Semua Bab Terjebak Gairah ABG: Bab 131 - Bab 140
197 Bab
131. Salah Kamar
Sebelum membuka pintu hatiku berdebar, aku menebak-nebak apakah Kalina atau Ita yang datang. Perlahan-lahan aku buka pintu kamar, ternyata yang berdiri dihadapanku bukanlah Kalina atau pun Ita. Tapi, seorang gadis belia yang cantik, molek dengan dandanan yang juga modis. “Adik cari siapa?” tanyaku “Hhhmm.. maaf om, kayaknya aku salah kamar.” Jawab gadis itu. Aku masih mencoba menahannya dengan sebuah pertanyaan, “Emang kamu cari kamar nomor berapa?”“Nomor kamarnya sih benar, om. Tapi, orangnya bukan om.”Aku merasa aneh dengan jawaban gadis itu, kok bisa nomor kamarnya sama. Tapi, orang yang dicarinya malah beda. Aku dan gadis itu terus bicara di depan kamar. “Coba telepon dulu deh, kok bisa salah kamar?”Gadis itu mencoba mendial ponselnya, namun rupanya tidak tersambung. “Masuk dulu aja yuk! Gak apa-apa kok, om juga hanya sendiri di kamar.”“Gak usah om.. di luar aja.”“Kenapa? Takut ya sama Om? Jangan khawatir, om tidak akan tutup pintunya.” aku berusaha untuk meyakini dia.
Baca selengkapnya
132. Derita Ita
Flora yang merasa kurang nyaman atas kedatangan Ita, berdiri dari duduknya dan pamit untuk meninggalkan kamar ku. “Yaudah, om.. aku pamit dulu ya.” Flora menyalami aku dan Ita sembari berlalu dari kamarku. “Okey, Flo.. nanti kasih tahu saja sama Peter, kalau kamu sudah ketemu om.” Aku katakan itu saat Flora keluar dari kamarku. Ita masih tercengang melihat situasi yang ada di kamar itu, dia tanya padaku, “Itu siapa, om? Tamu dari kantor?”“Iya Ita, dia diutus untuk menyambut kedatangan om di Surabaya.”Aku menutup pintu kamar dan mengajak Ita berbicara di tempat tidur. “Kamu sudah berapa hari nginap di hotel ini?”“Baru dua hari, om.. rencananya satu minggu di hotel ini. Kebetulan calon suamiku lagi ada proyek di Surabaya.”Ita menceritakan kalau dia sehari-hari hanya di kamar saat calon suaminya bertemu klien. Dia merasa sangat menderita menghadapi keadaan seperti itu.“Tapi, om lihat kamu begitu sehat sekarang ini? Tubuh kamu semakin sintal?”“Memang sih, om.. Gimana gak sehat?
Baca selengkapnya
133. Peristiwa Tak Terduga
Begitu pintu terbuka, dihadapanku berdiri seorang lelaki berusia muda dengan tubuh tegap dan atletis. Hatiku semakin berdebar, aku merasa sedang berhadapan dengan sebuah masalah.“Maaf.. bung siapa? Mau cari siapa?” tanyaku.Lelaki itu melongok-longok ke dalam kamar seakan mencari seseorang. Tanpa mengindahkan pertanyaanku, lelaki itu seketika berteriak,“Ita!! Keluar kamu!!”“Sebaiknya bung masuk saja, tidak elok berteriak di depan kamar.” aku membuka pintu kamar lebih lebar untuk mempersilahkannya masuk.“Tidak penting!!” lelaki itu menolak tawaranku dengan tatapan tajam.Ita dengan penuh ketakutan menghampiri laki-laki itu, tanpa bicara sepatah kata pun dia berlalu begitu saja dengan lelaki itu. Aku hanya bisa memandang kepergian Ita dengan perasaan sedih. Lelaki itu menyeret Ita dengan sekuat tenaganya.Seorang karyawan hotel yang berpapasan dengan lelaki itu memberikan hormat sambil menundukkan kepala. Aku penasaran siapa lelaki itu? Kok karyawan hotel sangat menghormatinya. Saat
Baca selengkapnya
134. Pindah Hotel
