All Chapters of Money And The Power: Chapter 221 - Chapter 230
316 Chapters
221. One Night Stand
                 Renza tidak bisa mengatakan TIDAK. Tangan Renza meraih kepala Raina. Bibirnya menempel di atas bibir Raina. Saling berpagutan beberapa saat dengan sentuhan lembut yang enggan untuk dilepaskan.                Mereka berdua mengikuti gairah yang menggebu. Tidak ada hubungan khusus, tidak ada perasaan yang mengikat. Tugas Renza berakhir pada ranjang yang sama, ranjang yang bergetar dan ranjang yang terasa sangat hangat. Raina juga tidak memiliki kuasa untuk menahan diri ketika Renza menarik nafsunya.“Ciumanmu cukup buruk,” ujar Raina.                Wajah Renza memerah. Mau bagaimanapun, Renza tidak memiliki pengalaman apapun dengan seorang wanita. Ia hanya memikirkan bagaimana caranya melindungi kel
Read more
222. One Night Stand (Selesai)
                 Renza melakukan apa saja yang Raina perintahkan. Menuruti semua yang Raina inginkan. Misi untung menarik Raina dari arena judi, berganti menjadi misi untuk memuaskan birahi. Mereka berdua memejamkan mata. Menikmati setiap sentuhan-sentuhan lembutnya.                Bibir mereka saling berpadu. Memberikan cinta dan juga memperpanas suasana. Tenggorkan rasanya kering. Ciuman saja tidak cukup untuk melegakan dahaga. Raina melepaskan ikatan tangan Renza. Mereka berdua sangat intim tanpa mematikan lampu. Di bawah sinar rembulan, terang benerang, menampakkan tubuh yang menggelincang bebas.                Raina merangkul Renza. Ia masih tetap pada posisinya, duduk di atas pangkuan Renza. Renza tidak melepaskan pagutan bibir
Read more
221. Pilihan
Dealer yang bicara dengan Renza, masuk ke dalam sebuah ruangan. Di sana ada beberapa dealer handal lainnya.          Ruangan tersebut cukup gelap. Tidak ada yang tahu diantara mereka ada wanita atau tidak. Semua bersuara dan berdandan seperti seorang pria."Seseorang sedang menargetkanmu. Wajahnya tidak asing, tapi aku tidak ingat karena hanya melihatnya dari belakang," ujar Han. "Hm … Bukan urusanmu," jawabnya."Mr. R, kenapa harus bicara sangat acuh?" tanya Han."Aku benci kau menyebutku seperti itu."           Han tersenyum pahit. Ia merangkul pundak dealer yang ia sebut dengan nama Mr. R. Di antara mereka semua, hanya Han yang tahu sosok seperti apa dia."Aku heran, banyak dealer yang lebih hebat darimu tapi kenapa kau yang banyak sekali diincar para tamu?" tanya Han."Berisik! Bisakah kau berhenti mengunyah di samping terlingaku?" "Kau tidak mau makan dengank
Read more
224. Pilihan (Dua)
Jordan menyusuri sebuah jalan yang cukup jauh dari Jalan utama. Ia mencari seseorang yang menghilang beberapa hari bahkan tidak menerima panggilan darinya. Pencariannya terus berlanjut hingga tempat terakhir menjadi tujuannya. "Akhirnya saya menemukan Anda, Tuan Rael!"         Rael hanya diam mendengarkan ocehan dari Jordan. Ia menggunakan identitasnya sebagai Rael bukan untuk menutupi kegelisahan yang saat ini. Akan tetapi, ia sedang berusaha untuk menjadi dirinya sendiri."Apa yang sedang kau lakukan disini Jordan?" tanya Rael.  "Bukankah kau memiliki tugas penting kali ini?" imbuhnya.       Jordan duduk di samping Rael. Ia menatap ke atas seperti yang Rael lakukan. Meski Rael buta sejak ia dilahirkan, tapi ia bisa melakukan semua hal yang dilakukan oleh orang normal."Apa yang jauh lebih penting dibandingkan dengan menemukan Anda, Tuan?" tanya Jordan."Entahlah. Aku bahkan tidak tahu apa yang
Read more
225. Pilihan (Tiga)
Delice duduk di atas atap. Ia memperhatikan sekitar dengan santai. Semua tempat tersapu oleh matanya. Bersih tanpa sisa."Apa yang mau kau lakukan? Kau mengatakan kalau ini urusan anak-anak. Tapi, untuk apa kau sekarang ada di sini?" "Hei, Loid!" Delice menengadah ke atas karena Loid berdiri di sampingnya. "Anak-anakku terperangkap. Mana mungkin aku diam saja?" sambungnya."Untuk apa kau memintaku untuk menemanimu? Mereka bukan anak-anakku," kata Loid."Kau ingin aku pukul sampai kepalaku terlempar?" pekik Delice. "Calon besan sialan!" gerutu Delice. "Aku hanya bercanda," kata Loid. "Dev sudah mengawasi luar daerah. Diego juga mulai bergerak. Setidaknya, kekacauan terjadi hanya di New York," ujar Delice."Meski begitu, cukup melelahkan juga."          Mereka mengawasi dari dekat sejak dua jam yang lalu. Selain hilir mudik tamu yang masuk ke dalam casino, tidak ada lagi hal menarik lainnya. 
