Semua Bab Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya: Bab 41 - Bab 50
133 Bab
Tak. sengaja bertemu.
"Maaf, Om, Tante. Saya masih belum memikirkan tentang pernikahan. Sepertinya ada kesalahpahaman antara saya dan Vania," jawabku. Kali ini aku harus tegas menunjukkan sikap. "Seperti yang Vania ketahui, saya baru saja bercerai dengan mantan istri saya. Apalagi saat ini kondisi keuangan saya juga sedang tidak stabil. Jangankan tabungan, rumah pun tak ada. Untuk sementara saya tinggal di apartemen kecil yang saya sewa bulanan." Lanjutku yang langsung membuat dua paruh baya itu terkejut. "Loh, gimana sih?" Tante Tari menoleh pada Vania yang duduk satu sofa dengannya dan Om Prayoga. "Mas..." Kembali Vania mendelik padaku."Aku belum siap menikah Van, kamu tahu kan kondisiku saat ini? Aku tidak punya rumah. Tabunganku juga habis buat nyenengin kamu dan Jordan. Memangnya kamu mau tinggal di apartemen kecil yang kusewa?" tanyaku. Wanita cantik itu menghela nafas, "Aku sih gak papa Mas, kalau memang kamu bisanya ngasih tempat tinggal di apartemen itu...." Kutatap netra bening itu lekat, men
Baca selengkapnya
🌸🌸🌸
"Kamu Shaka kan?" tanya Aska tanpa basa-basi. Dan Shaka pun menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Jadi kamu sudah mengenalku sejak lama? Apa kamu yang memberikan video dan fotoku bersama Vania kepada Nafisah?" Shaka tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya. "Untuk apa aku repot-repot melakukan itu?""Untuk mendapatkan Nafisah pastinya. Tidak mungkin seorang lelaki dewasa tanpa alasan mendekati bocah kelas 3 SD jika tak punya tujuan tertentu." Balas Aska dengan tatapan sinis. "Tidak sepenuhnya salah," jawab Shaka sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Tapi untuk masalah Video dan foto, bukan saya." "Bohong, pasti kamu orangnya. Rumahmu dan Vania berhadapan. Pasti kamu yang telah merekam kamu dan memberikannya pada Nafisah."Shaka terkekeh, tuduhan Aska hanya berdasarkan angan-angan tanpa bukti yang jelas. " Saya bukan pengangguran yang tak punya pekerjaan sehingga punya banyak waktu untuk jadi penguntit." "Kalau bukan kamu siapa?" Suara Aska naik satu oktaf. Emosi su
Baca selengkapnya
🌸🌸🌸
"Ayo kita menikah!!" Pria berkulit sawo matang itu tersenyum sambil menopang dagunya dengan satu tangan menatap Nafisah."Uhuk.....uhuk......" Nafisah yang baru menyeruput minumannya langsung tersedak dan terbatuk-batuk. "Astaga.... Naf.... baru diajak nikah aja sudah groginya minta ampun sampai tersedak begitu, apalagi nikah beneran. Mungkin kamu bakalan pingsan." Shaka mengambilkan tisu dan menepuk pelan pundak Nafisah. "Angkat tanganya Bun," pekik Qiara ikut bereaksi. Nafisah yang bingung dan masih dalam kondisi kaget pun hanya pasrah saat Shaka mengangkat tangan kirinya keatas. "Nah gitu," gadis kecil itu pun mengacungkan jempolnya. "Kenapa harus diangkat tangannya Bunda?" tanya Nafisah setelah batuknya mereda. "Gk tahu. Kata Pak Shaka kalau tersedak suruh gitu." Dengan polosnya Qiara menunjuk Shaka. Sontak Nafisah melempar lirikan tajam pada pria di sampingnya. "Salah ya? Katanya sih gitu, maaf kalau salah." Pria berkemeja batik khas guru itu menunjukkan wajah memelas. N
Baca selengkapnya
🌸🌸🌸
Pukul 7 pagi Shaka sudah berdiri di depan pintu gerbang rumah Nafisah. Dengan wajah memelas pria itu meminta sarapan. "Aku bahkan tak sempat sarapan karena tak sabar ingin menjemput kalian," tuturnya sendu begitu Nafisah membuka pintu."Silahkan tunggu di kursi teras, akan aku ambilkan makanan. Tapi seadanya Ya!" kata Nafisah. "Bahkan jika kamu memberiku nasi dan garam aku akan memakannya dengan senang hati," jawab Shaka yang langsung membuat Nafisah memutar matanya jengah. "Selamat pagi Pak Shaka," sapa Qiara. Bocah kecil itu sudah rapi dengan jaket dan celana jeans juga topi khas untuk dipakai saat cuaca dingin. "Wah... cantik banget." Puji Shaka. "Tapi sayang panggilannya kok kurang enak di dengar." Lanjutnya dengan ekspresi sedih. "Disuruh Bunda, katanya mulai sekarang harus panggil Om Shaka dengan panggilan 'Pak' dimanapun dan kapanpun." Bisikan gadis kecil itu sambil sesekali melirik kearah pintu ruang tamu takut jika Bundanya tiba-tiba muncul. "Oh...." Shaka mengangguk. Ti
Baca selengkapnya
Inikah fitnah?
