All Chapters of Dunia Baru Sagara: Chapter 31 - Chapter 40
124 Chapters
31. Mafia Sekolah
Setelah berjalan kurang lebih satu jam lamanya, Saga merasa suasana di sana terasa kondusif dan tidak ada tanda-tanda ancaman bahaya bagi mereka. Lelaki itu menurunkan Tyana di bawah pohon besar yang berdiri kokoh dengan daun rimbun. Ia melepas jaketnya dan diselimutkan pada Tyana yang masih pingsan. Sementara Omen menggelepar lemas di samping Tyana.“Kamu mau ke mana, Ga? Jangan tinggalkan kami,” refleks Omen bangun saat Sagara berjalan menjauhi mereka.“Aku mau cari kayu bakar. Sepertinya Tyana kedinginan.”“Hh, jangan jauh-jauh, Ga. Saya takut terjadi sesuatu lagi setelah kamu pergi.”“Aku akan mencari kayu bakar di sekitar sini. Tidak akan jauh dari jangkauanmu.”“Kalau begitu saya bantuin kamu, ya?”“Istirahat saja, Men. Tunggu Tyana, aku tidak akan lama.”Omen mengangguk dan Saga pun pergi mencari kayu bakar. Ranting, daun kering, atau segala hal yang bisa j
Read more
32. Siapa Dia?
Tyana hendak berpindah dari tempatnya untuk bergabung bersama Omen dan Sagara—duduk di depan api unggun. “Kamu bersandar saja di sini, Tya, jangan terlalu banyak gerak. Kondisi kaki kamu masih belum pulih.” “Aku ingin bergabung dengan kalian,” ngotot tak mau dilarang. “Bawa saja ke sini, Saga, daripada ngomel-ngomel lagi, kan.” Tyana mendelik sebal pada Omen dan tentu saja si rambut keriting itu langsung mengalihkan pandangannya takut. Saga memapah Tyana menuju api unggun, gadis itu didudukkan di antara Sagara dan Omen. Tak lupa Saga kembali menyampirkan jaketnya ke pundak Tyana. Omen menyaksikannya sambil berpangku dagu, dia merasa jadi kambing congek sendiri. “Kalian terlihat seperti sepasang kekasih, iya enggak, sih?” celetuk Omen membuat Tyana dan Sagara saling berpandangan. Tyana salah tingkah sedangkan Sagara menanggapinya dengan santai, hanya senyum tipis khas Sagara yang ia tunjukkan. “Tya tadi dengar enggak Saga ngomon
Read more
33. Nawang Citah
“Sudah jam tujuh pagi tapi suasana di sini masih sangat gelap,” gumam Sagara mendongak berusaha mencapai langit dengan pandangannya namun gagal karena rimbunnya pepohonan yang ada di hutan larangan. Hawa pagi hari sangat dingin melebihi semalam, kabut menyebar—membalut satu pohon ke pohon lain. Sisa pembakaran semalam masih menghangatkan meski tak seberapa.Saga menoleh ke belakang, dua sahabatnya tertidur pulas. Ia berinisiatif membangunkan mereka. Saga guncang pelan tubuh Tyana dan Asep, mereka tak jua membuka mata. Ia coba upaya yang sama sekali lagi dan hasilnya masih belum berubah. Kepanikan menyerang, “Tyana, Omen, bangunlah!” kata Saga terus menerus.Saga mematung sesaat, ia kemudian menyentuh leher dua sahabatnya, merasakan tubuh mereka masih hangat Saga mengela napas lega. Anehnya dua orang itu tetap tak sadarkan diri meski sudah Saga guncang beberapa kali. Kondisi tidak wajar, seberat apa pun rasa kantuk seseorang mu
