Semua Bab Gara-gara Tunangan Posesif: Bab 81 - Bab 90
100 Bab
81. Senyuman Itu Kembali Hidup
 Bara mengembangkan senyumannya setiap hari. Setelah Nadia menerima lamarannya. Bara semakin semangat bekerja dan juga mencari nafkah untuk calon istrinya nanti.“Ada apa denganmu, Bara?” tanya mamanya menatap aneh putranya itu. Rani jadi bergidik ngeri melihatnya, bagaimana tidak terlihat aneh. Bara tersenyum sepanjang hari tanpa henti. Memangnya wajah itu tidak ngilu apa?Bara mengunyah roti yang telah disediakan. Hari ini ia akan pergi ke kantor dan tidak akan menyusahkan papanya kembali.“Mama sudah tahu jawabannya.” Bara kembali tersenyum.“Iya-iya, masalah lamaran yang diterima itu, kan? Mama juga tidak sabar menantikan Nadia menjadi menantu Mama.”
Baca selengkapnya
82. Kotak Hadiah Dari Bara
Anna membawa kotak berukuran besar di tangannya ke dalam kamar Nadia. Gadis itu meletakkannya di atas ranjang dengan sangat hati-hati. Nadia menautkan alisnya, seakan bertanya kepada Anna. Dari siapa paket tersebut? “Nona Nadia, ini paket dari tuan muda.” Anna menyodorkan kartu ucapan kepada Nadia. Gadis itu melepaskan bukunya dan mengambilnya. Perlahan Nadia membukannya dan membaca isi dari kartu ucapan itu. Nadia menghela nafas lelah. Permintaan maaf dari Bara karena pagi ini tidak dapat berkunjung. Disebabkan Bara telah mulai sibuk bekerja.  Nanti siang Bara akan berkunjung dan membawakannya makanan kesukaan Nadia. Nadia menatap Anna, me
Baca selengkapnya
83. Pencuri Yang Bersembunyi
Siang menjelang. Bara menempatkan janjinya akan datang hari ini. Benar dugaan Nadia, Bara dengan sangat lebay bin alay membawa dua kresek besar berisi makanan kesukaan Nadia. "Banyak sekali." Kinara membantu Bara membawanya ke atas meja makan. Bara tersenyum dan mengangguk, "Iya, Nek. Bara mau Nadia gemuk seperti dulu." Nadia menatap Bara tajam, membuat Bara kelimpungan karena bisa bahaya kalau Nadia marah. Bara segera menghampiri Nadia yang terlihat merajuk dan kesal kepadanya. "Sayang, bukan seperti itu maksudku."  Nadia enggan sekedar menatapnya kembali. 
Baca selengkapnya
84. Penyebab Semua Penderitaan mu
Bara menautkan alisnya bingung ketika melihat raut wajah Nadia yang terlihat suram dan menahan emosi. Dress yang Nadia pakai juga warna coklat. Tidak warna biru muda yang ia pinta barusan. Bara berjongkok dan menangkup wajah Nadia dengan kedua tangan kekar pria itu. "Kenapa, hem?" tanya Bara.  Nadia menghela nafas pelan dan menggelengkan kepalanya. "Ini kok warna dress kamu warnanya beda?" tanya Bara meneliti penampilan Nadia. Gadisnya juga tidak memakai make-up seperti biasanya. Karena melihat raut wajah Nadia yang terlihat berbeda. Akhirnya Bara memilih tidak ingin banyak bertanya. 