"Mungkin sekarang umurnya sudah 12 tahun ya Kak?" Nafisah menatap tajam Shaka yang hanya diam. Pria itu menundukkan kepadanya yang membuat Nafisah geram. Kediaman pria itu dianggap sebagai bentuk sikap pengecut Shaka yang tak berani mengakui kesalahannya. Suasana menjadi canggung, empat orang dewasa itu orang diam. Yang terdengar hanya decapan yang berasal dari dua bocah yang sedang asyik mengunyah pizza. "A..." Zamar segera menyentuh punggung tangan istrinya saat wanita itu ingin kembali bertanya.Bagi Zamar, dirinya tidak punya hak untuk marah karena kejadian itu sudah masa lalu. Meski Shaka bersalah karena meniduri temannya saat masih berpacaran dengan Nafisah namun kesalahan itu tidak sebesar kesalahan Aska mengkhianati pernikahannya. "Tidak, aku belum punya anak." Akhirnya Shaka pun bersuara setelah lama terdiam. Nafisah langsung menghentikan gerakan tangannya yang menyuapi Qiara. "Tidak," ulangnya dengan tatapan sinis. "Apa menurutmu Gracia berbohong dan sedang berhalusinas
Baca selengkapnya
Kebenaran kisah dua belas tahun yang lalu.
"Mak-maksudnya gimana?" Nafisah mendadak gagap. Shaka menurunkan tangannya yang dengan lancang memegangi pergelangan tangan Nafisah. Perlahan beralih menggenggam kedua telapak tangan wanita itu. Tanganya sedikit gemetar takut jika Nafisah memukul-mukul tangannya sendiri seperti dulu. Ya, Shaka trauma dengan sikap histeris dan jijik Nafisah pada dirinya. "Gracia berbohong." Katanya tegas. "Dia ingin merusak hubungan kita karena itu dia mengaku hamil.""Jadi dia gak hamil?" tanya Nafisah yang di jawab gelengan oleh Shaka. "Astagfirullah...," pekik Nafisah sambil menundukkan kepalanya. Itu artinya dirinya sudah benar-benar menyebarkan fitnah yang Gracia ucapkan. Pikiran yang masih labil ditambah kemarahan terhadap Shaka membuatnya tak bisa menjaga omongan ketika teman-temannya membela Shaka. Sebenarnya Nafisah tidak berniat menjelekkan Shaka namun saat itu dia tidak terima beberapa teman membela Shaka dan mengatakan Nafisah kekanakan karena tidak mau memaafkan Shaka. Yang teman-tema
Baca selengkapnya
"Aku memang bersalah, aku bajing** penuh dosa. Tapi percayalah aku sudah bertobat dan memperbaiki diri. Seandainya Mama masih hidup aku akan membawamu menemuinya agar dia bersaksi atas pertobatanku."
Pov Shaka. "Kalau begitu kamu juga harus bertanggung jawab." Aku mencoba untuk memanfaatkan situasi. "Maksudnya, aku harus bertanggung jawab sama Kak Shaka?" tanya Nafisah dengan raut bingung dan takut. Terkadang omongannya memang pedas tapi semua orang pasti bisa merasakan kalau hatinya sangat lembut. "Ya." Kuanggukkan kepala, mempertegas jawabanku. Kepolosannya dulu tidak perlu aku tanggapi terlalu serius. Saat itu dia masih muda dan sedang dalam keadaan sakit hati. Tentu normal baginya membela diri dan secara tidak langsung menyebarkan berita yang tidak sepenuhnya dusta itu. "Tanggung jawab yang seperti apa yang Kak Shaka masksud?" Matanya memicing. Kembali pada mode judesnya. "Ya, kamu punya dosa sama aku karena menyebarkan sesuatu yang belum tentu kebenaran. Meski ada yang benar tapi kebohongan Gracia juga membuat bencana untukku. Dan kamu ikut menyebarkannya." "Bencana apa?" sahutnya cepat, rautnya kini berubah khawatir. Jika melihatnya seperti ini aku jadi tak tega. "Ak
Baca selengkapnya
Meberi kesempatan untuk bahagia.
