Semua Bab Arya Tumanggala 2: Bab 111 - Bab 120
150 Bab
Pesan Kridapala
"SIAPA orang itu? Ada urusan penting apa sampai harus menemuiku pagi-pagi buta begini?" tanya Rakryan Mantri Tumenggung pada prajurit pengawal kediamannya. Hari memang masih gelap di Kotaraja. Mentari belum menampakkan diri di kaki langit timur. Suasana katumenggungan masih sepi, hanya tampak para prajurit yang berjaga sejak semalam. Namun sepagi buta itu seekor kuda berderap datang. Penunggangnya seorang lelaki berkepala plontos. Kepada prajurit penjaga di depan, tamu asing tersebut mengaku membawa pesan penting untuk Rakryan Tumenggung. Mulanya para penjaga tidak menggubris. Mereka tidak mau kena damprat karena membangunkan Rakryan Tumenggung yang mereka yakini masih beristirahat. Panglima kerajaan itu juga sedang sering marah-marah belakangan ini. Namun ketika tamu tersebut menyebut-nyebut kedatangannya ada kaitan dengan Dyah Wedasri Kusumabuwana, para prajurit jaga langsung heboh. Salah satu dari mereka langsung masuk dan menghadap. "Orang itu mengaku bernama Ganduswa, Gusti T
Baca selengkapnya
Keraguan Arya Lembana
"KAU tidak salah membaca, Lembana. Gusti Puteri telah ditemukan," ujar Rakryan Tumenggung, ketika melihat Arya Lembana malah terpaku usai membaca pesan yang disodorkan olehnya. "O-oleh Kridapala?" Arya Lembana sungguh tidak mengerti mengapa bibirnya seperti tergerak sendiri untuk mengucapkan pertanyaan bernada ragu itu. Segudang pertanyaan sebetulnya sudah bercokol di benak Arya Lembana sejak dijemput dari ruang tahanan bawah tanah tadi. Sepanjang perjalanan menuju katumenggungan, ia berusaha menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan itu tetapi gagal. Sang senopati memang sempat menduga jika pemanggilan ini ada kaitan dengan Dyah Wedasri. Karena puteri kesayangan rajanya itu sudah diketemukan dan kembali ke Kotaraja, maka ia dibebaskan dari tahanan. Namun mengapa Kotaraja seperti tenang-tenang saja jika benar Dyah Wedasri telah kembali? Di mana-mana tempat yang Arya Lembana lewati tadi, tidak terlihat suasana penyambutan sedikit pun. Sepi. "Kelihatannya kau tidak percaya?" Rakryan Tu
Baca selengkapnya
Titik Terang
DENGAN diiringkan sejumlah pengawal, Rakryan Mantri Tumenggung mendatangi gedung penjara di mana Ganaseta ditahan. Kuda-kuda mereka dipacu kencang agar cepat sampai tujuan.Rakryan Tumenggung tak mau membuang-buang waktu lagi. Ini adalah hari terakhir baginya untuk mendapatkan Dyah Wedasri Kusumabuwana. Sampai gagal, maka besok lehernya bakal dipenggal.Namun kedatangan Ganduswa tadi justru membuat Rakryan Tumenggung dikepung bingung. Ia antara percaya dan tidak dengan pesan yang dikirim oleh Kridapala. Karena itulah sang panglima berharap bisa mendapat kepastian dari Ganaseta."Kau sengaja menuduh Kridapala dengan menyebut dirinya sebagai antek-antek Arya Agreswara, bukan?" tanya Rakryan Tumenggung begitu di dalam ruang tahanan Ganaseta.Yang ditanyai mengernyitkan kening, sembari coba menebak-nebak di dalam hati apa yang sesungguhnya telah terjadi. Ganaseta ingat betul, Rakryan Tumenggung mempercayai keterangannya sebelum ini. Kenapa sekarang seolah ragu-ragu?"Maaf, aku tidak menge
Baca selengkapnya
Dugaan Tumanggala
