Semua Bab Wanita Masalalu Suamiku: Bab 21 - Bab 30
91 Bab
21. Persahabatan Yang Retak
Rena mematung saat melihat seseorang di ruangan yang dimaksud Lexy. Seorang wanita yang kini menatap bengis kearah Rena yang masih berdiri diambang pintu. Bukan, wanita itu bukan Mita melainkan Wulan Arianda. “Apa-apaan. Mit, kenapa dia di sini!” tanyanya geram. Ya. Wulan sedang bersantai ditemani beberapa pelayan Mita yang sedang memberi perawatan untuk sekujur tubuhnya. Wanita itu bahkan terlihat sangat menikmati saat wajahnya dipoles berbagai macam brand make up terkenal pada kulitnya. “Mita udah nggak butuh lu, pergi deh.” ucap Wulan, tatapannya masih sama terlihat dari kaca rias di depannya. Rena melirik kearah Mita yang tetap menggigit apelnya, tak perduli padanya. Diamnya seakan membenarkan apa yang dikatakan istri dari Fais itu. “Baiklah kalau pertemanan kita sampe sini. Makasih ya, Mit. Gue pamit!” Wanita berbadan dua itu memilih pergi dari kediaman Mita. Airmat
Baca selengkapnya
22. Tentang Mita
Wanita mungkin di takdirkan menunggu. Sebagian besar wanita bisa sabar, sampai akhirnya apa yang diinginkan menjadi milik mereka. Entah sampai berapa lama. Sumber penulis : Rasa dan Asa. 🌺🌺🌺🌺🌺🌺 Sudah beberapa hari ini, Rena hanya diam di rumah. Mengerjakan pekerjaannya melalui laptop, dan sama sekali tidak mengunjungi Restoran dan juga Supermarketnya. Bosan. Wanita cantik itu bosan dengan rutinitasnya. Aldi sering bertanya mengapa istrinya selalu di rumah, dan hanya dijawab dengan sebuah gelengan kepala. Aldi merasa istrinya semakin jauh, meski seatap dengannya, tapi istrinya seperti tidak mengindahkan kehadirannya. Untuk mengusir rasa sedihnya di hati, Rena memilih berkutat di dapur mencoba membuat aneka kue. Wanita itu merasa sangat senang, saat bolu yang ia buat mengembang sempurna. Tak henti-hentinya wanita itu tersenyum senang, dan berkali-kali meminta
Baca selengkapnya
23. Sudut Pandang, Rena Theressia
Aku menikmati masa-masa kehamilanku. Yah, meskipun aku merasa menjalani masa-masa penting ini sendirian. Kehamilanku menginjak usia lima bulan, itu artinya sebentar lagi aku akan resmi menjadi seorang ibu. Dari awal, saat aku baru saja tahu aku tengah mengandung. Aku memilih mempercayakan semua pekerjaanku pada orang-orang kepercayaanku. Aku ingin memberi yang terbaik untuk anakku. Ah, ya. Selama hamil, aku jadi suka sekali membuat berbagai macam kue. Ada rasa bahagia tersendiri, bohong juga sih, sebenarnya itu semua untuk mengusir rasa sepi dan menjauhkan diri agar tidak lebih lama satu ruang dengan mas Aldi. Moodku sangat berantakan sebenarnya. Aku takut akan berimbas buruk pada calon bayiku. Aku sudah bertekad akan menganggap mas Aldi seperti tidak ada di rumah. Aku berhenti memasak dan menyiapkan baju kerjanya. Aku malas untuk berdebat lagi, karena untuk merasakan sakit hatiku saja perutku jadi sering kram. Untungn
Baca selengkapnya
24. Retak
