Semua Bab Arya Tumanggala 2: Bab 131 - Bab 140
150 Bab
Pasukan Pemanah
DENGAN dipandu seorang prajurit, pasukan Rakryan Tumenggung bergerak ke tempat di mana Kridapala berada. Tanpa mereka ketahui, Daksa sudah terlebih dahulu memberi kabar pada dua komplotannya.Tidak semua pasukan bergerak. Rakryan Tumenggung meninggalkan 20 prajurit bersama seorang bekel dan lurah prajurit di tempat tadi. Mereka menjaga belasan anak buah Kridapala yang diikat.Pasukan berderap menyusuri jalan setapak menuju air terjun. Ketika mendekati jembatan kayu, tampak tiga orang berlari mendekati titian tersebut dan mendekam di salah satu tiang pancang."Siapa mereka? Apa yang mereka lakukan?" tanya Rakryan Tumenggung terheran-heran.Meski tidak jelas pertanyaan itu ditujukan pada siapa, tetapi Arya Mandura tahu ia yang diharapkan memberi jawaban. Sayangnya, senopati tersebut sama-sama tidak tahu."Sepertinya ..." Arya Mandura yang baru akan menjawab langsung menangkap gelagat tiga orang itu. "Mereka hendak meruntuhkan jembatan, Gusti.""Keparat!" Geraham Rakryan Tumenggung berge
Baca selengkapnya
Mengurung Tiga Pendekar
"CELAKA! Mengapa tiba-tiba banyak prajurit di tempat ini?" seru salah satu pendekar wanita berpakaian kuning dengan paras berubah. Ketika itu si pendekar wanita bersama temannya tengah mengeroyok Senopati Arya Lembana. Pendekar lelaki berkulit gelap juga turut bersama mereka. Seruan tadi membuat dua pendekar lainnya memecah perhatian. Seketika mereka berpaling ke arah terdengarnya suara-suara ramai. Beberapa prajurit tampak berdatangan ke arah mereka, lalu sebagian lagi masih berusaha menyeberangi jembatan kayu. Sementara yang dikeroyok sebetulnya sudah kehabisan tenaga. Arya Lembana mati-matian bertahan karena bertekad untuk setidaknya menghabisi salah satu lawan sebelum mati. Hitung-hitung sebagai balasan atas kematian dua bekel anak buahnya. Namun nasib baik menaungi Arya Lembana. Di saat tengah terdesak hebat begitu, datang Arya Mandura bersama sepasukan prajurit. Melihat rekannya dikeroyok, senopati yang baru saja tiba dari Kotaraja itu langsung masuk ke gelanggang pertempuran
Baca selengkapnya
Bertekuk Lutut
"INI gila! Aku tidak mungkin melawan mereka semua!" geram pendekar berkulit gelap ketika mengetahui dirinya telah terkurung rapat.Hal serupa terjadi pada dua pendekar wanita. Paras keduanya juga seketika berubah pucat. Mereka sama sekali tidak menyangka bakal menghadapi keadaan seperti ini. Benar-benar di luar perkiraan.Sewaktu datang bersama Sudawarman dan Daksa kemarin, ketiga pendekar itu sudah menyimak rencana yang dibeberkan Kridapala. Mereka ingat sekali, yang akan dihadapi hanyalah seorang senopati dengan paling banyak dua bekel.Perhitungan Kridapala memang tepat. Arya Lembana datang membawa sepasukan kecil dibantu dua bekel dan empat lurah prajurit. Para petinggi dihadapi pendekar sewaan, sedangkan pasukannya menjadi bagian Daksa bersama prajurit bawaan Kridapala.Tugas tersebut sudah mendekati keberhasilan. Meski sempat melawan mati-matian, dua bekel pendamping Arya Lembana akhirnya meregang nyawa. Sedangkan sang senopati sudah sangat terdesak.Namun kedatangan Rakryan Man
Baca selengkapnya
Tumanggala Mengadang
