All Chapters of Gara-gara Tunangan Posesif: Chapter 61 - Chapter 70
100 Chapters
61. Prediksi Koma Yang Panjang
Ryan mengangkat sebelah alisnya, ketika melihat tiga gadis, tengah berpelukan di depan pintu, setelah ia membuka pintu ruang inap tersebut. Untuk mengecek keadaan pasien. "Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Ryan, membuka suara. Karena ketiga gadis itu enggan untuk melepaskan pelukan mereka. Walaupun dirinya menatapnya dengan pandangan aneh. "Pelukan, Pak," jawab Lala, perlahan melepaskan rangkulan mereka. Ryan menggelengkan kepalanya, setelah itu melangkah ke arah pasien. Ryan mulai mengganti infus dan mengejek layar eskalator. Belum ada perkembangan sampai saat ini. "Mohon, kalian jangan berisik!" Ryan berbalik dan memberikan peringatan. "Iya, Pak. Tap
Read more
62. Berduka dan Mental yang Lemah
 Seminggu telah berlalu, tidak ada tanda-tanda sang mama akan sadar, dan membuka matanya kembali. Hal tersebut tidak menyurutkan semangat Nadia, untuk menyelesaikan proposalnya, hingga sekarang gadis itu tengah berdiri di depan ketiga dosen pembimbingnya, untuk menjelaskan semua isi proposal yang sekarang ditampilkan di slide ppt, pancaran layar ict proyektor dari laptop nya. “Sekian penyampaian dari saya. Saya undur diri, dan terima kasih,” ujar Nadia setelah menyelesaikan semuanya. Ia sejenak mengatur nafasnya, karena gugup berhadapan langsung dengan para dosen. “Kamu dinyatakan lulus. Silahkan menyusun skripsi,” ungkap sang dosen, membuat mata Nadia melebar sempurna.  Dirinya berhasil, setelah berbagai macam perjuangan yang ia lakukan. Se
Read more
63. Air Mata di Pemakaman
Nadia bersimpuh di samping nisan sang mama. Padahal Nadia telah bersusah payah terbangun dari mimpinya. Namun semuanya nyata, mamanya telah meninggalkannya berdua bersama sang papa. Semua anggota keluarga perlahan meninggalkan area pemakaman. Menyisakan Bara, Aldi dan Nadia di sana. “Om, boleh pulang duluan. Pasti semua anggota keluarga menunggu Om, untuk mengadakan pengajian.” “Nadia,” irih Aldi, mengambil nafas panjang dan segera mengangguk.  Nadia tidak bergeming, dengan memakai pakain hitam dan kerudung. Nadia sesenggukan menangisi kepergian sang mama.  Karena tidak ada jawaban dari sang putri, Aldi beranjak dari sana d
Read more
64. Kenangan Terakhir ( Hujan dan Petir)
Nadia kecil menutup kedua telinganya ketika mendengar suara petir bergemuruh di luar sana. Nadia berbaring dan menutup diri dengan selimut tebal, ia ingin berlari keluar kamar dan menghampiri kedua orang tuanya. Namun ia tidak berani sekedar mengintip dari celah selimut tebal itu. Karena tubuh mungilnya menggigil. Ceklek! Suara pintu terbuka. Menampilkan seorang wanita dengan senyuman tulus, menghidupkan lampu kamar. Sehingga perlahan Nadia mengendurkan selimutnya dan melihat sang mama sekarang berada di dekatnya. "Ma...Mama, Nadia takut."  Gadis kecil itu refleks memeluk sang mama dengan cukup erat. Bella mengusap kepala putrinya dengan lembut. Beberapa kali Nadia menutup matanya, namun bayangan menyeramkan suara petir membuatnya kembali terbangun. 