Sejak kejadian dua hari yang lalu, Mas Aldi menyuruhku diam saja di kamar, tapi tetap tidak aku gubris. Aku tetap menganggapnya tidak ada, bahkan suara yang keluar dari mulutnya, kuanggap hanya sebuah angin lalu.Aku memilih menyiram tanaman di pot kecil yang kuletakkan didekat garasi. Sambil bersenandung lirih, aku menyiraminya sampai semua tanamananku basah.“Oooh, pantes aja, Aldi nggak pernah mau diajak ketemu, ternyata bocahnya sedang hamil, tooh!”Mataku celingukan mencari sumber suara yang ternyata berasal dari seorang wanita berambut merah menyala tak jauh dari tempatku berdiri. Aku memutar bola mata malas dan berbalik hendak masuk kedalam rumah. Malas rasanya untuk meladeni.“Sadar diri, dong! Lu, tuh, cuma benalu di persahabatan gue sama Aldi,” teriaknya, membuat beberapa tetangga komplek menoleh kearahnya.Bahkan beberapa tetanggaku mengajak anak mereka m
Baca selengkapnya
25. Kedatangan Mita
Dulu, aku sangat menginginkan ini terjadi. Tapi setelah apa yang kudengar tadi ... Apakah salah aku meminta secercah harapan untuk kembali merajut tali kasih kami berdua? Aku memandang nanar tirai berwarna abu-abu. Terdengar suara petir bergemuruh dan hujan angin. Di mana mas Aldi akan tinggal? Ah, iya, aku ingat suamiku itu punya kakak laki-lakinya yang berkerja sebagai supir pribadi di daerah sumur batu. Mungkin suamiku akan ke sana. Di sisi lain hatiku, aku ingin sekali menanyakan dirinya kini ada di mana dan apa dirinya sudah makan? Namun gengsiku terlalu tinggi hingga merobohkan nuraniku. Tok! Tok! Tok! “Sebentar, Mbok,” sahutku setengah teriak, kemudian bergegas membuka pintu. Sesampainya di sana dan memutar kenopnya, aku tertegun. Di hadapanku, ada seorang wanita berambut ikal yang sangat aku kenali. Air mataku langsung merebak saat melihatnya, sesak di dada pun semakin terasa, aku takut, ini hanya h
Baca selengkapnya
26. Tekad
Netraku terbelalak kala menatap layar ponsel Mita yang dia serahkan padaku. Kali ini, aku harus benar-benar mengambil keputusan dan membulatkan tekadku. “Lebih baik kita kesana sekarang, Mit.”Sahabatku mengangguk mengerti. Kami pun langsung bergegas membuka pintu, menuruni tangga dan tak lupa pula berpamitan dengan Mbok Nah. Wanita tua itu nampak khawatir padaku, terlihat dari sorot matanya yang sendu. Mungkin dia khawatir padaku, dalam kondisi hamil dan sudah larut malam malah keluar rumah, apa lagi di luar sedang hujan. Biarlah, kali ini aku akan menangkap basah mereka berdua. Aku mendesahkan napas berat, teringat dari story WhatsApp dari nomor gundik itu, mereka tengah berdansa disalah satu Cafe cukup mewah dan aku tahu itu di mana. Jarak pandang mereka berdua begitu dekat, hingga tersekat oleh hembusan napas mereka saja, begitulah yang kulihat. Sedangkan netra mereka berdua nampak hanyut dalam musik yang men
Baca selengkapnya
27. Perkelahian
Rena, ya ampuun! Lu, tuh, gue cariin dari tadiiii .... Ternyata malah di sini! Ayo, ikut gue. Lu harus liat ada Ji Chang Wook KW yang lagi berantem sama calon mantan laki lu!” Aku menghentikan langkah yang diseret paksa oleh Mita. Aku baru ingat Risjad sudah tidak di sini. Hatiku tak karuan saat kembali berjalan menyusuri lorong bernuansa serba cokelat dengan lampu hias dikanan-kirinya, mempercantik suasana lorong Cafe. Dengan langkah ragu, aku melangkah kembali menuju pintu masuk Cafe, tapi sebelum masuk ke dalam bahkan baru saja sampai diambang pintu, aku dikejutkan oleh dua orang lelaki yang tengah berkelahi. Mataku terbuka lebar saat tinju beruntun yang di layangkan dari tangan Risjad.  ”Brengsek Lo!” teriak Risjad dengan tatapan nyalang menatap bengis lelaki di hadapannya. Aku hanya mematung saat tangan putih Risjad memegang kuat kerah kemeja Mas Aldi,