"SIAL! Kenapa tiba-tiba prajurit tengik itu bisa muncul di sini?" gerendeng Kridapala ketika pandangan matanya tertuju ke arah yang ditunjuk Sudawarman.Di depan sana, kira-kira berjarak tiga-empat depa dari sampan yang mereka berdua tumpangi, tampak sesosok lelaki muda berdiri berkacak pinggang di atas sebentuk rakit.Satu seringai terkembang di wajah lelaki tersebut. Sedangkan sorot matanya menatap tak berkesip pada Kridapala. Dari gelagatnya, jelas sekali lelaki muda tersebut memang sengaja mengadang.Dada lelaki tersebut terbuka lebar tanpa pakaian. Menampakkan satu bekas luka memanjang, dari dekat bahu kanan hingga ke pinggang sebelah kiri. Tidak salah lagi, ia adalah Tumanggala."Jangan-jangan selama ini dia memang selalu membuntuti kita, Ki Bekel," ujar Sudawarman, coba menebak-nebak."Mungkin lebih tepatnya bukan membuntuti, tetapi melacak keberadaan kita," sergah Kridapala yang tidak setuju. "Kebetulan saja dia baru menemukan kita di sini, lalu cepat-cepat mengadang."Sudawar
Baca selengkapnya
Sudawarman Gugur
"KEPARAT! Jangan kira semudah itu merebutnya dariku!" geram Kridapala, sembari cepat-cepat bangkit.Sudawarman yang tadinya tergencet tubuh Kridapala jadi bernapas lega, meski punggung dan sebagian lehernya terasa sakit. Tadi ia sampai membentur buritan perahu dengan keras saat tertimpa tubuh Kridapala.Sementara Kridapala sudah melenting ke bagian haluan. Sambil menguasai diri di tengah sampan yang tengah bergoyang-goyang tak karuan, ia sambil menggenggam gagang pedang yang tergantung di pinggang.Begitu kemudian berhasil berdiri tegak, Kridapala sudah mencabut pedangnya dari warangka.Sret!"Jangan coba-coba membawanya lari dariku!" desis Kridapala, sembari bersiap-siap melompat dari haluan sampan.Tumanggala sendiri tidak mau Kridapala mendatangi rakitnya. Ia tak mau terjadi pertempuran di tempat mana Dyah Wedasri berada. Maka setelah meletakkan sang puteri dengan hati-hati, Tumanggala mendahului bergerak.Sekali kakinya mengentak lantai gedebog pisang, tubuh Tumanggala sudah melen
Baca selengkapnya
Di Atas Angin
TAK ada pedang, maka Kridapala kini musti menyerang dengan tangan kosong. Dengan diri sepenuhnya dikuasai amarah membara, bekas bekel Panjalu itu mengerahkan tenaga dalam ketika mengirim pukulan.Suara menderu dahsyat mengiringi datangnya serangan Kridapala. Kepalan tangan lelaki paruh baya itu seolah berubah menjadi sebongkah batu besar yang gerakannya menimbulkan gemuruh ribut."Remuk dadamu!" bentak Kridapala manakala tinjunya tinggal sejengkal lagi mengenai sasaran.Tumanggala bukannya sengaja berdiam diri dan rela dadanya kena hantam. Ia tadi tengah mengamati rakit gedebog pisang. Entah sejak kapan benda tersebut sudah berada agak jauh dari sampan.Dyah Wedasri masih berada di atas rakit sederhana itu. Tampak tengah duduk dengan kedua kaki terlipat di depan tubuh. Sementara kedua belah telapak tangan bersiap menutupi wajah.Beruntung saat itu mereka berada di satu bagian sungai yang lurus lagi dalam airnya. Tak ada batu-batu besar yang bertonjolan pada permukaan, sehingga Tumangg
Baca selengkapnya
Rahasia Tumanggala
"AH, Tumanggala, kau benar-benar berotak encer seperti ibumu ..." Kridapala tertawa mengekeh, tetapi baru sebentar sudah terputus oleh batuk. Lelaki paruh baya itu memegangi dadanya yang terasa sesak. Agaknya hunjaman tungkak Tumanggala tadi membuatnya terluka dalam. Namun rasa tak nyaman itu ia abaikan demi menyingkap satu rahasia. Kridapala tahu dirinya tak dapat berpura-pura lebih lama lagi. Ia memutuskan sekaranglah saatnya Tumanggala diberi tahu mengenai alasan di balik perbuatannya terhadap wira tamtama tersebut. Sementara Tumanggala sendiri dibuat mengernyitkan kening oleh ucapan Kridapala barusan. Apa katanya tadi? Aku tidak salah dengar, bukan? "Ibuku?" ulangnya dengan bingung. "Kau mengenal ibuku?" Kembali Kridapala tertawa mengekeh, tetapi tanpa suara dan pendek saja. Lalu masih sambil menyeringai tipis ia menatap Tumanggala yang tengah menatapnya dengan terheran-heran. "Aku lebih dari--" "Tunggu!" Tumanggala cepat menukas. Ia ingat pertanyaannya tadi belum dijawab. "
