Semua Bab TETANGGA SOK KAYA: Bab 41 - Bab 50
76 Bab
Bab 41
Pov 3  "Heyyy!"  Bu Haminah menghentikan langkahnya dan menoleh ke asal suara. Terlihat wanita yang tadi memakinya tengah berkacak pinggang. Satu tangannya memegang ponsel yang masih menyala.   Dia mengarahkan kamera ponselnya ke arah wajah Bu Minah. Wanita itu berteriak dengan cukup keras.   "Esih! Lihat itu! Kamu selalu bilang Kang Wawan lelaki baik dan gak mungkin khianati kamu! Itu buktinya apa?! Lihat wanita itu istrinya Kang Wawan yang baru!"   Wajah Bu Minah memucat. Dia memalingkan muka dan berjalan menjauh dari tetangganya yang masih mengoceh. Rupanya wanita itu sedang melakukan panggilan video dengan istri pertamanya Pak Wawan.   Bu Minah segera masuk ke dalam rumah. Hatinya masih deg-degan. Bagaimanapun kejadian serupa pernah di alaminya. Kejadian yang membuat dia keh
Baca selengkapnya
Bab 42
Seorang wanita yang disebut Bi Isah itu sudah berdiri di depannya. Pakaiannya serba ketat sudah seperti mau senam aerobic. Dia hanya memakai celana lejing dengan kaos ngepas di badan. Wajahnya berwarna, bukan cantik kesannya tetapi lebih pada berlebihan. Bibir merah menyala, di atas kelopak mata memakai eyeshadow hijau terang.    Resti tertegun melihat perawakan orang yang akan menjadi ART-nya. Namun suara Mpok Inem membuyarkan pikirannya.    “Neng, ini Bi Isah … umurnya sih baru 30 tahun, dia udah punya anak tiga! Yang pertama anaknya usia 12 tahun, yang kedua delapan tahun dan yang paling bontot baru enam tahun,” ucap Mpok Inem lagi.    “Saya Resti, mari masuk Bi!” Resti mempersilakan pembantu rumah tangganya yang baru. Bi Isah langsung di ajak Mpok Inem ke dalam.   
Baca selengkapnya
Bab 43
Bu Minah melengos pergi meninggalkan lelaki paruh baya yang sedang memijat kepala. Sebetulnya istrinya---Esih memintanya untuk keluar dari rumah itu jika masih mempertahankan Bu Minah sebagai istrinya. Namun dia kembali tidak tega ketika mendengar jawaban Bu Minah yang bersikukuh untuk mempertahankan pernikahannya. Dia menatap punggung Bu Minah menjauh. “Enak saja nyuruh cerai, saya gak akan mau cerai sebelum bisa menikmati uang yang kamu kirimkan Esih!” batin Bu Minah sambil tetap melanjutkan langkah menuju rumah Winda. Setibanya di sana dia kembali berbaur dengan ibu-ibu di dapur. Sementara mulutnya mengoceh berbicara, tangannya sesekali mengamankan makanan dan memisahkannya.  Menjelang sore acara di mulai. Dia dan beberapa tetangga masih di sana. Membungkuskan bingkisan untuk semua peserta pengajian. Dalam tiap plastik itu ada satu box nasi lengkap dengan lauk pauknya ditambah air mineral serta
Baca selengkapnya
Bab 44
“Sudah, gak usah banyak tanya … sekarang kemasi barang-barang kalian dulu! Kalian harus pergi secepatnya dari rumah ini! Saya gak mau menyambut Esih dengan keadaan seperti ini! Hatinya pasti terluka!” “Terus kami tinggal di mana Kang?”  Wajah Bu Minah memelas sambil mengiba pada Pak Wawan. Namun lelaki itu malah meninggalkannya ke dalam dan mengeluarkan koper milik Bu Minah.“Kalau Teteh gak mau beresin, biar saya aja yang beresin!” “Eh, bentar atuh, Kang! Saya bisa beresin sendiri!”  Bu Minah mengejar suaminya yang sudah mengeluarkan koper dan menuju kamarnya. Dia mengambil koper itu dari tangan suaminya. “Sekarang saya beresin semua barang ini, tapi saya gak mau bercerai sama Akang! Bantu saya atuh, Kang! Nanti mantan suami saya ngambil Reni lagi dari saya!” Wajah Bu Minah memelas. Pak Wawan
Baca selengkapnya
Bab 45
Dua belas tahun kemudian.  “Dinda, kita nebeng ya!” ucap Reni sambil menyenggol lengan Dinda.  “Emang mau pulang ke mana? Ke rumah ayah kamu lagi?” tanya Dinda---gadis cantik yang tinggi semampai dengan rambut tergerai indah. “Iya, tapi Tiara lagi gak bawa mobil. Dia naik angkutan umum! Aku males lah!” Gadis berseragam putih abu itu melirik ke arah Tiara---saudara tirinya yang tengah mengikat rambutnya. “Ren, Ren! Kamu tuh ya! Kan kata ayah kita harus terbiasa hidup dalam semua kondisi! Jangan hanya ingin hidup enak, hidup senang, kita juga harus belajar hidup susah!” ucap Tiara sambil menghampiri kedua orang itu. Rambutnya sudah rapi terikat ekor kuda. “Kamu tuh bilang gitu, enak! Selama ini hidup dengan fasilitas lengkap ayah! Kamu yang belum merasakan hidup susah! Aku sampai saat ini hanya tinggal di kontrakan petakan