Read more
34. Bertahan Hidup
Tyana menggeliat, ia mengadaptasikan pandangannya lantas duduk lemas sembari meresapi nyeri di punggung. Aneh, dia hanya tidur tapi kenapa punggungnya sakit sekali seperti habis terbentur benda keras. Rupanya Tyana tak menyadari apa yang terjadi selama ia tertidur di bawah pengaruh embun pelelap.  Tak lama setelah itu Omen juga bangun, ia mengucek matanya dan sedikit meringis. Merasakan hal serupa dengan Tyana. Setelah benar-benar sadar Omen kaget karena ia berpindah tempat.  "Loh, kenapa saya di sini? Apa saya tidur sambil jalan, Tya?" Tyana menatap Sagara tengah berdiri kaku di depan sana. Ia sudah memindai sekitar, Tyana yakin sesuatu yang buruk telah terjadi.  "Kamu juga ngigau sambil jalan, Tya? Kok bisa barengan, sih? Kita janjian di alam mimpi atau bagaimana?" "Pohonnya tumbang, Men," gumam Tyana.  "Hah, pohon?" Omen langsung mengar
Read more
35. Ingatan yang Kembali
Rasanya seperti menemukan surga di tengah neraka. Omen dan Tyana larut dalam ketakjuban terindah yang pernah mereka alami dalam hidup. Gemericik air sungai, bebatuan besar yang tersebar di tengah aliran bening, dan kicau burung yang menyambut pagi dengan ceria. Segenap lelah dipaksa lenyap dalam hitungan detik, Omen berlari mendekati sungai. Membasuh wajahnya dengan air bahkan sampai menenggelamkan sebagian kepalanya. “Yuhuuu!” soraknya, “Airnya seger banget, sini buruan!” ajaknya heboh setelah merendam tubuhnya di aliran sungai yang dangkal. Saga tersenyum, ia saling pandang dengan Tyana lalu menuntun gadis itu mendekati sungai. Tyana duduk di pinggirnya, meregangkan kaki dan tanpa diduga Saga langsung membasuh kaki Tyana dengan air dingin itu. “A-aku bisa sendiri, Ga,” kata Tyana sedikit gugup. “Enggak apa-apa, takutnya kamu kesulitan menjangkau air jadi biar aku saja yang membasuh kaki kamu.” Tyana diam, Sagara semakin meresahkan dari hari
Read more
36. Negeri Ambarwangi
Beberapa waktu lalu ... Ambarwangi adalah suatu negeri yang ada di daratan Pasundan. Negeri itu terkenal oleh gemah ripah kekayaan alam dan seluruh rakyatnya pun sejahtera di bawah pimpinan raja agung nan bijaksana bernama Majapati. Sejak berabad-abad lalu, Ambarwangi selalu menjadi destinasi para pendatang karena keindahannya yang seperti taman surga. Samudra membentang luas mengelilinginya, pegunungan menjulang kokoh, persawahan menghampar di desa-desa. Bisa dikatakan negeri Ambarwangi adalah definisi dari keindahan dan kebahagiaan yang sebenarnya. Tapi semuanya berubah sejak raja Majapati jatuh sakit selama satu tahun lamanya. Tiba-tiba Ambarwangi didera paceklik panjang—gagal panen, kekeringan, wabah penyakit menular muncul, korban berjatuhan. Itu adalah tahun paling mengerikan yang pernah terjadi di sepanjang sejarah negeri Ambarwangi. Diduga raja Majapati telah terkena kutukan atas kesalahan yang bahkan belum diketahui jelas apa penyebabnya.