Baca selengkapnya
Orang Asing Bercadar
"KEPARAT! Jangan sentuh Gusti Puteri!" seru Tumanggala begitu mengalihkan pandangannya ke rakit batang pisang. Namun apa yang terjadi di atas rakit sangat cepat sekali. Tumanggala hanya sempat melihat seseorang mendarat ringan di sisi Dyah Wedasri Kusumabuwana. Wajah orang itu tertutup secarik cadar hitam. Hanya sekedipan mata berselang, orang bercadar itu menyambar pinggang sang puteri keraton. Lantas enak saja memanggulnya ke atas bahu, seperti kuli pasar mengangkut karung beras saja. Selanjutnya yang terlihat hanyalah kelebatan bayangan orang itu meninggalkan rakit. Diiringi jerit ketakutan Dyah Wedasri yang bergema di tebing batu sepanjang tepian sungai. "Sial!" maki Tumanggala geram. "Jangan lari!" Sang wira tamtama bergerak cepat, langsung melenting dari haluan sampan menuju rakit. Ujung kakinya hanya menjadikan lantai rakit sebagai pijakan, sebelum kemudian memburu ke arah kepergian orang. Kejar-mengejar segera saja terjadi. Orang yang menyambar Dyah Wedasri melompat ke ar
Baca selengkapnya
Menebak Pertarungan
KEJAR-mengejar di sela-sela semak belukar tak berlangsung lama, kurang dari sepeminuman teh. Sebelum sempat Tumanggala memperpendek jarak dengan buruannya, orang yang dikejar justru mendadak menghentikan lari. Tentu saja orang itu tidak sengaja berniat menunggu Tumanggala. Ia terpaksa berhenti karena tak bisa terus berlari. Di hadapannya terbentang satu jurang dalam yang tidak mungkin dilompati. Di atas panggulan, Dyah Wedasri sudah berteriak keras dengan paras sepucat mayat. Ia tadi merasa penasaran kenapa orang asing yang menggendongnya tiba-tiba berhenti. Saat itulah ia melihat jurang. "Jagad dewa bhatara!" desis Dyah Wedasri dengan ketakutan. Kalau saja orang yang memanggulnya tidak cepat mengerem laju lari, pastilah mereka berdua sudah terjun ke bawah sana. Hanya membayangkannya saja sudah membuat Dyah Wedasri merasa ngilu. Sementara orang bercadar hitam menggeram kesal. "Sialan betul!" desisnya, dengan pelipis tampak bergerak-gerak. Sepasang mata orang bercadar itu menyapu
Baca selengkapnya
Jeritan Dyah Wedasri
"BEKEL keparat!" maki Triguna, tampak sangat marah begitu melihat siapa yang berkata tadi. "Aku pikir kau sudah modar dihajar Tumanggala tadi!"Sambil membentak begitu, geraham Triguna yang kelam membesi tampak bergerak-gerak. Terdengar pula suara bergemeletuk keras, pertanda giginya beradu menahan amarah.Sedangkan yang dipanggil 'bekel keparat' justru menyeringai lebar. Meski setelah itu ia meringis dan tangannya cepat meraba bagian pangkal leher."Ah, ternyata kau pun belum modar setelah aku hajar di gua kemarin, Triguna," balas lelaki paruh baya itu dengan nada sinis."Keparat rendah!" geram Triguna lagi. "Kau sejenis binatang hina yang tak tahu balas budi, Kridapala. Aku bersumpah bakal menguliti sekujur tubuhmu di sini!"Orang yang barusan datang memang Kridapala. Lelaki paruh baya itu memaksakan diri mengikuti arah lari Tumanggala yang mengejar Triguna. Ia beruntung dua orang yang dibuntuti berhenti berlari karena terhalang jurang.Sambil melipat kedua tangannya di pinggang, Kr
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status