Sosok Kalina berdiri dihadapanku, aku hampir tidak percaya,“Kaget ya, om? Aku sengaja tidak kasih tahu kalau aku mau datang.” ujar Kalina.“Ya kagetlah.. kamu datang tiba-tiba gitu. Yuk! Masuk Kalina..”Setelah aku tutup pintu kamar, aku ceritakan pada Kalina bahwa aku mau pindah hotel.“Kenapa om? Kok pindah hotel? Inikan hotel yang terbaik di Surabaya?”“Panjang ceritanya, Kal.. nanti om akan ceritakan semuanya.”“Terus.. om mau pindah ke hotel mana? Mau gak aku carikan?”“Gak usah, Kal, kebetulan pihak kantor yang sudah urus semuanya. Kita tunggu aja kabar dari kantor.”Sembari menunggu kabar dari kantor, aku bercengkrama dengan Kalina. Meskipun pikiranku masih terngiang-ngiang dengan kata-kata yang kurang ‘genah’ dari calon suami Ita yang sangat angkuh.Tidak ada tanda-tanda kalau Kalina ingin memanfaatkan waktu untuk bercinta. Kalina sangat pasif dan gestur tubuhnya pun tidak memberikan isyarat apa-apa.Setelah pihak kantor cabang di Surabaya memberitahukan aku harus pindah ke h
Baca selengkapnya
135. Puncak Penyelesaian
Kalina yang ada disampingku terlihat mulai gelisah, karena Jatimin terlalu lama mengajakku bicara. Satu sisi aku prihatin dengan apa yang dialami Jatimin, disisi lain aku pun tidak ingin Kalina kecewa.Aku akhir pembicaraan dengan Jatimin, “Jat.. maaf saya harus menyelesaikan pekerjaan dulu ya. Lakukan aja yang terbaik untuk Noni.”Aku tidak peduli Jatimin suka atau tidak aku menyelesaikan pembicaraan tersebut. Sebagai orang yang baru aku kenal, Kalina haruslah aku hargai.Aku minta maaf pada Kalina, “Kalina.. maaf ya, obrolannya tadi terlalu panjang.” Aku katakan itu sembari memeluk Kalina.Kalina hanya menatapku penuh harap, dari tatapannya aku bisa merasakan kalau Kalina sangat mengharapkan agar aku berinisiatif untuk memenuhi hasratnya.Aku menanggalkan pakaianku satu persatu tanpa ada yang tersisa. Di bawah selimut aku tahu kalau Kalina pun tanpa dibalut sehelai pakaian pun.Kalina tidak seperti gadis-gadis lain yang pernah aku kencani, dia begitu dingin meskipun aku sudah mencum
Baca selengkapnya
136. Kabar Buruk
Waktu berlalu begitu cepat, tanpa terasa aku sudah masuk hari ke 4 di Surabaya. Saat aku sedang di kantor cabang Surabaya, Widarti telepon dan memberitahukan kalau Noni sedang di rawat di Rumah Sakit,“Mas Danu.. kami sangat mencemaskan keadaan Noni, saat ini Noni sedang di ruang ICU. Kami ingin mas ada di sisi Noni saat ini.” ujar Widarti di seberang telepon.Aku terperangah mendengar kabar tentang Noni, aku tidak menyangka kalau penyakitnya kembali kambuh. Aku kembali terbayang wajah Noni saat pertama kali melihatnya di rumah sakit.“Baik, Wid.. aku akan segera ke Bandung.” Cuma itu yang aku katakan pada Widarti.Setelah selesai bicara dengan Widarti, aku segera hubungi pak Anggoro untuk minta izin menjenguk Noni. Aku menceritakan segala situasi pekerjaan di Surabaya, dan aku jelaskan juga tentang kondisi kesehatan Noni.Begitu dapat izin dari pak Anggoro, aku segera tinggalkan Surabaya. Aku telepon Kalina agar dia tidak mencariku di hotel,“Hallo, Kal.. om hari ini harus ke Bandung
Baca selengkapnya
137. Kondisi Noni Mencemaskan
Dari balik kaca jendela ruang ICU, aku melihat dokter dan tim medis secara intensif melakukan tindakan terhadap Noni. Dengan penuh Kecemasan, Widarti dan Jatimin menatap ke dalam dari balik jendela kaca ruang ICU.Aku menghampiri Widarti dan Jatimin, “Memang seperti itulah kondisi Noni, saat kembali anpal. Itulah yang mas alami saat mendampinginya di rumah sakit.”Widarti terus menangis, begitu juga Jatimin. “Aku gak kuat mas melihat keadaan Noni, aku sangat merasa bersalah.”“Wid.. Kita tidak pernah tahu, apa rencana Tuhan dibalik semua ini. Tidak usah terlalu merasa bersalah.”Jatimin sendiri lebih merasa bersalah, karena sejak lahir sampai Noni berusia 20 tahun Jatimin tidak pernah tahu nasib Noni.“Kalau Tuhan sembuhkan Noni, saya akan tebus dosa dan kesalahan saya pada Noni, mas.” ucap Jatimin lirih.Dokter keluar dari ruang ICU dan menemui kami, “Bisa bicara dengan orang tua pasien?” tanya dokter.Jatimin langsung menjawab, “Bisa dok!”Dokter mengajak Jatimin ke ruangannya, seme