Read more
37. Pria Bertopeng
Duarr!“Ahhh!”Sebelum berhasil mencapai kapal lawan, kapal Sagara terguncang usai meriam bola api diluncurkan dan mengenai bagian samping kapal. Sagara dan Larasati juga terpental karena ledakan kuat meriam bola api itu. Tangan Sagara sedikit mendapat luka bakar karena kejadian itu.“Keadaan semakin tidak kondusif, kita harus memukul mundur pasukan!”“Tidak, kita tidak boleh mundur. Jika kita menyerah maka Ambarwangi akan terancam. Perketat keamanan dan sasar kapal lawan, SEKARANG!”“Tapi Gara, kau sudah terluka. Kita telah kalah jumlah dan—““Aku bilang serang mereka sekarang!”“Kita akan mati jika terus memaksakan diri,” tekan Larasati berharap Sagara mau mengikuti sarannya, mereka harus mencari cara lain agar bisa bertahan hidup dan tetap menyelamatkan raja Majapati.“Demi Ambarwangi, aku tidak takut mati!”Larasati mendesah ber
Read more
38. Braga yang Setia
Tubuh Sagara bergetar, ia menahan napas dari dalam air. Ia pandangi tubuhnya yang masih terlilit tentakel raksasa. Kekuatan yang hampir habis berkumpul kembali di tangannya, Saga memukul-mukul tentakel itu lantas teringat akan satu hal. Pedang Nawang yang merasuki tubuhnya. Lelaki itu pun berkonsentrasi, ia menggerakkan tangannya lantas pedang tajam bercahaya hijau itu pun muncul. Sagara menusukkan pedang itu ke permukaan tentakel.“Aurghhh!” jerit makhluk itu spontan melepaskan tubuh Sagara—melemparnya ke sembarang arah dan kesempatan itu langsung dimanfaatkan untuk berenang naik.“Buarhh—hhh ... hhh ...”Sagara mereguk udara sebanyak-banyaknya, ia masih berada dalam air, hanya kepalanya saja yang menyembul. Ia berenang ke tepian sungai dan merasakan batu yang ia pijak bergetar dahsyat.“Hhh, takdir gila apa yang menimpaku ini?” gumamnya bersiap mengambil ancang-ancang.Getaran di batu yang Sagara pi
Read more
39. Evakuasi
“Bagaimana, apa mereka sudah ketemu?” tanya kepala sekolah yang ikut terjun langsung dalam upaya pencarian tiga siswanya yang menghilang di hutan.“Belum, Pak, tim relawan dikerahkan lebih banyak dari hari kemarin. Pihak sar, kepolisian, dan tentara juga sudah menurunkan bala bantuan yang disebar di berbagai titik,” jelas Damian.“Hh, ke mana perginya anak-anak itu. Sudah tujuh hari berlalu sejak mereka menghilang, apa mereka baik-baik saja?”Kepala sekolah mengkhawatirkan Tyana, tapi ia juga peduli pada dua siswanya yang ikut menghilang bersama sang putri. Selama tujuh hari tak sekali pun kepala sekolah melewatkan upaya pencarian putrinya. Berbagai pikiran buruk kerap menghampirinya, di pedalaman hutan sangat berbahaya, apakah Tyana bisa bertahan? Apa dia masih selamat? Apa yang dimakannya selama tujuh hari menghilang? Semoga tidak ada binatang buas yang menyakiti putrinya.Selalu doa-doa baik yang ia rapalkan di setia
Read more
40. Membingungkan
Mata lelaki itu mengerjap beberapa kali, cukup lama matanya beradaptasi akhirnya ia bisa melihat langit-langit yang didominasi warna putih. Sagara menengok ke samping, ia melihat punggung seseorang. Saat matanya terbuka sempurna, punggung itu berbalik dan memunculkan sosok wanita baik hati yang teramat menyayangi Sagara.“Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar, Sayang.”“I-ibu?” gumam Sagara pelan, Euis mendekat dan menggenggam jemari putranya terharu. Berulang kali ia mengucap syukur dalam hati, Euis nyaris kehilangan Sagara untuk yang kedua kalinya.“Iya, Nak, ini Ibu. Ada apa, Nak? Di mana yang sakit? Kamu mau ibu panggilkan dokter?”“Tidak, Bu, aku tidak apa-apa. Saga mencoba untuk duduk tapi sekujur tubuhnya sangat lemas.”“Kamu berbaring saja, Nak. Tubuh kamu masih lemah, Ibu bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana cara kamu bertahan hidup di tengah hutan selama tujuh hari lamanya.”
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status