Read more
226. Pilihan (Empat)
Tubuhnya kotor dipenuhi oleh tanah, darah dan juga cucuran keringat. Di tangannya terdapat pistol yang sudah kehabisan peluru. Tanah di sekitarnya yang tertutup oleh dedaunan kering, menjadi tidak karuan.        Fokusnya sudah selesai. Napasnya yang terengah-engah mulai stabil. Di belakang tubuhnya, dibalik pohon yang cukup besar, seseorang duduk di atas akar menunggunya sembari memperhatikan setiap detail latihannya."Bocah, untuk apa kau di sini? Bukankah kau seharusnya sibuk karena menurut rencana yang kau katakan, perseteruan mulai terjadi?""Mau di sana, di sini, atau di mana pun, bukankah bukan urusan Paman?" "Brian! Dasar bocah tengik!" maki Ken.             Pemimpin perusahaan HG Group yang sering kali mengganggu Ken adalah Brian. Meski pertemuan pertama mereka tidak begitu baik. Namun, kesan itu membuat Brian memiliki ketertarikan tersendiri terhadap Ken."Apa Paman mau minum?" Bria
Read more
227. Pilihan (Lima)
Leon meminggirkan mobilnya. Akhirnya ia memutuskan untuk bicara di dalam mobil. Zaila terlihat sedikit terkejut.           Setelah sekian lama, mereka akhirnya bertemu tapi dalam situasi yang tidak mendukung dan tidak sejalan. "Keluarlah sebagai dealer, Zaila. Sejak awal, kau mempercayaiku. Tentu saja kau akan mempercayaiku hingga akhir, bukan?" ucap Leon."Aku tidak bisa keluar," jawab Zaila."Kenapa?" pekik Leon. "Karena ada kontrak yang mereka simpan.""Aku kira kau berhubungan dengan Jordan. Sialan! Kau malah berhubungan dengan Nick!" ujar Leon. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri. Dirinya frustasi karena rencananya akan terhambat jika lawannya adalah Zaila. "Mana mungkin aku bisa melawanmu? Aku tidak akan bisa melakukannya," sambungnya. "Aku bertemu Jordan sekali setelah tiga bulan kau menghilang. Ia hanya mengatakan kalau aku tidak boleh mencarimu, tidak boleh mengkhawatirkanmu. Aku tidak boleh
Read more
228. Pilihan (Selesai)
Zaila merangkul leher Leon. Ia tidak peduli lagi tentang posisi mereka yang sebentar lagi akan saling bermusuhan. Saat ada kesempatan, mereka saling meluapkan rindu. "Aku tidak bisa menceritakan semuanya padamu untuk saat ini, tapi percayalah. Aku selalu mencintaimu tanpa henti," ujar Leon.           Leon kembali melumat bibir Zaila. Rasanya berbeda jika melakukannya penuh cinta tanpa adanya amarah. Akan tetapi, darah memang lebih kental dari air.           Leon mencium kasar bibir Zaila sampai Zaila merasakan bibirnya sedikit nyeri. Lidahnya bahkan dikecup rakus oleh Leon.             Zaila berpikir kalau ciuman itu adalah ciuman rindu yang membuat Leon begitu tidak sabar ingin melahap Zaila sampai batas akhir."Leon, pelan …" pinta Zaila.           Seolah-olah, suara Zaila tertelan oleh angin. Leon tidak mendeng
Read more
229. Kunjungan Pribadi
Dua penjaga yang siap siaga di depan pintu VVIP khusus, membungkukkan tubuhnya. Mereka memberi hormat kepada Jordan yang datang secara khusus dan tiba-tiba hanya untuk bertemu dengan Mike. Namun, penjaga tersebut kompak menghalangi Teo untuk masuk.“Singkirkan tangan kalian!” pekik Teo.“Mohon maaf, Tuan. Tuan Mike hanya ingin bertemu dengan Tuan Jordan,” jelas salah satu penjaga.“Aku tidak apa-apa. Kau silakan saja tunggu di luar. Aku akan menemuinya sendiri,” ujar Jordan. Ia berusaha meyakinkan Teo karena Teo yang jauh lebih paham bagaimana bajingannya seorang Mike.“Baiklah.” Teo membalikkan tubuhnya dan pergi begitu saja. Padahal ia sudah mengeluarkan aura suram yang sangat hitam.                Penjaga membuka pintu. Jordan merapikan pakaian, tapi sebelum itu, ia memberikan tatapan untuk dua penjaga tersebut sebagai peri
Read more
230. Prahara Cinta
                 Kiana merenung menatap bintang. Rasanya disuruh menunggu itu sangat membosankan. Kiana hanya merangkai bunga karena ia jenuh. Ingin berlatih, tapi tubuhnya sudah sangat lelah untuk bergerak dengan gerakan yang berat.Srak ... Srak ... Srak ...                Terdengar suara langkah seseorang yang menginjak dedaunan kering. Langkahnya terdengar lambat tapi ketika Kiana membalikkan tubuhnya, seseorang sudah berada di belakangnya.“Akh!” pekik Kiana. Ia hampir saja terjatuh karena menabrak tubuh yang besar dan kokoh. Orang tersebut menangkap pinggang Kiana. Ia terselamatkan dari nyeri pinggang yang akan terasa sulit lebih dari hasil pertarungan sengit.“Apa kau baik-baik saja?”“Kak Zeki!” pekik Kiana. Ia buru-buru melepaskan diri dan men
Read more
PREV
1
...
2122232425
...
32
DMCA.com Protection Status