Semua Bab Gara-gara Tunangan Posesif: Bab 51 - Bab 60
100 Bab
51. Hubungan Maya dan Marisa
"Gue mau negoisasi sama lo." Gadis yang duduk di depannya, menatapnya dengan intens tanpa bersuara. "Gue mau lo nyerahin rekaman itu, ke kita. Dan gue akan kasih lo tiga permintaan. Apapun itu gue akan ngabulin." "Lo berurusan dengan orang yang salah." Marisa mengebrak meja, membuat perhatian orang di cafe itu teralihkan kepada mereka. "Walaupun lo rusak. Itu ngak akan menghasilkan apapun." "Jangan main-main sama gue! Terus apa niatan lo ketemu sama gue, di sini?"  "Gue hanya mau lihat wajah lo, senior." 
Baca selengkapnya
52. Nadia yang Berubah
Nadia berjalan sendirian di kampus menuju perpustakaan. Hari ini, ia mencoba menghindar kedua sahabat nya. Karena ia tidak ingin secara terang-terangan menghindari salah satu dari mereka. Banyak mahasiswi kenalannya di organisasi, menyapanya di lorong kampus. Nadia membalas senyuman mereka apa adanya. Mereka tidak banyak bertanya. Karena melihat raut wajah Nadia yang tidak mood hari ini. "Nadia!" teriak Lala melangkah ke arahnya. Nadia tidak menengok ke belakang. Ia mempercepat langkahnya menuju ke perpustakaan. "Woy, Nad! Lo kok ngak nungguin kita?!" ujar Lala masih setengah berteriak. Nadia menghela nafas. Ia mendengarnya. Namun seakan tidak memperdulikan Lala. N
Baca selengkapnya
53. Kembali Memberikan Celah
"Pak Bara!"  "Hem." "Di bawah ada ibu Celina yang ingin bertemu dengan bapak." Bara menghela nafas pelan. Kenapa Celina ke sini? Padahal semuanya telah jelas. Dirinya akan menjauh dari gadis itu. "Suruh dia masuk!"  "Baik, Pak." Sambungan terputus. Bara kembali mengerjakan beberapa laporan yang akan diperiksa dan di tanda tangani. Mengenai pembangunan hotel di Bali. Bara menyetujui proyek besar tersebut. Karena Nadia ingin bulan madu ke sana. Jadi dirinya mempersiapkannya dari sekarang.  
Baca selengkapnya
54. Kotak Bekal dari Celina
Nadia mengembangkan senyumannya ketika masuk ke dalam ruangan Bara. Ia melangkah dan menaruh kotak makan di atas meja kerja Bara. Segera duduk di depan pria itu, yang sekarang juga menyambutnya dengan senyuman dan pancaran rindu di matanya. "Kok kamu bisa tahu, aku akan datang?" tanya Nadia.  "Aku di kasih tahu sama salah satu karyawan, aku menyuruh nya mengirim pesan. Ketika kamu datang ke kantor, Sayang." Nadia manggut-manggut, mempercayai nya. Sampai segitunya. "Kamu sibuk banget, ya?" tanya Nadia melihat tumpukkan berkas di depan Bara. Pria itu mengangguk dengan raut wajah lelah. "Iya, Sayang." 
Baca selengkapnya
55. Penggoda yang Gagal
Bara menatap datar ke sekelilingnya. Memperhatikan sedari tadi seorang wanita dengan pakain formal, namun terbuka di belahan dada dan rok sepaha. Menggerakkan lidahnya, menjelaskan perjanjian kerja sama di antara mereka.Candra menatap Bara, yang sepertinya tidak menyukai wanita di depan mereka. Padahal sebenarnya, perjanjian kerja sama tersebut sangat menguntungkan perusahaan.“Bagaimana, Pak Barata?” tanyanya dengan suara dilembutkan.“Penjelasan Anda sangat memukau, Ibu Delia.” Candra segera memberikan pujian.Delia tersenyum bukan ke arah Candra. Namun ke arah Bara yang sekarang ikut menatapnya. Membuat wanita itu salah tingkah.“Terima kasih, Pak Candra. Pak Barata, bagaimana tanggapan Bapak