Baca selengkapnya
Bab 46 - Session 1 End
Satu komplek kontrakan itu dihebohkan dengan kejadian malam itu. Beberapa warga yang mengenal Pak Dermawan langsung menghubunginya. Reni terisak karena takut dan gemetar atas teriakan dan makian beberapa warga. Mereka di giring ke rumah pemilik kontrakan.   Ibu pemilik kontrakan langsung menghubungi Bu Minah yang baru saja tiba di kota kenangan. Wanita itu akhirnya langsung kembali malam itu juga.    Warga masih berkerumun menonton dua manusia yang masih berpakaian alakadarnya. Tidak lama Pak Dermawan datang. Lelaki berwajah teduh itu berkali-kali menarik napas panjang. Rasa pedih, kesal dan kecewa bercampur menjadi satu.    “Ren! Setega ini kamu mempermalukan ayah?” lirih Pak Dermawan. Dia mendudukan tubuhnya di kursi rotan milik ibu kontrakan.    “Maafin Reni, Yah!” Ditengah isaknya, gadis itu masih sempat meminta maaf.    “Ayah kecewa sama kamu, Ren! Sia-si
Baca selengkapnya
47-Session 2 bag 1
"Reni, Kamu ngabisin gula Mbak lagi ya?” teriakku dari dapur. “Ya elah, Mbak! Gula doang pelit amet!” Kudengar adik iparku menyahut dari dalam kamarnya. Aku hanya menghela nafas. Kebiasaan buruknya sepertinya sudah melekat. Setiap kali kuhabis belanja bulanan maka sebagian bahan makanan akan berpindah pada toples yang dia simpan di kamarnya. Gula, kopi, teh, susu dalam sekejap semua akan tinggal setengah. Padahal aku tidak pernah membatasinya yang penting bekasnya dirapikan kembali dan tetap disimpan di dapur yang bisa di akses bareng-bareng. Jika barang-barang itu sudah masuk ke dalam kamarnya maka pantang untuk keluar lagi.Semenjak Ali menikah dengannya dan mengajaknya tinggal di rumah ini semua menjadi serba sulit. Dia bukan hanya tidak pandai menitipkan diri, tetapi aji mumpung. Semenjak mereka di sini kebutuhan harian meningkat dua kali lipat. Selain itu, hal yang pali
Baca selengkapnya
Bab 48-2
"Ren, kamu yang sopan, ya! Jangan menguji batas kesabaran Mbak! Kalau sudah gak nyaman dan gak bisa ikut aturan, silakan pergi dari rumah ini!” Teriakku di depan kamarnya. Tidak ada sahutan yang terdengar. Rupanya dia masih takut juga jika kuusir. Aku segera berlalu menuju teras. Tehku sudah menghangat rupanya. Baru satu biskuit yang kuhabiskan tiba-tiba Bu Marni pedagang pakaian keliling datang. “Assalamu’alaikum, Mbak Rumi!” ucapnya dengan senyuman merekah. “Wa’alaikumsalam! Jualan, Bu Mar?” sapaku ramah sambil menarik satu kursi untuknya. “Iya ... saya di sini aja duduknya, Mbak Rum,” ucapnya sambil memilih duduk di lantai dan menggelarkan dagangannya. “Ayo, dipilih pakaiannya ada model terbaru nih, yang ini daster yang lagi musim lho, terus kalau yang ini pakaian tidur kekinian, biar suami betah, Mbak!&rdqu
Baca selengkapnya
Bab 49-3
"Nih kamu nyapu dulu, bersihkan semua rumah, nanti Mbak kasih kamu uang!” Kujatuhkan sapu itu didepannya. Kemudian kubanting pintu dengan keras. “Mbak Rumiii!” teriaknya kesal. Tidak lagi kuhiraukan. Pintu kukunci dari dalam agar dia tidak menggangu istirahatku kali ini.Entah apa yang terjadi selanjutnya. Tidak kudengar lagi suara dari depan kamar. Semoga saja anak itu benar-benar membersihkan rumah. Baru sebulan menumpang saja sikapnya sudah melunjak. Entah apa yang membuat Ali tertarik untuk memperistrinya. Andai saja kutahu lebih awal tentang perangainya yang menyebalkan sudah kupastikan, Ali tidak akan berjodoh dengannya. Aku sebetulnya lebih menyukai Tiara yang katanya saudara tirinya. Namun sepertinya Reni lebih agresif mendekati Ali. Sekarang, nasi sudah menjadi bubur. Tidak baik jika aku menyuruh mereka berce
Baca selengkapnya
Bab 50_4
Aku mempercepat jalanku agar segera tiba di kediaman Bonbon. Berharap segera pulang kembali dan mencari tahu siapa wanita itu?  “ Assalamu’alaikum,” ucapku.   “Waalaikumsalam,” jawab seseorang dari dalam.   “Bar! Nana ada di dalam?” tanyaku pada Ambar---Ibunya Bonita.  “Ada Rum, ayo masuk aja!” ujarnya sambil memberikan jalan padaku untuk masuk mengikutinya.  “Eh, masih belum kelar belajarnya?” tanyaku ketika melihat Nana dan Bonbon beserta buku mereka yang berantakan.   “Belum, Mah!” jawab Nana dan Bonbon.   Aku duduk di sofa milik Ambar. Tipe rumahnya sama dengan milikku, cuma punya mereka sudah di renovasi dan dibikin dua lantai.  
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status