All Chapters of Wanita Masalalu Suamiku: Chapter 1 - Chapter 10
91 Chapters
1. Curiga
“Wulan, kangen kamu.” aku membeku kala mendengar suara dari dalam kamar mandi. Apakah Mas Aldi tengah menelpon seseorang? Ku dekatkan telinga di pintu berwarna putih itu, untuk memperjelas pendengaranku.“Buka dong,” deg! Sedang apa mereka? Apa mereka tengah video call dan memperlihatkan sesuatu yang tidak seharusnya? Ya Tuhan!Langkahku lemas, apakah perubahan mas Aldi enam bulanan ini ada sangkut pautnya dengan wanita bernama, Wulan?Aku melangkah kembali ke meja makan, menunggu suamiku selesai dari aktifitasnya. Hatiku bergemuruh, mataku sudah memanas sedari tadi, tapi aku tidak boleh menumpahkan semua bulir embun yang mendesak keluar.Tak berapa lama, Mas Aldi telah siap memakai jaz hitam dengan kemeja putih di dalamnya. Lalu duduk, menikmati sarapan yang enak untuknya dan terasa hambar di lidahku.Ku pandang wajahnya, tidak ada raut bersalah sama sekali. Dia ju
Read more
2. Bertengkar
Aku merebahkan tubuhku di kasur yang dilapisi sprei berwarna putih polos. Pandanganku kosong mengarah ke langit-langit rumah, sedangkan pikiranku tengah melanglang buana pada kejadian hari ini. Orang yang pernah menghilangkan kepercayaanku, dan sudah kuberi setengah hati lagi, malah kembali menghianati aku. Bukan tidak pernah aku menegur wanita itu, selama berpacaran tujuh tahun dengan mas Aldi. Sudah berkali-kali aku menegur mereka. “Kamu 'kan perempuan, tolonglah hargai saya sebagai pasangan, mas Aldi.” kataku tegas disambungan telfon yang terhubung. Wanita itu tertawa, “kamu nggak punya sahabat, ya? Pantes aja cemburu!” katanya, lalu mendengkus. “Jangan terlalu cemburulah, kami dekat sebelum Aldi mengenalmu.” imbuhnya, lalu memutus sambungan telfon sepihak. Yang membuatku tercengang adalah nama anak wanita itu, ‘Kresnaldi Pramudia Wardana' nama yang sama dengan nama suamiku-
Read more
3. Suami Wulan
Keesokan harinya, aku berniat menginjakkan kakiku di restoran milikku. Aku hanya ingin menggertak pelakor itu, coba sejauh mana dia bermain-main. Selama ini suamiku memang tidak tahu tentang bisnis restoran ini. Dia hanya tahu aku mempunyai supermarket saja. Buat apa aku memberi tahunya? Restoran ini aku percayakan kepada kakak ku. Dulu, saat aku mengutarakan niat ingin membina bahtera dengan mas Aldi, semua keluargaku menolak mentah-mentah. Kini aku percaya, ridho orang tua adalah ridho Allah. Mungkin jalan rumah tanggaku yang curam ini, salah satu jawaban agar aku tidak lagi bersama dengan lelaki itu. Mita sudah antusias saat menginjak restoran ini, dia terus saja berceloteh dengan semangatnya karena akan berbicara banyak saat di hadapan suami Wulan. Saat pramusaji menghampiriku, aku membisikannya agar memanggil orang yang kumaksud. Tak berapa lama, orang memakai kemeja hitam dengan celana senada tengah tersenyum hormat menatap k
Read more
4. Bertemu Wulan
“Syukurlah kamu udah sadar!” suara Mas Aldi? Aku mencoba membuka mata yang terasa berat, kepalaku pusing sekali. Aku berusaha menepis tangannya yang membantuku duduk. Kuraba bajuku, kini sudah diganti dengan baju hangat.Mataku menatap tajam dirinya, rasanya aku tidak ingin dia sentuh lagi setelah apa yang terjadi.“Kenapa? Aku masih sah, Suamimu.” katanya lembut dengan mata menyipit.“Kamu memang masih Suamiku,” sahutku lalu mendecih, “Suami diatas kertas!” ucapku dingin.Aku menyibak selimut tebal milikku untuk menutupi tubuh hingga ujung rambut. Aku malas berdebat dengannya. Percuma saja, bukan? Dia tetap merasa benar dengan apa yang telah dilakukannya, dan menurutnya sikapku yang seperti ini bukanlah seharusnya.Lelaki itu mengguncang tubuhku agar menoleh padanya. Dengan kesal kusibak kembali selimut agar terbuka kemudian duduk menghadapn
Read more
5. Cafe Morino
“Kamu tentu tau 'kan? Kakak bisa saja mendepak suamimu dari kantornya.” ucapan Kak Adi di angguki oleh sahabatku--Mita.“Kamu sudah disakiti seperti ini dan masih berharap hubungan kalian membaik?” imbuhnya dengan mata menyipit.Buliran bening kembali membasahi pipiku, tapi cepat kuhapus dengan tangan kananku.“Jangan nangis, Rena. Kakak nggak bisa liat kamu begini.” kemudian lelaki itu berdiri masuk ke ruangannya. Sedangkan aku dan Mita lebih memilih pergi menuju parkiran.“Jangan mau disakitin terus, Ren. Kakak lu aja nggak rela, gue juga sama. Ngga suka liat lu begini.” terangnya, lalu masuk ke mobil dan melajukannya.Ini sangat berat. 🌺🌺🌺🌺🌺Aku melajukan kendaraanku dengan kecepatan sedang. Aku malas sekali pulang dan harus melihat penghianat itu di rumah. Satu-satunya tempat untuk menen