Baca selengkapnya
56. Penyakit Kanker?
Dengan langkah lebar, Nadia dan Bara berjalan tergesa-gesa menelusuri lorong rumah sakit. Beberapa menit yang lalu. Nadia menerima telepon dari rumah sakit. Mamanya terlibat kecelakaan di jalan bersama dengan sekretarisnya.Tibalah mereka di depan ruang UGD, di sana terlihat seorang pria dengan wajah tertunduk, duduk di salah satu kursi. Dia papa Nadia, yakni Aldi, yang terlihat putus asa. Membuat detak jantung Nadia berdebar dengan sangat kencang.“Pa! Keadaan Mama, bagaimana? Ma...Mama nggak apa-apa kan, Pa?” tanya Nadia dengan suara yang hampir menghilang.Aldi menghela nafas dalam, ia berdiri dan memeluk sang putri dengan erat, “Mama tidak akan kenapa-kenapa, Nadia. Kita tunggu kabar dari dokter.”“Tapi, pya. Nadia khawatir sama Mama. Ap
Baca selengkapnya
57. Sebelum Kecelakaan Terjadi
Mobil hitam mewah melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalan raya yang terlihat ramai dengan lalu lalang kendaraan pada pagi hari. Jam berangkat kerja, biasa nya akan ada sedikit hambatan di jalan, yakni macet yang berkepanjangan. “Kita langsung menuju tempat klien, Bu?” tanya Mentari, sekertaris Bella yang masih muda. Bella yang berada di kursi belakang mengangguk, sembari mengecek tabletnya, “Tempat biasa kita bertemu dengan klien, mereka akan tiba beberapa menit lagi. Mentari... jangan ngebut, ya?” “Baik Bu, tapi saya sedikit ngebut ya, Bu? Karena sebentar lagi  akan macet, beberapa menit lagi.” “Saya mengerti Mentari. Utamakan keselamatan!” peringat Bella
Baca selengkapnya
58. Kesaksian Mentari
"Maaf atas ketelodran saya, Bu Nadia, Pak Aldi, Pak Barata. Saya yang bersalah di sini. Saya siap dipecat." Seorang wanita memakai kursi roda, dengan didampingi oleh ibunya. Menemui keluarga atasannya. Nadia tidak menggubrisnya, ia masih sesegukkan menangis dan memeluk tangan sang ibu. Seperti anak kecil yang kehilangan tujuan hidupnya. Aldi menghela nafas pelan, menoleh ke arah Mentari yang sekarang berada di depan pintu ruang inap. Tidak berani mendekati mereka. Masih dengan wajah yang terlihat pucat dan menunduk,  memilin jari-jemarinya bergantian. "Ini musibah, saya hanya ingin kamu menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi?" sergah Aldi. Dapat mere
Baca selengkapnya
59. CEO Perusahaan Bella Group yang Baru
Semua anggota direksi telah berkumpul di ruang rapat. Terlihat wanita tua itu tengah duduk di antara mereka dengan pakaian rapi. Bersama sang cucu, yang sekarang memakai pakaian lebih formal dari sebelumnya, ketika pria itu menjadi manager keuangan. "Saya sebagai salah satu pemegang saham. Mengajukan cucu saya, menjadi CEO perusahaan, menggantikan ibu Bella yang tengah berada di rumah sakit." "Anda tidak berhak menentukan sendiri, Ibu Tiara, tanpa ada persetujuan dari ibu Bella dan juga pak Barata yang memiliki, saham lebih besar di perusahaan." Dimas hanya bisa menghela nafas. Tidak membantah segala perkataan dari neneknya.  "Baiklah, kalian tahu, kan? Cucu saya, sangat kompeten dalam berkerja. Terbukti ia san
Baca selengkapnya
60. Akhir dari Kesalahpahaman
Nadia membersihkan tubuh sang mama dengan sangat hati-hati, menggunakan kain basah telah dipijat. yang dicelupkan ke air hangat.   “Ma, dulu mama yang mandiin, Nadia. Sekarang, giliran Nadia yang melakukannya. Mama, cepat bangun ya? Nadia kangen diomelin sama mama. Gak ada yang lebih ngertiin Nadia, hanya mama.”  Nadia beralih mengusap wajah sang mama dengan kain lainnya, wajah mamanya sangat cantik, walaupun sekarang tengah dalam keadaan memejamkan matanya.  Hidung yang mancung, bibir tipis dan mungil, sama sepertinya. Dan alis yang berjejer rapi dan berwarna hitam alami, tanpa sipat alis. Nadia menyentuhnya, sambil menggigit bibir bawahnya bergetar, menahan isakan. Nadia tidak boleh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status