All Chapters of 100 Langkah Melupakan Kisah Kita: Chapter 41 - Chapter 50
96 Chapters
40. Pantai dan Cerita Masa Lalu
Suara dari tayangan televisi mendominasi seisi apartemen. Sesekali suara berisik bungkus camilan yang isinya baru diambil, suara kuah yang diseruput, serta denting sendok yang mengenai mangkuk terdengar. Si pembuat suara itu tak lain adalah empat orang laki-laki berusia sebaya yang kini sudah sibuk dengan mangkuk berisi mie ayam di hadapan masing-masing.“Kenal,” jawab Riga beberapa saat kemudian. Ia menyingkirkan plastik berisi sampah ke samping sofa, di belakangnya.“Seberapa kenal mereka? Kalau cuma kenal biasa kayaknya nggak mungkin mereka sampai boncengan kayak gitu, gue cukup kenal Gamma. Dia orangnya cuek kalau sama cewek.” Pandu angkat bicara sambil memasukkan satu sendok sambal ke dalam mangkuknya.“Nah, bener juga. Gamma cuek dan lagian bukannya dia udah punya pacar, ya? Gamma pacaran sama Nada, kan? Oh, atau jangan-jangan Gamma ....” Belum sempat Sakti menyelesaikan kalimatnya, Dana sudah menoyor kepalanya. Membuat laki-laki itu menggerutu kesal.“Jangan berburuk sangka sam
Read more
41. Hadiah dari Bara
Jam dinding menunjukkan pukul sembilan tepat ketika Alena membuka pintu kamarnya. Alena menutup pintu, meletakkan tas selempangnya di lantai begitu saja, ia langsung mengempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Matanya terpejam, menghalau cahaya putih dari lampu yang berada di tengah langit-langit kamarnya. Ia lelah, tapi juga merasa lega.Di pantai tadi, Alena dan Riga menghabiskan waktu cukup lama. Bermain pasir pantai sambil sesekali menjahili satu sama lain, dan tertawa lepas tanpa beban. Sebelum pulang, mereka mampir ke salah satu tempat makan tak jauh dari pantai, makan malam. Baru setelah itu, Riga mengantar Alena pulang.Sampai rumah, Alena langsung disambut oleh Budi. Pria paruh baya itu langsung meloncat bangkit begitu Alena dan Riga datang. Tanpa perlu bertanya pun sudah bisa dipastikan kalau Budi pasti menunggu Alena di teras sejak tadi. Budi langsung memberondong Alena dengan berbagai omelan—lebih ke nasihat kalau menurut Riga—, tapi kemudian pria itu memeluk Alena erat. Terlih
Read more
42. Sebuah Keputusan
Alena tidak berhenti merutuki dirinya sendiri sejak bangun tadi. Lagi-lagi ia terlambat bangun padahal hari ini adalah hari pertama ujian. Ketika ia turun, rumahnya sudah kosong. Papanya berangkat lebih dulu karena harus meninjau ke lapangan. Meski begitu, papa sudah menyiapkan bekal berisi roti dengan selai stroberi untuk Alena sarapan. Setelah memasukkan bekal ke dalam tas, Alena segera berangkat.Namun, alangkah terkejutnya ia saat membuka pintu pagar. Riga—dengan motornya yang sepertinya baru dicuci—sudah menunggu di depan rumahnya. Alih-alih bertanya ‘sejak kapan laki-laki itu ada di sini?’ justru yang keluar dari mulut Alena adalah “Lo ngapain di sini?”“Jemput lo, ngapain lagi? Buruan naik,” perintah Riga seraya menoleh pada jok belakangnya yang kosong. “Malah diam, lo mau kita berdua telat terus nggak dibolehin masuk ruang ujian? Naik cepetan.”Alena mengerjap dan mengangguk. Ia buru-buru mengunci pintu pagar, kemudian naik ke boncengan. Setelah memastikan Alena naik, Riga mel
Read more
43. The Secret is Out
