edy mengenakan kemeja hitam yang bagian lengannya disisingkan sampai siku."Jam berapa kau akan pulang?""Lampu sudah dimatikan. Aku akan segera pulang."Aku menoleh sedikit ke arah Mama dan Papa yang tampaknya mengerti Edy berada di mana dan sedang mengerjakan apa. Wajahku tidak tampak di kamera depan karena aku tidak ingin terlihat oleh Edy. Tapi sungguh, aku penasaran. Apa yang dilakukannya sampai pukul enam pagi di suatu tempat
Read more
60 - Dia Menjemputku di Amsterdam
Aplikasi radio bawaan handphone-ku sangat membantu dalam menyiarkan berita-berita mengenai cuaca. Tapi tiada satu pun saluran yang memprediksi datangnya badai salju. Hanya gerimis yang kemungkinan besar akan terjadi sejak pukul enam sore. Saat ini masih pukul tiga, dan walaupun mendung, tidak akan terjadi sesuatu di luar dugaan.Setelah puas memandangi keris itu, aku keluar dari gedung museum, menyusuri kembali halamannya dengan langkah kaki yang terasa berat. Pertanyaannya adalah kenapa, yang kemudian disambung dengan aku masih merasa berat hati, seberat langkah-langkahku menuju sekat besi di parkiran sepeda, melepaskannya? Setelah May dalam kepalaku berangsur-angsur menghilang, aku akan segera menjadi orang yang merdeka. Tinggal mencari cara untuk berhenti menjadi pengkhianat. Karena memang itulah tujuanku mengusir May dalam kepalaku. Aku yakin Olaf tahu apa yang harus dilakukan. Tapi sekarang, aku hanya perlu fokus
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status