"SIAL dangkalan! Ke mana perginya Triguna sialan itu? Masakan dia bisa menghilang dari sekitar sini secepat itu?" dengus Tumanggala tak habis pikir.Sambil terus menggerutu, sang wira tamtama menatap api besar yang sedang berkobar-kobar di hadapannya. Suara gemeretak kayu dan ranting yang terbakar api memenuhi tempat tersebut.Tadi Tumanggala sempat menyisir sekitaran air terjun dan gua untuk melacak keberadaan Triguna. Namun hasilnya nihil. Lelaki yang tengah terluka parah itu tidak ditemukan di mana pun.Akhirnya Tumanggala kembali ke dangau. Ia memutuskan untuk mengurus jasad-jasad yang menumpuk di sana, sembari memberi makan kudanya sebelum dibawa melanjutkan perjalanan."Atau mungkin sebenarnya dia masih berada di dekat-dekat sini, bersembunyi entah di mana?" duga Tumanggala, sembari menyusun beberapa potong kayu tambahan ke dalam kobaran api.Sebagai penganut aliran Syiwa, seperti mana laiknya kebanyakan penduduk Kerajaan Panjalu masa itu, Tumanggala percaya jika jasad seseorang
Baca selengkapnya
Ganduswa Mengadang Citrakara
"MINGGIR! Jangan coba-coba menghalangi jalanku!" Citrakara memandang sengit pada penunggang kuda di hadapannya. Seorang lelaki berkepala botak yang sejak berpapasan langsung mendekat, bahkan kemudian sengaja merintangi jalan. Sementara lelaki berkepala plontos yang dibentak tampak tersenyum-senyum penuh arti. Tatapan matanya seperti seekor singa melihat mangsa. Buas, seolah hendak menerkam Citrakara. "Gadis cantik berbadan bagus, aku sungguh tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini," kata si lelaki berkepala plontos kemudian. Usai berkata begitu, si botak julurkan lidah menyapu bibir bagian bawah. Perlahan ia bawa kudanya agar lebih mendekat pada Citrakara. Yang didekati mendengus, lalu membawa kudanya menghindar. Dari gelagat orang, Citrakara langsung tahu apa yang diinginkan lelaki botak ini darinya. Ia jadi bergidik ngeri. "Jangan sok kenal! Aku tidak pernah bertemu denganmu dan tidak punya urusan apapun, jadi cepatlah minggir! Aku harus segera tiba di Kotaraja!" bentak C
Baca selengkapnya
Citrakara Pasrah
"AKHIRNYA aku bisa mencicipi kenikmatan tubuhmu yang menjadi buah bibir para lelaki. Sungguh beruntung sekali diriku ini!" desis Ganduswa, lalu sambil tertawa senang mendaratkan ciuman buas.Entah sudah berapa kali Ganduswa menciumi pipi, kening, juga pelipis Citrakara. Namun ia masih belum berhasil mencuri ciuman di bibir perempuan cantik itu.Setiap kali Ganduswa berusaha menempelkan bibir tebalnya pada rekahan semerah delima milik Citrakara, perempuan itu dengan gesit memalingkan kepala. Akibatnya ciuman Ganduswa hanya menyentuh pipi atau rahang.Jika tadinya Ganduswa menanggapi hal itu dengan tertawa-tawa saja, lama-lama ia jadi kesal juga. Bibir ranum itu begitu menggoda di matanya. Ingin rasanya ia kecup, lalu dikulum puas-puas. Sayang, keinginan tersebut selalu kandas."Perempuan keparat!" dengus Ganduswa, lalu ... PLAK! Tangan kanannya melepas tamparan keras di pipi Citrakara.Yang ditampar terpekik kesakitan, lalu menatap marah pada Ganduswa yang tengah memelototinya dengan b
Baca selengkapnya
Ganduswa Kabur
"AAAAA!" Citrakara terpekik kaget saat merasakan tubuh Ganduswa tiba-tiba saja menegang. Ketika ia membuka mata, ternyata lelaki bejat tersebut sudah tidak lagi menindihnya di atas. Terdengar suara erangan dari samping. Citrakara cepat palingkan kepala ke arah sana dan sekali lagi dibuat memekik kaget. Rupanya Ganduswa sudah berpindah tempat. Tampak tengah mendesis-desis kesakitan dalam keadaan menekuk badan di atas tanah. Kedua tangannya memegangi selangkangan. "Mau lagi, hah?" tanya satu suara serak, membuat Citrakara mendongak dan menyadari kehadiran sosok ketiga. Seorang lelaki tua tengah berdiri berkacak pinggang di dekat Ganduswa. Wajahnya yang keriput dihias rambut putih panjang menjela bahu. Kumis dan jenggotnya juga berwarna putih keperakan semua. Meski sikapnya tengah mengancam Ganduswa, tetapi mimik lelaki tua itu tampak lucu. Citrakara sulit menebak apakah orang tersebut tengah marah atau justru melawak. Jangan-jangan, orang tua ini temannya lelaki mesum itu? Pura-pu