Ini adalah kombinasi paling gila menurut Alena selama ia bersekolah di SMA Angkasa. Bagaimana tidak, bayangkan saja hari pertama ujian sudah langsung dihadapkan dengan Matematika dan mata ujian selanjutnya adalah Kimia. Benar-benar ia tidak habis pikir dengan guru yang menyusun jadwal ujiannya. Ia yakin hampir semua murid jurusan IPA akan mengeluhkan hal yang sama.Namun, dibandingkan dua mata pelajaran yang membuat kepalanya hampir meledak, ia punya hal lain yang lebih penting. Karenanya, setelah bel istirahat berbunyi dan guru pengawas keluar, Alena juga beranjak dari kursinya.“Lo mau ke mana?” Gerakan Alena yang tiba-tiba mengejutkan Via yang duduk tepat di belakangnya. “Mau ke kantin, ya? Kalau gitu ayo bareng.”Alena menolaknya secara halus. Alena mengatakan bahwa ia sedang ada urusan, tapi akan segera menyusul jika urusannya sudah selesai. Via paham dan tidak bertanya lagi. Gadis itu membiarkan sahabatnya keluar kelas lebih dulu—dengan terburu-buru. Mungkin sedang ada urusan pe
Read more
44. Permintaan Maaf
Semua yang ada di dunia ini selalu punya risiko masing-masing, jadi seharusnya manusia untuk itu. Karena jika sekali saja kita tidak siap, akan selalu ada penyesalan di setiap akhirnya. Penyesalan yang di kemudian hari bisa menjadi trauma jika tidak segera diakhiri.Sama seperti Alena sekarang. Andai waktu bisa diputar kembali, ia ingin memperbaiki semuanya. Apa pun akan ia lakukan supaya semuanya kembali seperti semula. Namun, ia sendiri masih ragu akankah semua bisa kembali atau tidak. Akibat dari ulahnya—keegoisannya yang menginginkan mantan kekasihnya kembali kepadanya—, persahabatannya terancam hancur.Seharusnya ia tidak melakukan ini—meneror Nada hanya karena gadis itu berpacaran dengan mantan kekasihnya—dan membuat Gamma semakin membencinya. Seharusnya ia sadar dan berhenti berharap, karena tatapan teduh milik Gamma sudah tidak lagi untuknya. Ini salahnya yang terlalu percaya diri bahwa hubungan Gamma dan Nada akan retak jika ia masuk di antara mereka. Anggap saja, ia jahat se
Read more
45. Sebuah Permintaan
Kantin sepi ketika Alena datang. Hanya ada dua murid duduk berhadapan di salah satu meja, satu orang siswi berdiri di depan kulkas minuman, serta satu orang lagi sedang mengobrol dengan penjual batagor sambil menunggu pesanannya disiapkan. Alena melangkah menuju kulkas. Siswi yang sudah mengambil minuman pilihannya tadi menyunggingkan senyum ramah ketika melihat Alena. Alena balas tersenyum.Hari ini terlalu buruk dari perkiraannya. Jadi, mungkin sebotol minuman dingin cukup bisa menyegarkan. Alena mengambil minuman tersebut, menutup kembali pintu kulkas, dan menuju salah satu meja panjang di pojok kantin. Meja itu sejatinya cukup untuk empat sampai delapan orang. Semilir angin dari kipas angin yang berada tepat di atasnya membuat rambutnya sedikit menari-nari. Rasa manis yang sedikit asam, tapi segar berhasil membasahi kerongkongan Alena.Ingatan Alena terlempar pada kejadian beberapa jam lalu. Ia belum pernah melihat Nada semarah tadi kepada orang lain. Bahkan siapa pun yang melihat
Read more
46. Boys Talk
Embusan angin yang sedikit kencang langsung dapat Riga rasakan begitu ia menggeser pintu kaca penghubung balkon malam itu. Ketika ia datang, tiga kursi di sana sudah diisi tiga anak laki-laki yang kini sibuk dengan ponselnya masing-masing. Di meja di hadapan mereka, terdapat beberapa camilan, stoples kue kering, dan beberapa botol minuman. Jangan salah paham dulu, minuman itu tidak lain adalah kola dan minuman dingin dengan rasa jeruk.Riga menutup kembali pintu kaca tersebut, lalu menghampiri ketiga temannya yang sudah lebih dulu datang. “Sorry, telat,” ucapnya seraya menarik kursi di sebelah Pandu yang sedang meminum kolanya.“Santai aja, mereka juga baru datang,” Dana menyahut sambil melirik sekilas pada tamunya yang baru datang. “Tunggu bentar lagi, ya, Ri? Ini dikit lagi selesai kok. Lo nyantai aja dulu atau makan-makan camilan gitu.”“Riga mana mau lo suruh nyantai? Paling juga dia malah buk—Tuh, kan baru aja gue mau bilang, dia udah ambil buku duluan,” sahut Sakti. Yang dibicar