Malam itu antara bingung dan tidak percaya memenuhi otak kecilku ketika Kak Shaka mengutarakan pernyataan cintanya. Benarkah laki-laki yang dulu pernah membuatku kecewa itu masih menyimpan rasa cintanya yang begitu besar untukku yang hanya seorang janda anak satu? Ditambah sebuah fakta tentang kebohongannya Gracia yang dengan sadar aku sebarkan, hal itu cukup membuatku terkejut dan merasa bersalah. Ya...Robbi... benarkah ini takdir-Mu? Dia yang dulu pernah menorehkan luka di hatiku kini ingin menjadi obat di lukaku yang baru. Kata-katanya terdengar bersungguh-sungguh dan menyakinkan namun rasa takut akan dikhianati masih membuatku bimbang. Meski begitu kucoba untuk membuka diri. Mencoba untuk menyisihkan keraguan yang masih saja menyelimuti pikiranku. Dengan mengucap Bismillah kubuka hatiku dan mempertimbangkan ketulusan yang bisa aku lihat di netra beriris hitam itu. Tak bisa kupungkiri hatiku sangat tersentuh dengan sikap Kak Shaka yang rela memohon dan mengiba agar aku memberi
Baca selengkapnya
Kamu tidak hanya menyakitiku tapi menyakiti Qiara
Pov Nafisah.Setelah mengomel di sambungan telpon sekarang pria itu datang ke rumah. Sejak habis magrib tadi dia sudah datang dengan membawa sekotak ayam Kentucky kesukaan Qiara. Mas Aska masih mengenakan kemeja kerjanya, kurasa dia langsung datang kesini dari kantor. Tadi sempat meminta izin mandi dan sholat magrib di sini tapi aku aku tolak dengan alasan status kami yang bukan lagi suami istri. Aku menyarankan dia untuk pulang dulu atau sholat di musholla di gang sebelah. Pria itu memutuskan sholat di musholla gang sebelah. Sebelum Mas Aska kembali dari musholla aku sudah menyiapkan secangkir kopi dan ayam goreng yang tadi dibawanya di atas meja teras. Aku juga mewanti-wanti Qiara supaya bersikap baik dan ramah didepan Ayahnya. Bagaimanapun selama delapan tahun pria itulah yang sudah memberinya nafkah dan kasih sayang. Pukul setengah tujuh malam Mas Aska kembali dari musholla. Aku langsung mempersilahkan dia untuk duduk di kursi meja teras. Mantan suamiku itu sempat protes, "Apa
Baca selengkapnya
Gunjingan orang.
Pov Nafisah. Hari ini seperti biasanya setelah pekerjaan catering selesai aku segera menyusul Qiara di kafe milik Kak Shaka. Hari ini jadwal ngajar pak guru itu hanya sampai setengah dua belas. Jadi Kak Shaka meminta supaya dirinya saja yang menjemput Qiara dan membawanya ke kafe miliknya."Sembari memberi les sekalian memeriksa laporan keuangan kafe," katanya lewat sambungan telpon. Seorang karyawan dengan Name tag Kurniawan menyambutku saat aku memasuki kafe. "Tadi Pak Shaka berpesan, kalau Mbak Nafisah datang disuruh langsung naik ke lantai dua. Pak Shaka ada di ruang kerjanya. Itu lurus saja, ruangannya paling ujung." Beritahu karyawan itu. Les belum selesai saat aku masuk ruang kerja Kak Shaka. Tidak ingin mengganggu aku izin menggunakan musholla karyawan untuk sholat ashar. Karena pulangnya aku berniat untuk mampir belanja bulanan, aku sempatkan dulu sholat ashar takut kelupaan. Seorang karyawan perempuan diminta Kak Shaka untuk mengantarku. Karyawan bernama wati itu sangat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status