Baca selengkapnya
28. Teka-Teki
Tok, tok, tok...Mita membuka pintu, meninggalkan kami yang sedang bersitegang di ruang tengah. Lelaki yang masih sah suamiku itu masih menatapku tajam saat mendengar ucapanku barusan.Tiba-tiba Mita berlari menghampiriku, membisikan sesuatu yang membuatku terkejut. Kemudian mengekori langkahnya.“Ka-kamu ... Ngapain, Ris?” tanyaku gugup, bagaimana pun, aku masih sah sebagai seorang istri dari Kresnaldi pecundang itu.Risjad memakai kaos putih polos, membuat dada bidangnya terpampang jelas. Kata Mita, dada yang sandarable banget. Maklumlah, dia jomblo dan suka berekspektasi.“Oooh ... Jadi lu kesini mau berusaha ngegebet bini gue, iya?!”Sebelum Risjad menjawab pertanyaanku, Mas Aldi lebih dulu merangsek dan meninju wajah tamuku itu. Sungguh, kesadaran dirinya mungkin sangat minim.“Stooop!!!” teriakku hingga membuat per
Baca selengkapnya
29. Waktu Tiga Hari
Mas Aldi tiba-tiba pergi seraya menggandeng tanganku dengan tangan kirinya. Menghiraukan suara Wulan yang memerintah lelaki itu agar kembali. Sedangkan aku diam saja, ingin tahu kemana dia akan membawaku.    Ternyata, Mas Aldi membawaku ke area parkir yang sedang sepi. Hanya ada penjual minuman dan tukang parkir di sana. Mas Aldi menatapku dengan pandangan yang susah diartikan.    “Bilang, ada apa ... Aku malas berbasa-basi!” ucapku enggan.    “Rena Theressia ... Kamu bukan lagi seorang wanita yang patuh seperti dulu,” katanya sambil tersenyum kecil, dan menuntunku agar duduk di pinggiran trotoar sebuah perumahan.    “Apa maksudmu ingin aku diam saja begitu, melihat Suamiku sendiri dengan terang-terangan keluyuran dengan gundiknya?!” aku yang memang mudah tersulut emosi langsung berdiri sambil menudingnya. Namun lelaki itu masih saja tersenyum kecil.    “
Baca selengkapnya
30. Kepalsuan Aldi
Tepat tiga hari ini, mas Aldi menepati janjinya. Lelaki itu datang sambil membawa plastik hitam dalam tangan kirinya. Membuatku menerka-nerka, apa yang ia bawa? “Terimakasih udah nunggu aku, meski aku tau, kamu pasti pengen banget bawa pergi masalah kita ke Pengadilan agar cepat selesai.” ocehnya, membuatku memutar bola mata malas. “Aku sengaja mendekati Wulan agar bisa mengambil ini, meski aku tau caraku salah di matamu,” lanjutnya sambil membuka plastik hitam yang dibawanya. Mataku membulat melihat boneka yang ia beri pada gundikinya ada tepat di depanku. “Kamu tau? Aku juga sakit melihat kamu diperhatiin lelaki lain. Tapi karena sekarang aku di sini ... Kamu mau 'kan membatalkan perceraian kita?” Kini mulutku membisu. Tekad yang sudah ada diujung membuatku ingin memundurkannnya. Namun, aku juga masih ragu. Karena boneka di depanku ini tampak mulus tanpa koyakan ditengah kepalanya seperti yang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status