Read more
47. Permintaan Maaf 2
Jam masih menunjukkan pukul 05.45 ketika motor Riga berhenti di pekarangan sebuah rumah. Rumah dua lantai bercat putih itu memiliki halaman yang cukup luas. Riga melangkah menuju pintu rumah yang terbuka sedikit. Diketuknya pintu itu dan tak lama seorang wanita paruh baya keluar. Sejenak mata wanita itu melebar begitu mengetahui siapa tamunya, tapi kemudian wanita itu menghampiri Riga dengan tangan yang terbuka lebar.“Ya ampun, ganteng sekali keponakan Tante ini. Apa kabar kamu, Riga? Ayahmu juga bagaimana kabarnya? Kamu kenapa lama nggak main ke rumah? Nggak kangen apa rebutan PS sama Gamma terus main sampai malam?” Farah, ibu Gamma menyambutnya dengan senyum ceria. Wanita itu meskipun sudah berusia seperti ayahnya, tapi punya semangat tinggi dan murah senyum. Itu kenapa tantenya masih terlihat awet muda.“Kabar kami baik, Tan. Maafin Riga baru bisa ke sini sekarang, lagi banyak hal yang harus dikerjakan soalnya. Tante sendiri apa kabar? Butik lancar, Tan?”“Tante baik, dan ya butik
Read more
48. Berdamai
Alena pikir melepas hatinya akan semakin sakit jika melepas Gamma. Nyatanya setelah pembicaraan kemarin, perasaannya sedikit lebih lega. Tidak, bukan karena ia takut kehilangan Gamma, melainkan karena sebenarnya yang ia lakukan selama ini adalah hidup dalam obsesinya terhadap laki-laki itu. Karena obsesinya itu, ia jadi berusaha melakukan segala cara asal Gamma kembali padanya.Sekarang, Alena bersyukur karena berkat Riga, ia bisa melepaskan apa yang sudah seharusnya ia lepaskan sedari dulu. Sebelum pulang kemarin, Gamma sempat berkata kalau ia menyambut baik keinginan Alena. Gamma juga mengatakan kalau ia akan membantu membujuk Nada supaya gadis itu mau bertemu Alena, supaya permasalahan di antara mereka segera selesai.“Udah dengar sendiri, kan? Sekarang jangan sedih lagi, ya. Berdoa aja semoga Gamma berhasil bujuk Nada,” ucap Riga ketika mengantar Alena pulang kemarin malam. Mereka baru sampai di depan rumah Alena.Ucapan Riga terdengar menenangkan di telinga Alena. Namun, meski be
Read more
49. Pembicaraan Ayah dan Anak
Dibandingkan mie ayam, sebenarnya Alena lebih menyukai makanan-makanan manis seperti kue. Aroma wangi kue yang baru keluar dari oven selalu bisa membangkitkan selera makannya. Namun, entah sejak kapan ia juga suka makan mie ayam. Mungkin sejak SMP ketika ia lebih sering menghabiskan waktu bersama Gamma dan Riga. Dua laki-laki itu memang penyuka mie ayam, sampai-sampai Alena sendiri hafal kalau setiap mereka bertiga pergi bersama, mie ayam selalu menjadi makanan wajib.Dan sekarang, mereka—minus Gamma—sudah sampai di kedai mie ayam langganan mereka. Kedai itu terletak di pinggir jalan tak jauh dari persimpangan jalan dekat sekolah mereka. Tempatnya tidak luas, tapi cukup memuat sepuluh meja berukuran sedang dengan masing-masing enam kursi. Biasanya ketika jam makan siang, kedai itu selalu ramai pembeli. Selain karena porsinya mengenyangkan, harganya pun terjangkau.Saat akan masuk, langkah mereka dihentikan oleh panggilan seseorang. Mereka berbalik dan menemukan sosok seorang pria paru
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status