Baca selengkapnya
85. Hukuman Untuk Asisten Nadia
Deburan ombak terdengar indah di telinga keduanya. Bara menghela nafas pelan dan mengusap kepala bagian belakang gadisnya. Rambut indah berwarna hitam pekat itu terlihat indah tergerai diterpa angin pantai. Pantai yang mereka sering kunjungi dahulu. Ketika kejadian naas itu belum terjadi. "Kamu masih ingat semua kenangan indah kita di pantai ini, Sayang?"  Nadia menoleh ke arah Bara yang berada di belakangnya. Nadia mengangguk sembari mengelus tangan kekar kekasihnya. "Kita sekarang jalan-jalan dari ujung sana sampai ke ujung sana." Bara menunjuk pesisir pantai dari arah barat dan timur. Bara menunduk, meminta persetujuan Nadia. Gadis itu mengangguk da
Baca selengkapnya
86. Suara Nadia Kembali
Bara mengangkat sebelah alisnya bingung dengan tingkah sahabatnya yang satu ini. Sedari tadi Candra bergerak gelisah dan tidak berani menatapnya sama sekali. "Lo kenapa?" tanya Bara. Mereka berada di rumah Bara sekarang. Jadi bahasa formal tidak digunakan biasanya. Dengan ragu Candra mengangkat kepalanya dan mendongak menatap Bara. "Gue hanya mau pinjem kok, Bar. Kalau lecet gue akan ganti biaya administrasi nya." Bara semakin bingung dengan penuturan Candra. Maksudnya apa coba? mau membiayai administrasi, namun benda yang dimaksud tidak disebutkan. "Langsung sebutin, Can. Nggak usah membuang waktu gue!"  
Baca selengkapnya
87. Kembali Kompak
Brak! Suara bantingan pintu terdengar sangat nyaring. Untung Kinara tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Siapa yang tidak sopan masuk ke dalam rumah orang lain seperti itu? Dengan langkah lebar Kinara menoleh dan sejenak menaruh teh hangatnya terlebih dahulu. Kinara sebenarnya hendak menikmati acara televisi di ruang keluarga dengan menikmati secangkir teh hangat yang ia buat sendiri. Yang pastinya rendah gula. “Nadia, Nek ....”  Ternyata itu Bara. Kinara mengelus dadanya agar tidak memarahi calon suami cucunya itu. Namun wanita tua itu menautkan alisnya ketika melihat raut wajah Bara terlihat gelisah dan langsung berlari menaiki anak tangga. 
Baca selengkapnya
88. Bara Mesum
"Astaga, Sayang. Mama gak nyangka kamu secepat ini pulih. Oh … panggil Mama sekarang. Jangan panggil Tante lagi. Kan, sebentar lagi kamu akan menikah dengan Bara dan menjadi putri kesayangan Mama." Nadia mengangguk kikuk, berada di samping Bara. Bara geleng-geleng kepala melihat tingkah mamanya. Mamanya ini nekad ke sini tanpa izin ke papanya terlebih dahulu. Untung masih bersama dengan sopir, sehingga Bara memakluminya. "Sekarang Mama harus izin ke papa dulu." "Iya-iya. Mama akan izin. Nanti Mama chat kok. Gak usah lebay kamu, Bara." "Demi kebaikan Mama juga. Nanti kalau papa marah ke Bara, bisa panjang urusannya." 
Baca selengkapnya
89. Undangan Pernikahan
Lala memperhatikan wajah tampan Ryan yang sekarang tengah memeriksanya dengan sangat telaten dan hati-hati. "Dok, panggil dokter aja, ya? Kan sekarang berada di rumah sakit."  "Iya," jawab Ryan dengan singkat. "Kenapa perut sama panas, Dok?" tanya Lala mengeluhkannya sedari tadi. "Kamu pernah memakan apa, sebelumnya?"  "Cye, perhatian." Lala tersenyum manis mengedipkan sebelah matanya, membuat Ryan menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Setahu saya, kemarin saya makan seblak level 5." "Terus?" Ryan mengangkat sebelah alisnya
Baca selengkapnya
90. Gaun Pengantin
"Selamat, Nadia. Suara kamu sudah pulih. Ternyata prediksi saya tidak tepat." "Iya, Pak. Kan Bapak hanya manusia biasa. Mana bisa mengetahui masa depan seseorang. Masa depan Bapak ajha, tidak tahu sampai sekarang kan?"  Astaga! sudah mulai lagi bibir cerewet Nadia ini.  "Iya-iya.  Maksud kamu apa, Nadia?" "Huh! dasar tidak peka. Padahal baru ajha selesai dari sana." Bara menggelengkan kepalanya. Nadia bahagia sekali menggoda semua orang. Untung dirinya peka dan sangat tahu keinginan Nadia. "Sayang! kasihan dokter Ryan nya." 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status