Baca selengkapnya
138. Clara Lagi
Ada kecemasan terhadap Clara. Tapi, kecemasanku terhadap Noni pun lebih dari itu. Namun, karena Clara tak kunjung berbicara, akupun menutup sambungan telepon.Jatimin kembali mengajakku bicara, “Mas Danu, bagaimana sebaiknya sikap saya menghadapi Noni? tanya Jatimin.“Hanya bersabar untuk sementara waktu, siapa tahu setelah dia sembuh ada perubahan. Tetaplah ikuti situasi hati Noni, karena dia sering berubah-ubah.”Aku juga jelaskan pada Jatimin, kalau Noni secara psikis seperti menghadapi trauma masa lalu. Dan aku minta pada Jatimin untuk bersabar sampai Noni bisa sembuh dari trauma tersebut.Sengaja aku sampaikan itu, agar Jatimin mau mencari tahu sendiri apa yang perah dialami Noni. Aku tidak ingin dia tahu masalah itu dari mulutku.“Kompleksitas yang dialami Noni itu, membuat dia tertekan. Dia butuh seseorang yang sungguh-sungguh menyayanginya, Jat.”Sengaja aku tekanan hal itu pada Jatimin, aku ingin dia fokus untuk menyayangi Noni.“Aku sudah berusaha untuk menyayangi Noni, mas.
Baca selengkapnya
139. Minta Dipijat
Saat aku merapikan selimut yang tidak menutup bagian tubuhnya, Clara terbangun dan memasarkan pandangannya dengan menyipitkan matanya. “Om Danu ya? Kapan datang, om?” tanya Clara“Baru saja, Clara.. selimut kamu berantakan tadi.”“Masak sih? Om sempat lihat dong?” canda ClaraAku hanya bisa tersenyum pada Clara, aku katakan padanya bahwa aku numpang nginap di Paviliunnya. Clara dengan senang hati menerima, karena memang itu yang diinginkannya.“Aku malah senang om mau nginap di sini, aku lagi sakit, om. Bagian paha sampai ke tumit aku sakit banget, om.”Clara membuka selimut dan memperlihatkan bagian paha dan tumitnya yang sakit. Pada bagian itu terlihat sedikit memar dan lebam.“Kenapa bisa begitu, Clara? Kamu tergelincir atau bagaimana?”Clara jelaskan bahwa, saat sedang di Treadmill dia tergelincir. Kebetulan dia memang sedang mencoba untuk nge-gym sekarang ini. Meskipun masih diawasi instruktur, namanya keteledoran bisa saja terjadi“Kalau yang seperti ini, kamu harus ditangani ol
Baca selengkapnya
140. Tragedi yang Dialami Noni
Aku terbangun saat matahari menembus tirai kamar, Clara masih terlelap dengan pulasnya. Agaknya, pijatanku memang membuatnya nyaman.Aku bergegas ke kamar mandi, pagi ini aku harus berada di rumah sakit. Tidak ada yang terjadi antara aku dan Clara tadi malam, dengan pijatanku yang ala kadarnya sudah mampu membuatnya nyaman.Saat keluar dari Paviliun Clara, sengaja aku tidak membangunkannya. Aku tidak ingin Clara malah minta morning seks seperti kebiasaannya.Di rumah sakit, Widarti dan Jatimin wajahnya terlihat kuyu. Sepertinya mereka tidak tidur semalaman.“Pagi Wid.. Jat, kalian belum tidur sepertinya? Kenapa Wid? Noni anpal lagi?”“Iya mas, kami sangat cemas melihat kondisi kesehatannya yang turun naik. Aku bergantian berjaga dengan mas Jatimin.”“Kenapa aku gak diberi kabar, Wid? Kan aku bisa jaga dengan Jatimin, kamu bisa istirahat pulang?”Widarti tidak ingin merepotkan aku, itulah alasan yang dikemukakannya. Namun, aku merasa sangat bersalah. Aku tidak bisa bayangkan kalau sesu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
20
DMCA.com Protection Status