Read more
65. Mengungkit Kesalahan Kembali
Nadia menggelengkan kepalanya ketika Bara menyodorkan makanan di depannya.  "Sudah jam 9 Sayang. Kamu belum makan sampai sekarang. Kamu harus minum obat," ujar Bara harus ekstra sabar dengan kekasihnya. Bara memilih cuti untuk dua hari. Menunggu Nadia pulih dan benar-benar sembuh. Namun lihatlah! sekarang, Nadia enggan untuk memakan sesuatu. Membuat Bara gemas melihat nya. "Aku ngak lapar," jawabnya dengan lesu.  "Nadia," lirih Bara. "Kenapa?" sungut Nadia, "Kalau kamu ngak mau ngurusin aku, sana pergi! Jangan kembali lagi ke sini! kamu selalu saja mau paksa aku. Aku ngak suka!" kukuh Nadia keras kepala. Bara menghela nafas pelan. Menaruh mangkok
Read more
66. Mencurahkan Isi Hati
"Maaf Tuan, Nyonya. Nyonya Tiara memaksa untuk masuk!" ujar satpam di rumah mereka yang bertugas menjaga gerbang. Tiara menatap mereka semua dengan tatapan nyalang, seakan meremehkan. "Almarhumah Bella telah meninggal. Jadi, perusahaan akan saya ambil alih. Itu hak saya!" tegasnya. Tidak memiliki urat malu. Kinara terkekeh sinis mendengarnya, "Apa saya tidak salah dengar, Nyonya Tiara? Kenapa Anda sangat terobsesi dengan perusahaan itu? Bukannya, Anda sangat membenci almarhumah, selama ini." Tiara baru menyadari Kinara berada di sana. Dua wanita seumuran itu saling melemparkan tatapan mematikan.  "Aldi! Dimana, Nadia? Cucu saya? Biarkan dia menandatang
Read more
67. Semuanya Telah Terbongkar
Celina menundukkan kepalanya sedari tadi. Banyak pasang mata yang menatapnya rendah bahkan tidak segan mengeluarkan kata-kata menusuk membuat hati Celina sakit dan nyeri. Ada apa dengan mereka semua?   Bahkan tadi, ketika berada di luar gerbang, para mahasiswa yang Celina kenal anak organisasi pergerakan, melemparinya dengan bola kertas sehingga dirinya langsung masuk ke dalam kampus dan fakultas hukum.   “Gais! putri dari nyonya penipu telah datang. Silahkan disambut dengan sangat antusias.” Itu suara Lala yang sudah menunggu kedatangan Celina di lorong fakultas hukum bersama dengan Maya beserta teman kelasnya.   “Gue gak nyangka ya... mamanya penipu sekarang ternyata putri tercintanya juga penipu. Bahkan menipu sahabatnya sendiri.”  
Read more
68. Kehancuran Bara
“Ini maksudnya apa, Cel?!” bentak Bara menghajar meja yang berada di depan mereka. Tubuh Bara menyeluruh ke lantai.  Dada Bara terasa sesak. Brak! Bruk! Suara nyaring terdengar kembali. “Lo monster. Lo pembohong ulung. Karena lo gue nampar gadis gue. Lo murahan dan lo pantas mati.” Celina menunduk dan menggigit bibir bawahnya karena ketakutan. Bara seperti monster dengan urat-urat leher yang menonjol dan menatapnya ingin memangsa. Bara telah di bohongi habis-habisan. Celina tidak sakit, hanya memiliki penyakit biasa yakni maag. Dan mama Celina adalah penipu dan orang yang dengan sengaja menabrak mobil mama Nadia,  hingga beliau kritis dan menutup mata. 
Read more
69. Takdir Yang Terlihat
Nadia menatap Bara dengan perasaan membuncah. sekarang mereka tengah menghabiskan waktu di pinggir danau. tempat mereka biasa  menghabiskan waktu bersama. Sebelum kedatangan Celina, masuk ke hubungan mereka dan menjadi penyakit di dalamnya. “Aku tahu, Bar. aku sangat jarang mengungkapkan rasa cintaku untukmu. tapi... bukan berarti aku gak cinta sama kamu.”Bara menatap manik mata indah gadisnya. Bara tersenyum dan mengangguk. “Aku tahu, Sayang. kamu sangat cinta sama aku. Karena... kalau kamu gak cinta sama aku. Maka... aku akan memaksa!”Nadia terkekeh dan mencubit pelan pinggang Bara, membuat Bara menarik pipinya.
Read more
70. Bukan Untukmu Kembali
Bara mengecup bertubi-tubi tangan sang kekasih yang kini enggan untuk membuka mata. Beberapa menit yang lalu Nadia dikabarkan kejang-kejang, membuat dada Bara terasa panas dan sakit. Ia menekan jantungnya menghalau rasa ketakutan dan shock dalam tubuhnya. Bara takut, Nadia-nya menyerah dan memilih meninggalkannya. Tidak ada satupun orang di ruangan itu. Sehingga Bara menerobos masuk dan duduk di samping Nadia sekarang ini. Meraba wajah Nadia yang terlihat pucat dan juga sangat lemah. Bara tidak bisa melihat Nadia seperti ini. Demi Tuhan! Rasanya ditikam oleh belati berkali-kali lipat. "Sayang, kamu jangan buat aku khawatir. Jangan main-main lagi, ya?"  
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status