Read more
6. Pertemuan
Fais menarik lengan istrinya dengan kasar menuju pintu keluar, menerobos paksa kerumunan orang yang penasaran terhadap kami. Lelaki itu tidak mengindahkan jeritan istrinya yang meminta dilepaskan.    Aku tentu khawatir kalau Fais benar-benar menalak wanita itu, pasti dia malah sangat senang menerimanya dan lebih leluasa mendekati suamiku.    Aku ingin mencoba menyelamatkan rumah tanggaku, setelah nanti apa yang ada di pikiranku terjawab salah, aku ingin memperbaiki seperti semula.    Aku melirik Mita yang kini sedang menerima telfon seraya menjauh dariku. Sedangkan Mas Aldi terus menatap pintu Cafe yang sudah kembali tertutup. Ah, mungkin dia tengah merasa bersalah pada sahabatnya.    “Ren, gue pulang ya' nyokap gue baru aja balik.” ujar Mita pamit, dan aku mengangguk.    Aku memilih kembali duduk, tak menghiraukan Mas Aldi yang terus berdiri menatap kaca
Read more
7. Bohong
“Sayang, berkas aku ketingga--”  Semua orang memandang lelaki yang kini berdiri memegangi handle pintu. Tatapannya menatap ke arah Wulan dan Fais bergantian.  Sedetik kemudian, raut wajah yang tadi bingung berubah seperti biasa lagi.  “Ternyata ada tamu,” ucapnya, lalu masuk mencari berkas yang dicari.  “Mas,” cegahku saat Mas Aldi sampai di pintu. Lelaki itu menoleh menghentikan tangannya memutar kenop.  “Katanya ada yang mau kamu omongin. Nih, ada Pak Fais.”  “Ta-tapi...” ucap Mas Aldi gugup.  Aku jadi meragukan dirinya, padahal baru semalam dia berjanji padaku. Ku perhatikan dirinya yang perlahan duduk di sampingku.  Tatapan Wulan terus mengarah ke Mas Aldi, hingga suaminya menyenggol lengan wanita itu, lalu menunduk.  “Teruskan, Pak Fais, tentang pembicaraan kita. S
Read more
8. Pov Wulan
Kali ini hujan turun lagi, aku duduk memandangi hujan yang terbawa angin dengan sesekali cipratannya mengenai kaca. Sweater merah muda membalut tubuhku, aku menikmati hujan di balik jendela kaca dengan secangkir teh manis panas. Kugosok hidungku yang terasa gatal, kemudian mengusap kedua tanganku agar lebih hangat, aku menangkupkan kedua tanganku di pipi dengan mata terus memandang hujan. “Lan,” Aku menoleh, ternyata Bapak. Mungkin dia baru saja pulang dari ladang, karena bajunya yang basah, pasti dia baru saja pulang kehujanan. “Kenapa, Pak? Mandi dulu aja, Pak.” sahutku, lalu melangkah ke dapur hendak membuatkan lelaki tua itu teh panas tawar, karena Bapak tidak suka manis. Dari tirai dapur, aku dapat melihat Bapak menuruti ucapanku melangkah menuju kamar mandi. Aku baru saja ingat, ada pisang tanduk di lemari makanan. ‘mending pisangnya ku goreng saja.” aku bergumam.&
Read more
9. Putus
Aldi terus menghiburku, bahkan dirinya selalu menemuiku setelah pulang kerja. Memastikan perutku sudah terisi, dan tentunya aku suka dengan perhatiannya.Kini, kami sedang menikmati mie ayam langganan kami. Makanan favorit kami. Sambil menunggu pesanan kami datang, aku mencoba membuka efbe di ponsel mungilku.“Loh, Di! Kok, akun aku kamu blokir 'sih?” gerutuku.“Cewekku nggak suka sama komentar kamu, Lan. Dia marah-marah semalem,” ucapnya sembari menyeruput kopinya.“Cemburuan amat, sih! Harusnya kalo dia mau jadi pacar kamu, ya harus mau terima aku!” sahutku jengkel. “coba, gimana sih pacarmu?”Aldi mengeluarkan ponsel yang cukup bermerk, mengetikkan beberapa huruf di kolom pencarian lalu mengkliknya saat yang dicari ketemu.Aku menatap foto wanita yang mungkin usianya masih belasan. Ku tebak, dia pasti masih SMA! Cih
Read more
10. Perjodohan
Hari berlalu dengan sangat cepat. Bapak, sudah berada di Jakarta. Dirinya lebih memilih mengontrak di daerah Sunter. Tidak bersama dengan aku dan Ibu. Selama itu juga, Aldi terus menemaniku, menuruti segala kemauanku. Sesuatu yang telah terjadi di antara kami tidak menggoyahkan persahabatan kami. Karena, beginilah persahabatan kami. Hari ini aku tidak berkerja, bapak sudah menelpon akan menemuiku siang ini di kontrakan Ibu. Aku menunggunya dengan gelisah, karena apa yang bapak ucapkan adalah mutlak. Cepat atau lambat, perjodohan ini akan aku jalani dan pastilah akan berujung ke pernikahan. Tok! Tok! Tok! “Assalamu'alaikum,” aku semakin gugup tak karuan kala mendengar suara yang sedari tadi mengganggu pikiranku. Bapak! “Wa'alaikumussalam, Pak!” jawabku seraya membuka pintu berwarna cokelat kehitaman. Mataku bertemu pandang dengan seorang lelaki berkulit kecoklatan, berambut ikal dan
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status