Baca selengkapnya
Keterangan Citrakara
"ELADALAH! Dia malah kabur," gerutu si lelaki tua, sembari memandangi kepergian Ganduswa.Namun setelahnya lelaki tua itu tidak ambil peduli. Ia memilih berbalik badan, mendekati Citrakara yang duduk berjongkok. Perempuan itu melongo melihat Ganduswa kabur ketakutan."Anak Cantik, kau tidak apa-apa?" tanya si lelaki tua begitu tiba di hadapan Citrakara."O-oh, Kakek...."Citrakara tergeragap, antara kaget dan malu kalau-kalau dadanya yang tak terlindung pakaian dilihat orang. Cepat-cepat ia merapatkan kedua kaki dan tangan yang sedari tadi dipakai menutupi bagian tersebut."A-aku tidak apa-apa, Kek. Lelaki tadi belum sempat berbuat apa-apa padaku," jawab Citrakara setengah berbohong. Ia jelas malu mengakui kalau sudah diciumi Ganduswa dan bahkan pakaiannya dirobek."Terima kasih kau sudah menolongku, Kek," lanjut Citrakara.Si lelaki tua lagi-lagi tertawa mengekeh. Sambil terus tertawa ia meloloskan kain panjang yang sedari tadi tersampir melingkar di bahunya. Diulurkannya benda terse
Baca selengkapnya
Akal Licik Kridapala
"KI BEKEL, yang kita tunggu-tunggu sudah datang."Kridapala yang tengah bersandar di batu dengan terkantuk-kantuk, seketika membuka mata saat mendengar bisikan tersebut. Kepalanya sontak menoleh ke samping, di mana seorang lelaki bertelanjang dada tengah membungkuk di dekat telinganya."Siapa maksudmu, Daksa?" tanya Kridapala yang masih belum sepenuhnya sadar. "Ganduswa atau Paladhu yang sudah datang?"Lelaki yang dipanggil Daksa langsung menoleh. "Bukan, Ki Bekel, tapi salah satu orang yang kita pancing dari Kotaraja," jawabnya, masih dengan berbisik.Paras Kridapala berubah seketika. Sebuah seringai senang terbit di wajah lelaki paruh baya itu. "Senopati keparat itukah maksudmu?""Benar sekali, Ki Bekel," sahut Daksa."Bagus!" Kridapala meninju telapak tangannya sendiri, lantas bangkit dari atas batu tempatnya beristirahat. "Sudah sampai mana dia? Seberapa banyak kekuatan pasukan yang dia bawa?""Tadi ketika aku diberi kabar, rombongan mereka baru saja melintasi balai penjagaan terd
Baca selengkapnya
Masuk Perangkap
SENOPATI Arya Lembana mengangkat sebelah tangannya ke udara. Sebuah isyarat agar rombongan prajurit berkuda di belakangnya berhenti. Debu seketika mengepul tebal di tempat tersebut. Beberapa depa di hadapan sang senopati, telah menunggu Kridapala yang juga menunggang kuda. Wajah lelaki berusia paruh baya itu mengembangkan satu senyum lebar. "Ah, Gusti Senopati. Sungguh sebuah kehormatan bagiku Gusti mau datang kemari. Aku anggap ini merupakan pertanda jika Gusti bersedia memaafkan diriku," ujar Kridapala menyambut. Pandangan mata Kridapala tak lepas-lepas dari menatap Arya Lembana. Sedangkan yang ditatap terlihat menunjukkan air muka datar, dengan sorot mata penuh selidik. "Aku datang kemari karena mendapat perintah dari Gusti Rakryan Tumenggung," jawab Arya Lembana kemudian. "Jadi, benar rupanya kau telah menemukan Gusti Puteri?" Kridapala tertawa pelan, merasa geli dengan sikap Arya Lembana yang tampak tak sabaran. "Apakah Gusti Senopati mengira aku tengah berdusta?" Kridapala
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status